Tampilkan postingan dengan label Tua Muda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tua Muda. Tampilkan semua postingan
Jumat, 07 Juni 2013

Beli Mobil Bonus Kenikmatan

Cerita dewasa Namaku Wawan. Umurku 23 tahun, dan sekarang sedang kuliah di tingkat terakhir di sebuah PTS di Jakarta. Asalku dari Sukabumi, dimana aku menghabiskan masa anak-anak dan remajaku, sampai kemudian aku pindah ke Jakarta empat tahun yang lalu. Ekonomi keluargaku termasuk pas-pasan. Ayahku hanyalah seorang pensiunan pegawai bank pemerintah di Sukabumi. Sedangkan ibuku bekerja sebagai guru sebuah SMA negeri di sana. Aku tinggal di tempat kos di daerah Jakarta Barat. Karena uang kiriman orang tuaku kadang-kadang terlambat dan terkadang bahkan tidak ada kiriman sama sekali, untuk bertahan hidup, akupun menjadi guru privat anak-anak SMA. Memang aku beruntung dikaruniai otak yang lumayan encer. Akupun hidup prihatin di ibukota ini, terkadang seharian aku hanya makan supermie saja untuk mengganjal perutku. Aku pikir tidak mengapa, asal aku bisa hemat untuk bisa membeli buku kuliah dan lain sebagainya, sehingga aku bisa lulus dan membanggakan kedua orang tuaku. Terkadang aku iri melihat teman-teman kuliahku. Mereka sering dugem, berpakaian bagus, bermobil, mempunyai HP terbaru, dll. Salah satu dari teman kuliahku bernama Monika. Dia seorang gadis cantik dan kaya. Ia anak seorang direktur sebuah perusahaan besar di Jakarta. Percaya atau tidak, dia adalah pacarku. Kadang aku heran, kok dia bisa tertarik padaku. Padahal banyak teman laki-laki yang bonafid, mengejarnya. Ketika kutanyakan hal ini, ini bukan ge-er, dia bilang kalau menurutnya aku orang yang baik, sopan dan pintar. Disamping itu, dia suka dengan wajahku yang katanya “cute”, dan perawakanku yang tinggi, tegap, kekar, dan berisi. Nggak percuma juga aku sering latihan karate, renang, bola, dan voli waktu di Sukabumi dulu. Monika dan aku telah berpacaran semenjak dua tahun belakangan ini. Walaupun kami berbeda status sosial, dia tidak tampak malu berpacaran denganku. Akupun sedikit minder bila menjemputnya menggunakan motor bututku, di rumahnya yang berlokasi di Pondok Indah. Sering orang tuanya, mereka juga baik padaku, menawarkan untuk menggunakan mobil mereka jika kami akan pergi bersama. Tetapi aku memang mempunyai harga diri atau gengsi yang tinggi (menurut Monika pacarku, gengsiku ketinggian), sehingga aku selalu menolak. Kemana-mana aku selalu menggunakan motor bersama Monika. Monikapun tidak berkeberatan bahkan mengagumi prinsip hidupku. Saat makan atau nonton, aku selalu menolak bila dia akan mentraktirku. Aku bilang padanya sebagai laki-laki aku yang harus bayarin dia. Meskipun tentu saja kami akhirnya hanya makan di rumah makan sederhana dan nonton di bioskop yang murah. Itupun aku lakukan kalau sedang punya uang. Kalau tidak ya kami sekedar ngobrol saja di rumahnya atau di tempat kostku. Monika adalah gadis baik-baik. Aku sangat mencintainya. Sehingga dalam berpacaran kami tidak pernah bertindak terlalu jauh. Kami hanya berciuman dan paling jauh saling meraba. Memang benar kata orang, bila kita benar-benar mencintai seseorang, kita akan menghormati orang tersebut. Monika pernah bilang padaku, kalau ia ingin mempertahankan keperawanannya sampai ia menikah nanti. Terlebih akupun waktu itu masih perjaka. Mungkin hal ini sukar dipercaya oleh pembaca, mengingat trend pergaulan anak muda Jakarta sekarang. Keadaanku mulai berubah semenjak beberapa bulan yang lalu. Saat itu aku ditawari sebuah peluang untuk berwiraswasta oleh seorang temanku. Aku tertarik mendengar cerita suksesnya. Terlebih modal yang dibutuhkanpun sangat kecil, sehingga aku berpikir tidak ada salahnya untuk mencoba. Hasilnya ternyata luar biasa. Mungkin memang karena bidang ini masih banyak peluang, disamping strategi pemasaran yang disediakan oleh program ini sangat jitu. Penghasilankupun per bulan sekarang mencapai jutaan rupiah. Mungkin setingkat dengan level manajer perusahaan kelas menengah. Bekerjanyapun dapat part-time sambil disambi kuliah. Memang beruntung aku menemukan program ini. Semenjak itu, penampilanku berubah. Gaya hidup yang sudah lama aku impikan sekarang telah dapat kunikmati. HP terbaru, pakaian bagus, sudah dapat aku beli. Semakin sering aku mengajak Monika untuk makan di restoran mahal serta nonton film terbaru di bioskop 21. Monika sempat kaget dengan kemajuanku. Sempat disangkanya aku berusaha yang ilegal, seperti menjual narkoba. Tetapi setelah aku jelaskan apa bisnisku, dia pun lega dan ikut senang. Disuruhnya aku bersyukur pada Tuhan karena telah memberikan jalan kepadaku. Hanya satu saja yang masih kurang. Aku belum punya mobil. Setelah menabung dari hasil usahaku selama berbulan-bulan, akhirnya terkumpul juga uang untuk membeli mobil bekas. Kulihat di suratkabar dan tertera iklan tentang mobil Timor tahun 1997 warna gold metalik. Aku tertarik dan langsung kutelpon si penjualnya. “Ya betul… mobil saya memang dijual”. Suara seorang wanita menjawab di ujung telepon. “Harganya berapa Bu?” “Empat puluh delapan juta” “Kok mahal sih Bu?” “Kondisinya bagus lho.. Semuanya full orisinil” Dengan cepat kukalkulasi danaku. Wah.. Untung masih cukup, walaupun aku harus menjual motorku dulu. Tetapi akupun berpikir, siapa tahu harganya masih bisa ditawar. Kuputuskan untuk melihat mobilnya terlebih dahulu. “Alamatnya dimana Bu?” Diapun kemudian memberikan alamatnya, dan aku berjanji untuk datang ke sana sore ini sehabis kuliah. ***** Setelah mencari beberapa lama, sampai juga aku di alamat yang dimaksud. “Selamat sore” sapaku ketika seorang wanita cantik membuka pintu. “Oh sore..” jawabnya. Aku tertegun melihat kecantikan si ibu. Usianya mungkin sekitar 35 tahunan, dengan kulit yang putih bersih, dan badan yang seksi. Payudaranya yang tampak penuh di balik baju “you can see” menambah kecantikannya. Agar pembaca dapat membayangkan kecantikannya, aku bisa bilang kalau si ibu ini 80% mirip dengan Sally Margaretha, bintang film itu. “Saya Wawan yang tadi siang telepon ingin melihat mobil ibu” “Oh.. Ya silakan masuk.” Akupun masuk ke dalam rumahnya. “Tunggu sebentar ya Wan. Mobilnya masih dipakai sebentar menjemput anakku les. Mau minum apa?” “Ah.. Nggak usah ngerepotin.. Apa saja deh Bu” Akupun kemudian duduk di ruang tamu. Tak lama si ibu datang dengan membawa segelas air sirup. “Kamu masih kuliah ya,” tanyanya setelah duduk bersamaku di ruang tamu “Iya Bu.. Hampir selesai sih “ “Ayo diminum.. Beruntung ya kamu.. Dibelikan mobil oleh orang tuamu” si ibu berkata lagi. Kuteguk sirup pemberian si ibu. Enak sekali rasanya menghilangkan dahagaku. “Oh.. Ini saya beli dari usaha saya sendiri, Bu. Mangkanya jangan mahal-mahal dong” jawabku. “Wah.. Hebat kamu kalau gitu. Memang usaha apa kok masih kuliah sudah bisa beli mobil” “Yah usaha kecil-kecilan lah” jawabku seadanya. “Ngomong-ngomong mobilnya kenapa dijual Bu?” “Aduh kamu ini ba Bu ba Bu dari tadi. Saya kan belum terlalu tua. Panggil saja tante Sonya.” jawabnya sambil sedikit tertawa genit. “Mobilnya akan saya jual karena mau beli yang tahunnya lebih baru” “Oh begitu..” jawabku. Kemudian tante Sonya tampak melihatku dengan pandangan yang agak lain. Agak rikuh aku dibuatnya. Terlebih tante Sonya duduk sambil menumpangkan kakinya, sehingga rok mininya agak sedikit terangkat memperlihatkan pahanya yang putih mulus. “Anaknya berapa tante. Terus suami tante kerja dimana?” tanyaku untuk menghilangkan kerikuhanku. “Anakku satu. Masih SD. Suamiku sudah nggak ada. Dia meninggal dua tahun yang lalu” jawabnya. “Waduh.. Maaf ya tante” “Nggak apa kok Wan.. Kamu sendiri sudah punya pacar?” “Sudah, tante” “Cantik ya?” “Cantik dong tante..” jawabku lagi. Duh, aku makin rikuh dibuatnya. Kok pembicaraannya jadi ngelantur begini. Tante Sonya kemudian beranjak duduk di sebelahku. “Cantik mana sama tante..” katanya sambil tangannya meremas tanganku. “Anu.. Aduh.. Sama-sama, tante juga cantik” jawabku sedikit tergagap. “Kamu sudah pernah begituan dengan pacarmu?”. Sambil berkata, tangan tante Sonya mulai berpindah dari tanganku ke pahaku. “Belum.. Tante.. Saya masih perjaka.. Saya nggak mau begituan dulu” jawabku sambil menepis tangan tante Sonya yang sedang meremas-remas pahaku. Jujur saja, sebenarnya akupun sudah mulai terangsang, akan tetapi saat itu aku masih dapat berpikir sehat untuk tidak mengkhianati Monika pacarku. Mendengar kalau aku masih perjaka, tampak tante Sonya tersenyum. “Mau tante ajarin caranya bikin senang wanita?” tanyanya sambil tangannya kembali merabai pahaku, dan kemudian secara perlahan mengusap-usap penisku dari balik celana. “Aduh.. Tante.. Saya sudah punya pacar.. Nggak usah deh..” “Mobilnya kapan datang sih?” lanjutku lagi. “Sebentar lagi.. Mungkin macet di jalan. Mau minum lagi? “ Tanpa menunggu jawabanku, tante Sonya pergi ke belakang sambil membawa gelasku yang telah kosong. Lega juga rasanya terlepas dari bujuk rayu tante Sonya. Beberapa menit kemudian, tante Sonya kembali membawa minumanku. “Ayo diminum lagi” kata tante Sonya sambil memberikan gelas berisi sirup padaku. Kuteguk sirup itu, dan terasa agak lain dari yang tadi. Tante Sonya kemudian kembali duduk di sebelahku. “Ya sudah.. Kamu memang setia nih ceritanya.. Kita ngobrol aja deh sambil menunggu mobilnya datang, OK?” “Iya tante..” jawabku lega. “Kamu ngambil jurusan apa?” “Ekonomi, tante” “Kenal pacarmu di sana juga?” Waduh.. Aku berpikir kok si tante kembali nanyanya yang kayak begituan. “Iya dia teman kuliah” “Ceritain dong gimana ketemuannya” Yah daripada diminta yang nggak-nggak, aku setuju saya menceritakan padanya tentang kisahku dengan Monika. Kuceritakan bagaimana saat kami berkenalan, ciri-cirinya, acara favorit kami saat pacaran, tempat-tempat yang sering kami kunjungi. Setelah beberapa lama bercerita, entah mengapa nafsu birahiku terangsang hebat. Akupun merasakan sedikit keringat dingin mengucur di dahiku. “Kenapa Wan.. Kamu sakit ya” tanya tante Sonya tersenyum sambil kembali meremas tanganku. Tangannya kemudian beralih ke pahaku dan kembali diusap dan diremasnya perlahan. “Anu tante rasanya kok agak aneh ya?” jawabku. “Tapi enak kan?” Tante Sonyapun kemudian mendekatkan wajahnya ke wajahku, dan kemudian bibir kamipun telah saling berpagut. Tak kuasa lagi aku menolak tante Sonya. Nafsuku telah sampai di ubun-ubun. “Saya tadi dikasih apa tante” tanyaku lirih. “Ah.. Cuma sedikit obat kok. Supaya kamu bisa lebih rileks” jawabnya sambil tangannya mulai membuka retsleting celanaku. “Ayo, tante ingin merasakan penismu yang masih perjaka itu” lanjutnya sambil kembali menciumi wajahku. Tante Sonyapun kemudian membuka celanaku beserta celana dalamnya sekaligus. “Hmm.. Besar juga ya punyamu. Tante suka tongkol besar anak muda begini”. Tangannya mulai mengocok penisku perlahan. Kemudian tante Sonya merebahkan kepalanya dipangkuanku. Diciumnya kepala penisku, dan lantas dengan bernafsu dikulumnya penisku yang sudah tegak menahan gairah berahi. “Ah.. Tante..” desahku menahan nikmat, ketika mulut tante Sonya mulai menghisap dan menjilati penisku. Tangan tante Sonyapun tak tinggal diam. Dikocoknya batang penisku, dan diusap-usapnya buah zakarku. Setelah sekian lama penisku dipermainkannya, kembali tante Sonya bangkit dan menciumiku. “Kita lanjutin pelajarannya di kamar yuk sayang..” bisiknya. Akupun sudah tak kuasa menolak. Nafsu berahi telah menguasai diriku. Kamipun beranjak menuju kamar tidur tante Sonya di bagian belakang rumah. Sesampainya aku di kamar, tante Sonya kembali menciumiku. Kemudian tangankupun diraihnya dan diletakkan di payudaranya yang membusung. “Ayo sayang.. Kamu remas ya” Kuikuti instruksi tante Sonya dan kuremas payudara miliknya. Tante Sonyapun terdengar mengerang nikmat. “Sayang… tolong bukain baju tante ya”. Tante Sonya membalikkan badan dan akupun membuka retsleting baju “you can see”nya. Setelah terbuka, tante Sonya kembali berbalik menghadapku. “BHnya sekalian donk sayang..” ujarnya. Kuciumi kembali wajahnya yang ayu itu, sambil tanganku mencari-cari pengait BH di punggungnya. “Aduh.. Kamu lugu amat ya.. Tante suka..” katanya disela-sela ciuman kami. “Pengaitnya di depan, sayang..” Kuhentikan ciumanku, dan kutatap kembali BHnya yang membungkus payudara tante Sonya yang besar itu. Kubuka pengaitnya sehingga payudara kenyal itupun seolah meloncat keluar. “Bagus khan sayang.. Ayo kamu hisap ya..” Tangan tante Sonya merengkuh kepalaku dan didorong ke arah dadanya. Tangannya yang satunya lagi meremas payudaranya sendiri dan menyorongkannya ke arah wajahku. “Ah.. Enak.. Anak pintar.. Sshh” desah tante Sonya ketika aku mulai menghisap payudaranya. “Jilati putingnya yang..” instruksi tante Sonya lebih lanjut. Dengan menurut, akupun menjilati puting payudara tante Sonya yang telah mengeras. Kemudian aku kembali menghisap sepasang payudaranya bergantian. Setelah puas aku hisapi payudaranya, tante Sonya kemudian mengangkat kepalaku dan kembali menciumiku. “Sekarang kamu buka rok tante ya” Tante Sonya merengkuh tanganku dan diletakkannya di pantatnya yang padat. Kuremas pantatnya, lalu kubuka retsleting rok mininya. Aku terbelalak melihat Tante Sonya ternyata menggunakan celana dalam yang sangat mini. Seksi sekali pemandangan saat itu. Tubuh tante Sonya yang padat dengan payudara yang membusung indah, ditambah dengan sepatu hak tinggi yang masih dikenakannya. Kembali tante Sonya mencium bibirku. Lantas ditekannya bahuku, membuatku berlutut di depannya. Tangan tante Sonya lalu menyibakkan celana dalamnya sehingga vaginanya yang berbulu halus dan tercukur rapi nampak jelas di depanku. “Cium di sini yuk sayang..” perintahnya sambil mendorong kepalaku perlahan. “Oh..my god.. Sshh” erang tante Sonya ketika mulutku mulai menciumi vaginanya. Kujilati juga vagina yang berbau harum itu, dan kugigit-gigit perlahan bibir vaginanya. “Ahh.. Kamu pintar ya.. Ahh” desahnya. Tante Sonya lantas melepaskan celana dalamnya, sehingga akupun lebih bebas memberikan kenikmatan padanya. “Jilat di sini sayang..” instruksi tante Sonya sambil tangannya mengusap klitorisnya. Kujilati klitoris tante Sonya. Desahan tante Sonya semakin menjadi-jadi dan tubuhnya meliuk-liuk sambil tangannya mendekap erat kepalaku. Beberapa saat kemudian, tubuh tante Sonyapun mengejang. “Yes.. Ah.. Yes..” jeritnya. Liang vaginanya tampak semakin basah oleh cairan kewanitaannya. Kusedot habis cairan vaginanya sambil sesekali kuciumi paha mulus tante Sonya. Tak percuma ilmu yang kudapat selama ini dari pengalamanku menonton dan mengkoleksi video porno. “Kita terusin di ranjang yuk..” ajaknya setelah mengambil nafas panjang. Akupun kemudian melucuti semua pakaianku. Tante Sonya lalu membuka sepatu hak tingginya, sehingga sambil telanjang bulat, kami merebahkan diri di ranjang. “Ciumi susu tante lagi dong yang..” Aku dengan gemas mengabulkan permintaannya. Payudara tante Sonya yang membusung kenyal, tentu saja membuat semua lelaki normal, termasuk aku, menjadi gemas. Sementara mulutku sibuk menghisap dan menjilati puting payudara tante Sonya, tangannya menuntun tanganku ke vaginanya. Akupun mengerti apa yang ia mau. Tanganku mulai mengusap-usap vagina dan klitorisnya. Tante Sonya kembali mengerang ketika nafsu berahinya bangkit kembali. Ditariknya wajahku dari payudaranya dan kembali diciuminya bibirku dengan ganas. Selanjutnya, tante Sonya menindih tubuh atletisku. Dijilatinya dada bidangku dan kedua putingnya dan kemudian perut sixpackku pun tak lupa diciuminya. Sesampainya di penisku, dengan gemas dijilatinya lagi batangnya. Tak lama kemudian, kepala tante Sonyapun sudah naik turun ketika mulutnya menghisapi penisku. “Sekarang tante pengin ambil perjakamu ya..” Sambil berkata begitu, tante Sonya menaiki tubuhku. Diarahkannya penisku ke dalam vaginanya. Rasa nikmat luar biasa menghinggapiku, ketika batang penisku mulai menerobos liang vagina tante Sonya. “Uh.. Nikmat sekali.. Tante suka tongkolmu.. Enak..” desah tante Sonya sambil menggoyangkan tubuhnya naik turun di atas tubuhku. “Heh.. Heh.. Heh..” begitu suara yang terdengar dari mulut tante Sonya. Seirama dengan ayunan tubuhnya di atas penisku. “Tante suka.. Ahh.. Ngent*tin anak muda.. Ahh.. Seperti kamu.. Yes.. Yes..” Tante Sonya terus meracau sambil menikmati tubuhku. Tangannya kemudian menarik tanganku dan meletakkannya di payudaranya yang bergoyang-goyang berirama. Akupun meremas-remas payudara kenyal itu. Suara desahan tante Sonya semakin menjadi-jadi. “Enak.. Ahh.. Ayo terus.. ent*tin tante.. Ah.. Anak pintar.. Ahh..” Tak lama tubuh tante Sonyapun kembali mengejang. Dengan lenguhan yang panjang, tante Sonya mengalami orgasme yang kedua kalinya. Tubuh tante Sonya kemudian rubuh di atasku. Karena aku belum orgasme, nafsukupun masih tinggi menunggu penyaluran. Kubalikkan tubuh tante Sonya, dan kugenjot penisku dalam liang kewanitaannya. Rasa nikmat menjalari seluruh tubuhku. Kali ini eranganku yang menggema dalam kamar tidur itu. “Oh.. Enak tante.. Yes.. Yes..” erangku ditengah suara ranjang yang berderit keras menahan guncangan. “Wawan mau keluar tante..” kataku ketika aku merasakan air mani sudah sampai ke ujung penisku. “Keluarin di mulut tante, sayang..” Akupun mencabut keluar penisku dan mengarahkannya ke wajah tante Sonya. Tangan tante Sonya langsung meraih penisku, untuk kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya. “Ahh.. Tante..” jeritku ketika aku menyemburkan air maniku dalam mulut tante Sonya. Tante Sonya lantas mengeluarkan penisku dan mengusap-usapkannya pada seluruh permukaan wajahnya yang cantik. ***** Setelah membersihkan diri, kamipun kembali duduk di ruang tamu. “Enak Wan?” tanyanya sambil tersenyum genit. “Enak tante… memang tante sering ya beginian” “Nggak kok.. Kalau pas ada anak muda yang tante suka saja..” “Oh.. Tante sukanya anak muda ya..” “Iya Wan.. Disamping staminanya masih kuat.. Tante juga merasa jadi lebih awet muda.” jawab tante Sonya genit. Tak lama mobil yang dinantipun datang. Akhirnya aku jadi membeli mobil tante Sonya itu. Disamping kondisinya masih bagus, tante Sonya memberikan korting delapan juta rupiah. “Asal kamu janji sering-sering main ke sini ya” katanya sambil tersenyum saat memberikan potongan harga itu. Kejadian ini berlangsung sebulan yang lalu. Sampai saat ini, aku masih berselingkuh dengan tante Sonya. Sebenarnya aku diliputi perasaan berdosa kepada Monika pacarku. Tetapi apa daya, setelah kejadian itu, aku jadi ketagihan bermain seks. Aku tetap sangat mencintai pacarku, dan tetap menjaga batas-batas dalam berpacaran. Tetapi untuk menyalurkan hasratku, aku terus berhubungan dengan tante Sonya. Bisniskupun makin lancar. Keuanganku semakin membaik, sehingga aku sanggup memberikan hadiah-hadiah mahal pada Monika untuk menutupi rasa bersalahku TAMAT

Pemerkosa Kualat

Cerita dewasa Aku adalah seorang preman. Pembaca, mungkin anda kaget mendengarkan pengakuanku ini. Tapi, itulah kenyataannya. Kalau pengertian “preman” adalah orang bebas (freeman) maka aku memang benar-benar bebas, tidak terikat jam kerja kantor, tidak perlu takut dibentak-bentak bos dan hal-hal menyebalkan lainnya. Kenapa ? ha….anda pasti sudah bisa memperkirakan. Sebabnya adalah karena aku adalah seorang pengangguran. Salah satu dari ribuan pengangguran di ibu kota tercinta kita. Ini bermula setelah aku lulus SLTA di kampungku dua tahun yang lalu, aku berkelana ke Jakarta dengan segudang harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.Tetapi, seperti sudah menjadi cerita klasik di Jakarta, semua angan-anganku itu terempas habis. Setelah berpuluh-puluh kantor kudatangi dan kuajukan lamaran, ternyata tidak ada satupun yang menanggapi. Ijazah SMA yang begitu dibanggakan di kampungku, di Jakarta ternyata tidak ada harganya sama sekali. Setelah lelah dan hampir putus asa, akhirnya aku mendapat pekerjaan juga. Bukan pekerjaan kantor, tetapi menjadi supir tembak mobil angkutan kota (angkot ) di salah satu jalur di Jakarta selatan. Supir sebenarnya adalah temanku satu kampung di Pulau kami, dan karena kebaikan hatinya ia mau membagi kesempatan mengemudi angkotnya dan berbagi pendapatan denganku. Lumayanlah, dapat juga sedikit uang untuk menyambung hidup di Jakarta. Tetapi bagaimanapun, hidup ini tetap berat. Trayek angkot yang kupegang ini bukanlah trayek gemuk, sehingga kesempatanku untuk menjadi supir tembakpun tidak terlalu banyak. Akhirnya aku lebih sering nongkrong di terminal di mana angkot trayekku bersarang, duduk mencangkung sambil memikirkan nasibku yang kuanggap super sial ini. Dan Rudi, si pengemudi angkot temanku itu juga sering duduk mencangkung menemaniku karena begitu sepinya penumpang. Pada waktu duduk mencangkung berdua seperti itu, tidak jarang pembicaraan kami melantur ke mana-mana. Bagaimanapun kami masih muda (25 tahun) sehingga pembicaraan mengenai seks bukan hal yang aneh. Apalagi dengan suasana yang menekan seperti ini, obrolan jorok merupakan cara yang paling bagus untuk melupakan kesumpekan. Berbagai topik mengenai seks sudah kami bicarakan, tetapi semuanya yah……cuman omong doang. Kami tidak pernah bisa merealisasikannya. Kami belum punya pacar, karena kami takut kalau pacaran pasti perlu dukungan duit yang cukup. Ke pelacuran, sama saja. Dari mana kita dapat duit untuk membayar perempuan macam begitu. Serba susah. Untuk makanpun sudah susah, apalagi untuk hal-hal lain. Jadi, di sinilah kami. Duduk mencangkung sambil merokok (itu satu-satunya kenikmatan yang mati-matian kami usahakan untuk mendapatkannya). Di depan kami berlalu lalang ratusan calon penumpang, semuanya sibuk dengan pikiran dan permasalahannya sendiri. Tidak jarang kami melihat calon penumpang yang cantik, dengan tubuh bahenol melintas. Biasanya kalau sudah lewat yang macam itu pembicaraan kami pasti mulai berkembang ke arah yang serba jorok. Mulai saling terka apakah cewek itu masih perawan atau tidak, berapa ukuran branya, sampai kira-kira posisi bersetubuh yang paling enak dilakukan bersamanya. Setiap hari berbicara seperti itu, pikiran kami semakin pusing saja. Keinginan untuk berhubungan dengan perempuan, benar-benar mendesak untuk dipenuhi. Tapi apa daya ? benci betul aku dengan segala ketidak berdayaanku ini. Sampai akhirnya,si Rudi temanku mengeluarkan ideenya yang gila untuk memenuhi impian kami berdua mengenai perempuan. Ideenya benar-benar gila sehingga aku terhenyak mendengarnya. “Sin, kita perkosa cewek saja ya” katanya tiba-tiba, di tengah acara nongkrong kita ( o ya, namaku Tosin. Aku lupa memperkenalkan diri sejak tadi). Aku menengoknya dengan pandangan kaget :”elu ngaco ah” kataku :” cari perkara saja. Kalau mau bergurau cari cara yang lain saja deh.” Tapi si Rudi menggeleng. Tidak seperti biasanya, ia kelihatannya serius sekali :” bener Sin, aku nggak bergurau. Kita cari cara memerkosa yang paling aman, pokoknya kita puas dan risikonya sekecil mungkin." Lalu ia mulai menceritakan rencananya. Setiap hari, kira-kira pukul 22.00 malam angkotnya selalu dinaiki seorang gadis yang “tubuhnya aduhai sekaliii..” (ini menurut kalimatnya si Rudi lho ). Dia rupanya mahasiswi atau siswi kursus apalah tidak jelas, tetapi ia selalu pulang malam sendirian dengan angkot si Rudi. Ia selalu berhenti di perempatan di tengah perjalanan angkot kami, sehingga Rudi juga tidak tahu di mana rumahnya. Kelihatannya ia meneruskan perjalanan dengan menumpang angkot lain lagi yang menuju rumahnya. “Jadi, serba rahasia” kata si rudi, mulai bersemangat :’ maksudku, kita bekap dia di depan lapangan bola, lalu kita mainin di bedengnya si Meeng. Kalau sudah selesai kita tutup matanya, kita putar-putar dan kita buang di tengah jalan.” Si meeng adalah kuli bangunan teman kami, yang tinggal di bedeng di pinggir lapangan bola. Sekarang bedengnya memang lagi kosong karena Meeng lagi pulang kampung. Enak aja, pikirku :”emangnya dia tidak mengenal dan mengingat kamu ? kan dia tiap hari naik angkotmu, pasti dia lihat dan kenal kamu. Selesai kita makan dia pasti lari lapor ke polisi ” Rudi menggaruk- garuk kepalanya. Benar juga, mungkin begitu pikirnya. Akhirnya dia kehilangan semangat untuk meneruskan membahas rencananya. Tetapi semua keadaan berubah seminggu kemudian. Di hari senin yang naas, angkot kita menabrak sebuah mobil Honda civic hitam sehingga bumper belakang mobil itu penyok ke dalam. Itu benar-benar kesalahan si Rudi, sehingga dia tidak bisa mengelak lagi ketika si pemilik mobil meminta pertanggung jawabannya untuk memperbaiki mobilnya di bengkel. Saat kami di bengkel dan pemilik bengkel mengkalkulasi biaya perbaikannya, wajah Rudi pucat seketika. Satu juta rupiah!! aduh mak, dari mana kita mendapat duit sebanyak itu. Tetapi Rudi tidak bisa menolak. KTP dan SIM-nya ditahan oleh pemilik mobil dan baru akan diberikan ketika mobilnya sudah selesai direparasi dan Rudi membereskan pembayarannya. Akhirnya, dengan segala daya upaya si Rudi dapat meminjam uang sebesar satu juta untuk membayar perbaikan itu. Itupun dengan setengah mengemis (atau juga setengah mengancam) pada beberapa orang yang dikenalnya. Ia memasukkan uang yang sangat berharga itu pada amplop dan dengan hati-hati menyelipkan di kantong celananya. Sore itu, kami nongkrong di tempat biasanya. Rudi mencangkung di sebelahku, matanya merah dan wajahnya kucel. Pasti pikirannya penuh dengan masalah bagaimana ia harus mengembalikan hutang yang (menurut ukuran kami) segunung itu. Berkali – kali ia menghela napas, menyedot rokok dengan keras dan menggaruk-garuk kepalanya. Aku tidak berani memberi komentar sama sekali, takut kalau salah ngomong dia akan semakin ruwet pikirannya. Akhirnya setelah hampir satu jam saling berdiam diri, Rudi berdeham dan berkata serak :” Sin, aku mau pulang saja ke kampung. Nggak kuat aku di Jakarta” lalu ia menceritakan rencananya dengan cepat. Dia mau lari saja besok langsung ke Pulau kami, tidak bilang pada siapa-siapa. Tentunya setelah masalah pembayaran ke bengkel beres dan dia telah mendapatkan lagi SIM dan KTPnya. Masalah bayar utang, sebodo amat. Dia akan membayarnya kapan-kapan saja dari kampung kalau sudah punya duit. Tapi dia ingin membalas dendam pada kota yang kejam ini, ”kota ini sudah menodai kita, Sin” katanya”, sebelum aku pergi, aku mau menodai salah satu warganya. Biar tahu rasa.” Lalu dengan nada emosi ia mengutarakan rencananya untuk memperkosa si cewek bahenol penumpang angkotnya, seperti rencananya dahulu. Toh tidak perlu takut lagi dikenal, karena dia akan lari pulang besok. Masalah aku ? terserah saja. Kalau aku mau ikut hayo….kalau nggak, ya terserah. Begitulah katanya. Setelah menimbang-nimbang untung ruginya, aku sepakat untuk ikut. Aku memutuskan untuk ikut pulang saja ke kampung, percuma hidup di Jakarta. Aku toh tidak punya gantungan apa-apa di jakarta ini, jadi bebas saja. Jadi, kalau bisa merasakan tubuh gadis Jakarta sebelum angkat kaki, apa salahnya…. Nah, begitulah awal mulanya. Setelah sepakat bulat, malam harinya aku ikut Rudi nongkrong di angkotnya (biasanya aku tidak pernah ikut narik malam hari). Pukul sembilan tiga puluh malam, terminal sudah sepi dan udara sangat dingin karena hujan rintik-rintik. Hampir tidak ada penumpang yang datang, hanya beberapa pedagang rokok yang duduk meringkuk di bedengnya. Aku hampir putus asa menungu kehadiran bidadarinya si Rudi, sampai akhirnya…. “Itu dia..” bisik Rudi bersemangat. Aku menengok ke arah yang ditunjuknya, dan aku terbelalak. Di bawah terang lampu mercury aku melihat seorang gadis berjalan santai, memakai celana jeans selutut dan kaos putih, ditutupi jaket parasut hijau. Rambutnya sebahu, wajahnya cakep betul (sepertinya indo). Tapi yang paling membelalakkanku adalah tubuhnya. Untuk ukuran gadis Indonesia, dia sangat tinggi (mungkin hampir 172 cm). Tubuhnya sangat atletis, bahkan agak cenderung kekar.Aku hampir pasti dia seorang atlit. Cara berjalannya juga seperti berderap, cepat dan tegas. Mulutnya bergerak-gerak terus, sepertinya sedang mengunyah permen karet. Dengan cepat ia naik ke angkotku, memilih duduk di depan di sebelah si Rudi. Tepat sekali seperti rencana, pikirku. Aku duduk di belakang, dan karena antara bagian depan dan belakang angkot ini tidak ada kaca pembatas maka aku dapat melihat calon korban kami dengan lebih jelas lagi. Memang dia cantik betul, tetapi….ada sesuatu yang menggelisahkanku. Entah apa. Tetapi aku punya perasaan bahwa sesuatu yang tidak beres akan terjadi. “Selamat malam No..on…” kata Rudi dengan gaya disopan-sopankan. Sok yakin kalau si cewek ini mengenalnya. Aku duduk meringkuk di bangku belakang, tepat di belakang Rudi. Aku memakai topi yang kusungkupkan ke wajahku. Bagaimanapun juga, aku masih kuatir kalau korbanku ini mengenaliku nanti. Di balik jaketku aku menyimpan sebilah belati. “Selamat malam” sahut si cewek. Aduh mak, suaranya juga agak berat, hampir seperti suaranya penyanyi January Christy itu lho. Tetapi malah suaranya itu semakin menambah keseksiannya. Aku merasa nafsuku mulai naik. Yah, maklumlah, dua tahun di Jakarta tidak pernah berhubungan dengan cewek, hanya berani mengkhayal dan onani tiap hari…. Si Rudi segera menstarter angkotnya dan mobil tua itu mulai bergerak maju. ini berbeda dengan biasanya ( Rudi biasanya paling anti menjalankan angkotnya sebelum penumpang penuh). Mobil kami bergerak ke luar terminal, berbelok ke kiri dan melaju di jalan raya. Rupanya si cewek merasakan juga perubahan ini :”lho, kok masih kosong sudah jalan, bang?” katanya,. Suaranya yang berat dan seksi tersebut cukup ramah terdengar. Nafsuku semakin naik. “Iya non, soalnya sudah malam, sekalian pulang. Saya sudah ngantuk” kata Rudi dengan sopan. Mobil tua ini melaju terus, melewati masjid raya, supermarket HERO yang sudah tutup, dan tiba-tiba dengan cepat berbelok ke jalan kecil di kiri. Ini bukan jalur trayek kami, jalan di kanan kiri kosong dan sangat gelap. Kami melewati lapangan bola yang sudah kami rencanakan sebagai tempat pelaksanaan rencana kami. Di kejauhan terlihat samar-samar gubuk si Meeng yang terletak di sudut lapangan bola, dikelilingi tanaman bambu. Si cewek kelihatan kaget :”lo, bang, kemana kita? Ini kan bukan jalan biasanya?” ia melihat ke kanan kiri yang sangat gelap. Dari suaranya terasa keheranan dan kebingungan yang merebak. Rudi menukas, kini dengan suara dingin :” tenang aja non, pokoknya non nggak usah ngelawan. Kita nggak ingin menyakiti non kok” Rudi terkekeh :’malah kita akan memberi non kenikmatan. Percaya deh”. Aku yang duduk di belakang segera bertindak cepat. Tanganku mengambil pisau di balik jaketku dan menodongkan ke lehernya yang jenjang dan putih :” betul non” kataku :”ikuti saja kami, pokoknya nikmat dan puas. Sekarang non turun dari mobil ini . Cepat !”. Dengan tetap kebingungan, si cantik itu turun dari angkot dan segera kami ikuti. Rudi dengan cepat memegang tangan kirinya dan aku memegang tangan kanannya. Dengan dibimbing oleh kami berdua dan dengan pisau yang tetap mengarah ke lehernya, si cewek itu kami gelandang ke gubuk si Meeng di pinggr lapangan bola. Gubuk itu gelap sekali dan kotor. Setelah kami masuk, Rudi menyalakan lampu minyak di dinding dengan korek apinya. Terlihat di depan kami ada kasur yang digeletakkan di lantai, sebuah meja reyot dan kursi yang sama reyotnya. Di sepanjang dinding tergantung alat-alat kerja si Meeng, antar lain palu, gergaji dan segulung tali kasar dari sabut kelapa. Bau apak dan pengap menyergap ke dalam hidung kami. Dengan pura-pura kasar kami mendudukkan si cewek di kursi. Kami berdua berdiri di sebelahnya, agak canggung juga dengan apa yang akan kami lakukan. Aku tetap menodongkan pisauku ke lehernya. Si cewek tampak memandang kami, anehnya matanya lebih menampakkan kebingungan daripada ketakutan, ” kalian…., apa yang kalian inginkan?” tanyanya sambil menatap kami berganti-ganti, "kalau mau uang, gih ambil saja di tas saya ini. Ambil aja semua……saya nggak apa-apa kok”. Ia menunjuk tas tangan merk versace yang sekarang terletak di meja. Si Rudi berdeham,dan mengeluarkan suara yang dibuat seperti mengancam, ” he…., kamu kira kita ini perampok kampungan apa begitu ? kita nggak perlu duitmu, tahu? Kita pingin ngerasain tubuhmu yang bahenol ini. Kita akan sedot seluruh kenikmatanmu, tahu ? jangan ngelawan !!” sambil nyerocos begitu si Rudi meluncurkan tangannya ke dada si cewek dan meremas buah dadanya dengan kasar. Aneh, si cewek sama sekali tidak menghindar. Dia diam saja ketika si Rudi meremas-remas buah dadanya yang kelihatan cukup besar. Matanya tetap memandang kami berganti-ganti. “Jadi….. jadi……kalian ingin memperkosaku ? begitu ? “ walah, to the point banget pertanyaannya. Tapi anehnya tidak ada kesan takut di wajahnya. Malah sekilas kulihat bibirnya menyungging senyum. Rudi juga tampak kebingungan melihat respons si cewek ini, sehingga ia harus berdeham dahulu sebelum menjawab :” eh…..kamu jangan norak gitu. Kalau kamu mau sama mau, kan namanya bukan diperkosa ? pokoknya kamu nurut saja, nanti tidak ada yang disakiti. Ngerti ?” Rudi membentak. Tetapi dari nada suaranya jelas bahwa bentakannya itu cuma dibuat-buat, untuk menutupi kebingungannya. Tetapi respons si cewek benar-benar mengagetkan kami. Tiba-tiba ia tertawa terkikik dan berkata ceria :” waah….. asyiikk…”. Kami berdua melongo mendengarnya. Lha, ini ada cewek mau diperkosa kok malah bilang asyik!. Belum hilang keheranan kami, tiba-tiba tanpa diduga si cewek itu menjulurkan tangannya dengan sangat cepat dan menepis pisau yang ada di tanganku. Aku dengan reflek berusaha menghidar, namun terlambat. Tangannya yang halus dan mulus itu mencengkeram pergelanganku, dan dengan kekuatan yang sangat luar biasa meremasnya. Rasa nyeri dan ngilu luar biasa menyerang pergelanganku. Aku berteriak dan menjatuhkan pisau di tanganku. Belum lagi pisau itu jatuh di lantai, si cewek dengan sigap menangkapnya dengan tangan kanannya. Rudi melongo dan terperangah melihat kejadian yang tidak diduga-duga ini. Dan sebelum dia sadar, si cewek melompat dan menendang perut Rudi sedemikian kerasnya sehingga aku mendengar suara tersedak seperti orang mau muntah. Rudi terpelanting dan terbanting menabrak tembok papan di belakangnya. Sebuah ember yang digantung di papan persis di atas kepalanya jatuh dan menghantam kepalanya. Ia jatuh terduduk dan tampak sangat pusing dan kesakitan. Si cewek kuntilanak itu terus beraksi. Ia memelintir lenganku yang masih dipegangnya, sehingga aku berteriak kesakitan. Didorongnya tubuhku sedemikian kerasnya sehingga aku jatuh berdebam ke depan. Mulutku nyungsep di lantai tanah, rasanya sakit sekali. Cewek itu terkikik-kikik (benar-benar mirip kuntilanak) dan kini ia bergerak ke dinding. Diambilnya gulungan tali sabut kelapa di dinding (biasanya dipakai si Meeng untuk tali pagar), dan dengan gerakan kilat mengikat tangan kami di belakang punggung. Aduh, kami sekarang betul-betul jadi tawanan. Si cewek itu sekarang berdiri di depan kami yang duduk menggelosor di lantai,tubuhnya yang bongsor menjulang tinggi. Ia menendang kami dengan mata liar, ” he, denger nih kalian berdua” katanya, ” kalo elu pikir bisa memperkosa gua, lo cuman ngimpi doang. Sebaliknya, gua sekarang yang akan perkosa elo” dia terkikik-kikik :” gua sudah lama berfantasi memperkosa dua cowok, nggak pernah kesampaian. Eh, sekarang ada yang menawarkan diri. Ini namanya pucuk dicinta ulam tiba. Kita mulai yok” katanya. Dan dengan gerakan sangat cepat ia membuka celana dan jaketnya. Sewaktu dia membuka jaket parasutnya, kulihat terdapat tulisan di punggung kaos t shirtnya. Dengan terkejut aku membaca :” PERGURUAN BELA DIRI …..” (aku sensor, nanti ada yang tersinggung ). Namun yang sangat mengerikan adalah tulisan di bawahnya ”PELATIH”. Aduh mak, ternyata kita mau memperkosa pelatih silat ! dasar si Rudi brengsek, mau perkosa cewek saja tidak milih-milih dahulu. Habislah sudah kita, pikirku. Dasar kita orang malang, orang celaka, orang………. “Bangun !” bentak si cewek, membuyarkan lamunanku. Ketika aku menengoknya, astaga, dia sudah telanjang bulat di depan kami. Tubuhnya benar-benar bagus, kulitnya mulus, buah dadanya yang besar tegak menantang meskipun tanpa disangga bra. Perutnya benar-benar ramping tanpa lemak, dan pahanya yang putih mulus tegak panjang seperti kaki belalang. Dan pandanganku segera mengarah ke selangkangannya : tampak segunduk kecil bulu kemaluan berwarna kehitaman, hanya sedikit saja di atas bibir kemaluannya. Bagian lain kemaluannya bersih tanpa bulu, berwarna kemerahan dan sangat mulus. Aduh, dalam keadaan biasa aku pasti sudah konak setengah mati. Tetapi dalam kondisi sekarang, rasanya sulit untuk sekedar membangkitkan nafsu. Apalagi di tangan si kuntilanak itu masih tergenggam pisauku yang terhunus. Rudi seperti dicocok hidungnya menuruti perintah si dewi kuntilanak itu. Dengan susah payah ia mengangkat badannya sehingga kini ia dalam posisi duduk menggelosor di lantai. Wajahnya penuh ketakutan menunggu apa yang akan terjadi. Cewek itu tertawa terkikik kikik melihat ekspressi Rudi, yang bercampur antara memelas dan takut. Tangannya mengelus-elus rambut Rudi yang ikal :” jangan takut sayaaang…….aku Cuma mau kamu menghisap kenikmatanku kok” katanya, menirukan ancaman kami tadi. Tiba – tiba ia menarik rambut Rudi ke belakang sehingga wajahnya mendongak :” sekarang, kalau kamu mau menghisap kenikmatanku, nih….hisaplah”. Ia bergerak ke depan, ke kepala Rudi. Tangan yang satu tetap menarik kepala Rudi ke belakang, sedang tangan lainnya meraba ke kemaluannya yang kini hanya beberapa senti saja di depan wajah Rudi. Jemarinya yang lentik dan mulus dengan lembut membelai-belai bulu kemaluannya yang tidak begitu lebat itu, dan akhirnya jari tengah dan telunjuknya membuka bibir kemaluannya lebar-lebar. Aku dapat melihat bagian dalam kemaluannya yang sangat merangsang, berwarna merah muda dan tampak basah. Ia merendahkan badannya sehingga kini kemaluan itu benar-benar menempel di mulut Rudi. Kulihat mata temanku membelalak, napasnya megap-megap karena sulit menarik udara bebas. Hidungnya tersumbat oleh kemaluan cewek ganas itu. “ Ayoo, monyong, cepetan keluarkan lidahmu” kata si cewek memerintah. Napasnya juga kedengaran memburu, tampaknya ia sangat terangsang. Kulihat Rudi menuruti perintahnya, menjulurkan lidahnya panjang-panjang dan mulai menyapukannya ke bibir dan bagian dalam kemaluan si cewek itu. Pemandangan selanjutnya sungguh menakjubkan (sekali lagi, dalam situasi lain aku pasti sudah sangat terangsang ). Si cewek menggerak-gerakkan pinggulnya ke depan dan ke belakang, sehingga kemaluannya bergesekan lebih keras dengan lidah Rudi. Mulutnya mendesis – desis menahan kenikmatan, ” ooh….hebat kamu. Terus, jilatiin….masukin lidahmu ke dalam lobangku”. Rudi tampaknya menurut, ia menegangkan lidahnya dan mengarahkan ke lobang kemaluan si cewek. Kini gerakan si kuntilanak berubah, tidak maju mundur lagi tetapi ke atas dan ke bawah. Aku melihat lidah Rudi keluar masuk lobang kemaluannya, yang semakin lama tampak semakin basah, "aaah…. enak, enak,…. lidahmu enak. Ayo terus”, desah si cewek tidak terkontrol lagi. Tangannya yang memegang kepala Rudi tampak bergetar, dan akhirnya pisau yang digenggamnya jatuh berdenting ke lantai. Kesempatan bagus, pikirku. Aku mulai bergerak ke arah pisau itu, tetapi langsung berhenti karena si cewek memandangku dengan pandangan penuh ancaman. Tanpa menghentikan goyangannya, ia mendesis padaku :” awas, jangan coba yang aneh-aneh. Gua akan gorok leher lo kalau berani-berani ambil itu pisau “. Mendengar ancaman itu langsung nyaliku ciut dan kuurungkan niatku. Tampaknya si cewek sudah puas dilayani oleh lidah Rudi. Ia mengangkat pinggulnya dan berhenti sejenak dengan napas tersengal-sengal, ”Huaaduuh… enak sekali. Tetapi aku belum keluar nih. Kamu harus bikin aku keluar yah.” Dan dengan berakhirnya perkataan itu, sekali lagi ia merendahkan tubuhnya dan menempelkan kemaluannya ke mulut Rudi. Kali ini benar-benar menempel, tidak ada ruang sedikitpun untuk bernapas bagi si Rudi. Si cewek menggerakkan pinggulnya ke depan dan kebelakang dengan cepat dan liar, ”sekarang hisap. Ayo hisap!” perintahnya pada si Rudi. Temanku yang malang itu tidak bisa mengelak lagi, disedotnya kemaluan si cewek begitu rupa sehingga kulihat pipinya cekung ke dalam :” aaghh….hisap terus. Monyet, mulutmu enak sekali “ si cewek benar-benar kehilangan kontrol, seluruh tubuhnya yang telanjang bergoyang-goyang dan bergetar, merasakan rangsangan yang sangat hebat di kemaluannya. Akhirnya, tak lama kemudian, ia mengejan dan mengeluarkan teriakan yang (benar-benar) keras. Mulutnya mendongak ke atas :” aaaww….. aku keluaar….. auuu…” aduh, kalau saja gubuk si Meeng ini tidak begitu jauh dari rumah penduduk, pasti suara teriakan itu akan terdengar. Tapi namanya juga gubuk di tengah lapangan bola, sudah hampir tengah malam lagi, pasti tidak ada yang mendengar. Aku melihat si cewek sekarang berdiri tegak ( aduh, siapa sih namanya? Penasaran betul aku untuk mengetahuinya ). Wajahnya merah, napasnya terengah-engah. Buah dadanya yang tegak menantang tampak semakin tegak, kedua putingnya yang berwarna coklat kemerahan tampak tegang karena terangsang. Kedua tangannya mengelus-elus kemaluannya, yang kini tampak sangat basah, belepotan dengan air maninya yang menetes-netes ke bawah. Aduh mak, belum pernah aku melihat wanita orgasme dengan cairan sebanyak itu ! aku melihat wajah si Rudi, yang tetap mendongak ke atas. Astaga, wajahnya (bukan Cuma mulutnya lho) benar-benar belepotan dengan cairan orgasme si cewek. Ekspresi wajahnya sungguh tidak bisa ditebak, antara bingung, takut, tetapi (tampaknya) juga sangat terangsang. Matanya nanar dan terus memandang kemaluan si cewek yang sekarang agak jauh dari wajahnya. Ia tampaknya juga mendambakan sesuatu yang lebih dari barang indah yang baru saja dikulumnya tadi itu. Si cewek tersenyum melihat ekspresi si Rudi :” kamu puas juga yah? Kamu minta lagi ?” tanyanya genit. Rudi diam saja. Ia malah pelan-pelan menurunkan pandangan matanya dan menundukkan kepalanya. Si cewek tampaknya tersinggung melihat itu :” kamu nggak suka yah ? kurang ajar kamu, dasar cowok pemerkosa sialan !” dan…plaaak…..sebuah tamparan yang sangat kuat mendarat di pipi Rudi. Temanku yang malang itu berteriak, dan terjengkang ke belakang. Tangannya yang masih terikat di punggung menyebabkan ia tidak dapat berbuat apa-apa untuk melawan. Kini ia telentang tanpa daya di lantai tanah yang kotor. Si cewek sekarang melompat dengan ganas, mengangkang di atas tubuh Rudi yang telentang. Sekali lagi kemaluannya mendekati wajah Rudi :” kalau kamu nggak puas sama yang tadi, nih…nih…gua kasih yang lain….yang lebih banyak”. Dan astaga, kulihat cairan deras keluar dari kemaluannya, menyemprot ke wajah Rudi. Si kuntilanak itu kencing ! kulihat wajah temanku yang malang itu bergerak ke kiri ke kanan, berusaha menghindari semburan cairan yang menyemprot itu. Tetapi tentu saja tidak berhasil. Akhirnya ia pasrah, diam saja sambil menutup matanya. Kulihat wajahnya lucu sekali, seperti hampir menangis. Si cewek itu tetap berdiri di atas kepala Rudi, mulutnya terkikik-kikik melihat wajah Rudi yang serba memelas :’haaah…rasain lo ! dikasih yang enak pura-pura nggak suka…..sekarang gua kasih yang super pesing dan asin…” kemudian ia bergerak menjauh, kakinya menendang kepala Rudi yang masih telentang :” tuh, tidur sana. Sementara gua udah abis sama elo”. Si cewek sekarang memutar tubuhnya, dan dengan ngeri kulihat ia memandang wajahku dengan penuh nafsu :” masih ada satu lagi nih, makanan gua” katanya. Tangannya mengambil lagi pisau yang tadi terjatuh kelantai, dan dengan langkah pelahan berjalan ke arahku. Aku serasa melihat seorang algojo datang, siap mencabik-cabik tubuhku yang malang ini. “ Ja…jangan mbak…” kataku ketakutan, ketika ia telah mencapai tubuhku. Ia memandang heran :”lho, emangnya kenapa? Aku juga mau memberimu kenikmatan kok.” Katanya sambil terkikik (sungguh, ketawanya itu mengingatkanku pada ketawa kuntilanak di film ). Ia membungkuk, mengelus-elus kepalaku (aku masih duduk menggelosor di lantai). Dipandanginya wajahku dengan teliti :” kamu orang Arab ya?” tanyanya tiba-tiba. Wah, aneh juga pertanyaanya. Aku menjawab dengan suara gemetar :’ bu…bukan mbak. Tapi kakekku memang turunan India” aku jujur saja. Memang wajah dan penampilanku menampakkan aku bukan orang pribumi asli. Ia terkikik lagi :” naah…benar kan dugaanku. Arab kek, India kek…..pasti kamu punya kelebihan. Kontolmu gede kan ?” walah, pertanyaannya bener-bener jorok. Aku coba menyengir :” eeh….soal itu, mbak lihat sendirilah. Selera orang kan berbeda-beda”. Ia mengangguk-angguk, dan akhirnya keluar perintahnya, ” berdiri kamu !” Nah, ini dia, saat perkosaanku sudah tiba. Dengan gemetar dan susah payah aku berdiri. Tanganku yang masih terikat di belakang punggung sungguh membuat gerakanku terbatas. Kini aku sudah berdiri tegak, berhadapan dengannya dalam jarak beberapa puluh senti. Aduh mak, ia betul-betul cantik. Wajahnya agak mirip bintang film Tamara Blezinski. Baru dapat kulihat kelebihannya setelah ia berdiri sedekat ini denganku. Ia telanjang bulat, memperlihatkan seluruh keindahan tubuhnya. Aku masih berpakaian lengkap, baju dan celana jeans. Sepintas aku membaui parfum tubuhnya. Aku merasa mulai terangsang. Ia memandang tubuhku lekat-lekat :” gua pingin ngerasain kontol elo. Jangan menolak atau bikin macem-macem. Gua tusuk entar perut elo”. Ia mengacungkan pisaunya ke wajahku. Walah, hilanglah sudah rangsangan yang tadi sempat timbul. Rupanya si kuntilanak ini memang benar-benar menyukai melihat lawan mainnya menderita. Ia tidak mau melihat lelaki yang disetubuhinya merasa menang atau menggagahinya. Matilah aku. “ Gua buka bajumu” katanya. Dengan cepat ia membuka kancing bajuku, sehingga dadaku yang berbulu lebat tampak keluar (aku tidak pakai kaos dalam). Ia memandang dengan kagum, dirabanya bulu dadaku dengan jemarinya yang panjang :” ck…ck…ck…hebat sekali. Gua benar-benar dapat makanan enak malam ini “ katanya. Kemudian tangannya dengan cepat beralih ke celanaku, membuka ritsletingnya dan gerakan kilat memelorotkan celanaku bersama dengan celana dalamnya sekalian. Sekarang aku berdiri telanjang, baju terbuka dan celana yang sudah diturunkan sampai mata kaki. Kemaluanku yang memang (sangat) besar tampak menggantung layu,kepalanya yang berwarna kemerahan tampak mengeriput. Si cewek berteriak kagum melihatnya :”waaw….bener perkiraanku. Kontolmu besaar banget !” ia sekarang berjongkok dihadapanku, tepat di depan kemaluanku. Tangannya yang tidak memegang pisau memegang-megang, mengelus dan memijit-mijitnya :’ kalo masih tidur aja sudah segini, berapa besarnya kalau ngaceng?” ia mengangkat kemaluanku sehingga tertarik ke depan :” aku bangunin yah” katanya. Dan tanpa bicara lagi, dibukanya mulutnya dan dimasukkannya kemaluanku ke dalamnya. Dihisapnya kemaluanku dengan kuat, lidahnya menjulur menyelusuri batangnya dan bibirnya yang mungil dan seksi digerak-gerakkannya kedepan dan ke belakang. Sensasinya sungguh luar biasa. Aku merasa mulai terangsang hebat, tetapi….mataku beralih ke tangannya yang lain. Pisau yang berkilat itu masih tergenggam erat, dan meskipun ia sibuk mengulum kemaluanku tetapi ia tetap tidak lupa mengarahkan pisau itu ke perutku (mungkin ia kuatir juga kalau aku melawan atau menendangnya ). Melihat itu, plaas…hilanglah sensasi rangsangan itu. Rasa takut kembali mencekamku. Kontolku yang hampir sempat menegang di dalam mulutnya, melayu kembali. Dia rupanya merasakan perubahan itu. Dia menggerakkan mulut dan lidahnya semakin kuat, dibantu jari-jarinya mengocok pangkal kemaluanku yang masih ada di luar mulutnya. Tetapi, dasar namanya orang ketakutan, aku sama sekali tidak terangsang. Kemaluanku layu saja di dalam mulutnya, malah semakin lama semakin mengecil. Si cewek tampak makin kesal dan marah melihat itu. Diludahkannya kemaluanku dari dalam mulutnya dan mengomel :” kamu gimana sih ? udah capek gua sepong belum juga bangun ! he…..kamu impoten ya? Bilang terus terang,biar nggak salah kalau aku tusuk kontolmu abis ini.” Aduh, aku benar-benar takut sekarang. Daripada terjadi apa-apa, aku bilang jujur saja :” mbak, bukannya aku impoten. Masalahnya….. aku serem sekali mbak. Bagaimana aku bisa terangsang kalau pisau mbak nempel terus di perut. Coba dirangsang yang bener gitu, aku pasti tegang”. Kulihat si cewek memandang wajahku (dia tetap berlutut di depanku). Kulihat matanya, tampaknya dia mengakui kebenaran alasanku itu.”Gitu ya?” katanya. Dia menelan ludah, menarik napas dan pelan-pelan berdiri. Pisau yang dipegangnya dilemparkan jauh-jauh ke sudut rumah :’ ya udahlah. Sekarang gua pakai cara yang lain” katanya. Ia kembali berdiri di depanku, hanya berjarak beberapa sentimeter dari tubuhku. Kini wajahnya berubah sama sekali lain. Kalau tadinya tampak serem dan sangar penuh nafsu binatang, kini berubah menjadi sayu, sendu dan tampaknya sangat mendambakan kenikmatan dariku. Matanya sayu. Aduh, sungguh dia tampak semakin cantik. Dia mendekatiku, mengelus rambutku dan mendekatkan bibirnya ke bibirku. French kiss nih, pikirku. Kusambut mulutnya dengan mulutku, dan sedetik kemudian lidah kami bergumul dalam ciuman. Napas kami memburu. Buah dadanya menggesek-gesek dadaku, putingnya bergesekan dengan putingku (tinggi kami hampir sama). Di bagian bawah kurasakan bulu kemaluannya bergesekan dengan batang kemaluanku, terasa hangat dan basah. Aku mendesah. Dia sungguh luar biasa. Dalam sekejap ketakutanku hilang dan nafsuku mulai naik. Ciuman si cewek sekarang beralih dari mulutku, berpindah ke telinga, leher, dan terus menurun ke dadaku. Dihisapnya putingku berganti-ganti kiri-kanan, sementara tangannya mengelus-elus dadaku yang berbulu. “ Aaah….” Aku mendesah. Ia memandang wajahku :” mulai terangsang yah? Bohong apa beneran?” tanyanya dengan nada lucu:” beneran mbak” kataku :” tuh lihat, kontolku sudah mulai tegak.” Ia memandang ke bawah, melihat kemaluanku yang mulai bangun :”iya yah” katanya gembira :” sekarang gua tegangin maksimal yah. Lihat ini”. Dia duduk berlutut, mulai menciumi perut dan pusarku. Dengan sangat akhli ia menghisap dan menjilat bagian perutku, menimbulkan getaran rangsangan yang sangat hebat. Jilatannya semakin turun dan kini mulutnya sibuk menciumi bulu-bulu di pangkal kemaluanku. Ditarik-tariknya bulu itu dengan bibirnya, sambil mulutnya terus menggeram-geram seperti orang gemas. Kini aku benar-benar terangsang. Kakiku bergetar, kemaluanku perlahan-lahan menegang dan kini hampir berdiri tegak seratus persen. Warna batang kemaluanku yang kehitaman, dengan kepala berwarna kemerahan dan otot-otot yang semakin menonjol tampak kontras dengan warna kulit pipi si cewek yang putih mulus dan berkali-kali bergesekan dengan batang kemaluanku itu, ketika dia sibuk menjilati dan menarik-narik bulu kemaluanku. Dia memandang kemaluanku yang sudah tegak seperti tiang bendera itu dengan selera besar :” gitu dong sayang, itu baru namanya cowok yang baik….sekarang gua terusin rangsangannya yah.” Ia memegang kemaluanku, kukira akan dikulum di mulutnya. Tetapi ternyata tidak, ia mendekatkan kemaluanku ke buah dadanya yang montok, putih dan tegak itu. Digesek-gesekkannya kemaluanku ke putting susunya berganti-ganti, sehingga putting itu semakin menegang kecang. Kemudian ia menekan kepala kemaluanku ke putting susunya sehingga putting itu tertekan ke dalam buah dadanya. Kemudian ia menggerak-gerakkan batang kemaluanku dengan gerakan memutar sehingga gesekannya semakin keras. Aku mengerang keenakan. Ia memandang wajahku dengan pandangan puas, bangga atas kemampuannya membangkitkan nafsu laki-laki yang baru beberapa menit lalu masih mengkerut ketakutan. Kini ia menjauhkan diri sedikit dariku, dan memegang paha kiriku :” buka kakimu sayang” desisnya, suaranya tampak penuh rangsangan. Ia membantu mengangkat kaki kiriku, dan dan kakiku ditumpangkan ke kursi reyot di sebelahku. Kini batang kemaluanku tegak bebas ke depan, dan kedua bolanya menggantung bebas pula. Si cewek ini bergerak, merunduk ke bawah dan menyungkupkan kepalanya ke bawah selangkanganku. Aku tidak bisa melihat apa yang dilakukannya, tetapi kurasakan jilatan lidahnya menyapu bagian bawah tubuhku, di antara lobang dubur dan bola kemaluanku. Lidahnya terus bergerak dengan akhli ke arah kedua bola itu, dijilatinya berganti-ganti dan akhirnya dikulumnya dengan kuat sehingga kudengar suara berkecipak. Aku semakin terangsang, hingga terasa seluruh tubuhku bergetar. Aku mendesis :” mbak…mbak….kulum kemaluanku dong…..aku pingin sekali….” Aku sama sekali lupa bahwa aku dalam posisi diperkosa, kedua tanganku masih terikat. Yang kulihat di depan mataku adalah seorang wanita yang sangat cantik sedang sibuk menjilat dan menghisap bagian bawah tubuhku dengan nafsu bergelora. Ia mendengar pemintaanku dan tampaknya akan meluluskannya. Dilepaskannya kulumannya dari bola kemaluanku, dan kini ia duduk bersimpuh di depanku. Kepalanya mendongak ke atas, matanya setengah terpejam. Dia membuka mulutnya lebar-lebar :” gih masukin burungmu ….” Katanya :” jangan takut, enggak akan gua gigit kok”. Ia masih juga sempat bercanda. Aku merendahkan badanku ( aduh, tanganku yang terikat ini benar-benar mengganggu). Aku arahkan kemaluanku ke mulutnya yang terbuka lebar, dan dengan pelan-pelan mendesakkannya ke dalam. Si cewek tetap membuka mulutnya lebar-lebar, matanya semakin terpejam. Ketika ia merasakan kemaluanku memasuki mulutnya, ia bersuara dengan manja :” aaa….” Katanya. Terus dan terus ia mengeluarkan suara itu, sampai aku menghentikan tusukan kemaluanku karena aku merasa sudah menyentuh ujung kerongkongannya. Aku diam menunggu reaksinya. Ia tidak menutup mulutnya, tetapi lidhnya mulai bergerak, menyelusuri batang kemaluanku yang berada dalam mulutnya. Dipermainkannya batangku dengan lidahnya, digulirkan ke kiri kanan dan ditekan-tekannya ke dinding mulutnya di kiri dan kanan. Terasa hangat, basah dan sangat merangsang. Kemudian ia menekan batangku dengan lidahnya hingga menekan langit – langit mulutnya, dan ia mulai menggerakkan kepalanya kemuka dan kebelakang. Aakhh…..kenikmatan yang tiada tara. Aku hanya dapat mendesisi-desis menikmati rangsangan ini, dan ikut menggerakkan pinggulku ke depan dan ke belakang mengikuti irama goyangan kepalanya. Selanjutnya si cewek mulai mengatupkan bibirnya, dan kemaluanku terasa dihisap ke dalam : ” uummm….” Gumamnya manja, ketika ia mulai menyedot dengan kuatnya. Lidahnya terus saja menari-nari, menggesek sekujur batang kemaluanku. Aku tak tahan lagi. Terasa ada desakan kuat dari dalam batang kemaluanku. Celaka, aku akan keluar ! wah, daripada salah lagi, aku segera mengumumkannya kepada si cewek :” mbak, mbak, aku sudah mau keluar. Aku nggak tahan lagi….” Erangku.kepalaku memutar ke muka dan kebelakang, menahan rangsangan yang sangat hebat itu. Mendengar kata-kataku, si cewek tia-tiba melepaskan kulumannya :” eeh….nanti dulu” katanya :” gua masih pengen ngerasain kontolmu. Jangan keluar dulu dong”. Ia cepat cepat berdiri dan mengeluarkan komandonya lagi :” sekarang kamu telentang….cepat,cepat!”. Aku berusaha mematuhinya, tetapi karena tanganku diikat di belakang aku hampir kehilangan keseimbangan. Untung, sebelum jatuh si cewek memegang tubuhku dan membantuku tidur telentang. Setelah aku siap, dia memandang kemaluanku yang tetap tegang dan mencuat ke atas hampir tegak lurus :” sekarang gua mau ngewe kamu” katanya :” rasain yah”. Sambil berkata begitu, ia berjongkok di atas tubuhku dan mengarahkan kemaluanku dengan tangannya ke arah lobang kemaluannya. Vagina yang indah itu merekah dan memerah, siap menerima tusukan kemaluanku. Dia memasukkan batangku ke lobang kemaluannya, dan mulai berusaha menekan ke dalam. Dan pada saat itu aku merasa sangat takjub. Lobang kemaluan kuntilanak ini kecil sekali ! tampak ia sangat susah payah memaksakan kontolku untuk masuk, wajahnya memerah dan mulutnya mendesah-desah tidak karuan. Aduh….kemaluanku rasanya seperti diperas. Belum pernah aku merasakan lobang kemaluan sekencang ini. Dahulu di kampung aku pernah menyetubuhi si marni, teman sekelasku di SMA. Dia masih perawan, tetapi toh lobangnya tidak seperet ini. Sungguh luar biasa. Aku merasa di sepanjang dinding vaginanya terdapat tonjolan-tonjolan melingkar yang menggesek batangku. Sensasinya sungguh luar biasa. Aku harus dengan susah payah menahan muncratnya maniku. Aku berusaha menahannya dengan cara memikirkan hal-hal lain selain seks. Akhirnya dia berhasil menusukkan seluruh kemaluanku.” Aahh…” desisnya puas. Ia menghentikan tekanannya, dan kini ia duduk berjongkok di atas badanku. Ia menundukkan kepalanya, mencoba melihat batang kemaluanku yang sudah melesak ke dalam lobang kenikmatannya. Jari-jarinya yang lentik mengelus pangkal kemaluanku yang masih ada di luar, dan mengelus – elus bibir kemaluannya yang sekarang terbelah lebar karena desakan senjataku. “ Ck…ck…” gumamnya kagum :” barang segede ini kok ada di dunia ya. Apa nggak sobek memekku ini?” tanyanya dengan manja. Ia memandang wajahku dan tersenyum manis. Hilanglah sudah wajah kuntilanak pemerkosa, kini kulihat wajah wanita cantik yang sedang dalam kebersamaan denganku menggapai kenikmatan duniawi. Rasanya hampir aku jatuh cinta padanya.” Aku mulai yah” katanya. Ia menelungkupkan tubuhnya di atas badanku, dan kini mulai menaik turunkan pinggulnya dengan berirama. Aku hanya bisa diam dan menikmati. Rasanya aku ingin memeluk tubuhnya, meremas buah dadanya yang kini menggantung di atas dadaku, melumat bibirnya…….tapi apa daya, tanganku masih terikat di punggung. Aku mau minta dibukakan, tetapi rasa takut masih tersisa di benakku. Jangan-jangan dia marah….lebih baik aku diam sajalah dan menikmati apa yang dilakukannya. Si cewek menggerakkan tubuhnya dengan semakin liar. Kadang-kadang ia menegakkan tubuhnya dan menggenjot kemaluanku dengan gerakan ke atas dan ke bawah. Kadang-kadang kalau sudah lelah, dia menelungkupkan lagi tubuhnya di atas tubuhku. Aku hanya bisa diam. Akupun hanya bisa menurut ketika ia menyodorkan buah dadanya ke mulutku :” nih, bisa nggak kamu isep….enak lho”. Ya, tentu saja enak dan memang itulah keinginanku. Jadi meskipun dengan susah payah, kuangkat kepalaku dan kuhisap putting kemerahan yang tegak di depan mulutku itu. Dia membantu dengan mengangkat kepalaku dan mengarahkan agar buah dadanya menekan mulutku. Mulutnya mendesah kenikmatan. Pinggulnya terus begoyang, kemaluannya semakin basah sehingga dapat kudengar suara berkecipak ketika ia kemaluanku bergesekan dengan dinding vaginanya. “ aaggh…. auukhh…. enak sekali, mas” (astaga, dia sekarang memanggilku mas). :” terusiin…. dalemiin…. aku mau keluuuaarr…. auuu…” keluar lagilah teriakan tarzannya yang terkenal, berkumandang ke seluruh gubuk kecil ini. Tubuhnya semakin bergoyang tidak karuan, dan akhirnya ia menjatuhkan badannya ke atas badanku :” aku keluar…aku keluar….uuhh…” napasnya tersengal-sengal seperti kuda habis ikut balapan. Kukecup keningnya, hampir hampir dengan perasaan sayang. Kurasakan cairan sangat banyak berleleran keluar dari lobang kenikmatannya, meleleh hingga ke bola kemaluanku. Setelah mengatur napasnya, ia memandang wajahku. Dielusnya dahiku yang juga berleleran keringat :” kamu belum keluar ya?” katanya penuh sayang (wah,rupanya dia juga lupa lagi memperkosa). “ belum mbak..” kataku. Aneh juga, kemaluanku yang tadinya hampir muncrat sekarang masih tetap tegak perkasa. Si cewek tersenyum :” aku kasih kamu hadiah khusus, karena aku puas banget tadi. Kamu mau keluar dalam memekkku atau di mulut?” waduh, dua tawaran yang sama sama nikmat. Aku menyengir:” dua-duanya saja mbak. Keluar di memek dulu lalu mbak isep. Mau?” dia memijit hidungku dengan manja:” curang kamu. Maunya enak sendiri”. Aku terus menggoda:” mau nggak?” tanyaku sambil ketawa. “ Mauu…” jeritnya. Dan setelah itu, ia mulai menggenjot lagi. Kemaluanku mulai keluar masuk lagi dalam lobang kemaluannya, bergesekan dengan tnjolan-tonjolan nikmat di sekitar dindingnya. Gerakannya tidak terhambat lagi, karena kemaluannya sudah sangat basah. Digoyangnya pinggulnya dengan berirama, ke kiri, ke kanan, ke atas, ke bawah. Setelah sepuluh menit, aku merasa sesuatu mendesak dalam kemaluanku. Nah, ini dia :” mbak, mbak…” kataku:” aku sudah mau keluar…cepetin…” ia membuka mata mendengar eranganku itu (selama ini dia menutup matanya menikmati permainan kami). “ beneran?” katanya bergairah. Tiba-tiba dia menegakkan badan, dicopotnya kemaluanku dari lobangnya begitu cepat sehingga terdengar suara “plop”. Dia mengangkat badannya dan dengan cepat memegang kemaluanku yang sudah sangat basah kuyup dengan lendir :” mana?” katanya gemas :” kok belum keluar? Ini kan lendir gua, bukan punyamu”. Sambil berkata begitu, ditundukkannya kepalanya dan dimasukkanlah seluruh kemaluanku ke mulutnya. Betul-betul seluruh, pembaca yang budiman, karena sudah tidak ada lagi sisa batangku yang ada di luar. Bibirnya sudah bergesekan langsung dengan bulu di pangkal kemaluanku. Aku merasa kepala kemaluanku bukan hanya menyentuh ujung kerongkongannya, tetapi sudah betul-betul masuk ke kerongkongan itu sendiri ( kok dia tidak muntah ya? Pikirku). Dengan kondisi seperti itu, ia mulai lagi dengan tarian lidahnya, menggesek seluruh permukaan batangku. Digigit-gotnya dengan halus, sambil mulutnya mengguman tidak jelas. Aku tak tahan lagi. Kupandang wajah cantik itu dari posisiku yang masih telentang. Matanya yang setengah terpejam, pipinya yang mulus tampak cekung karena sedang sibuk menyedot barangku, dan bibir merahnya yang seksi tampak sedang melingkari pangkal batangku dengan ketat…….aku mengangkat pantat sedikit, dan crooot….crooot…..muncratlah seluruh tangki maniku di dalam mulutnya. Banyak sekali ! ku lihat ia tersedak menahan semburan air hangat itu, tetapi dia tetap berusaha menampungnya. Dia tetap mengisap kemaluanku hingga semprotan terakhir keluar. Kulihat ia berusaha menelan maniku tanpa melepaskan batangku dari mulutnya. Tampaknya dia berhasil (tidak ada sedikirpun yang meleleh dari mulutnya!). batangku tetap dikulumnya, seakan dia merasa sangat sayang melepaskannya. Akhirnya kemaluanku mulai mengecil, semakin kecil hingga akhirnya lepas sendiri dari mulutnya. Dia tampak sangat puas. Dipalingkannya wajahnya ke arah wajahku, napasnya tampak tersengal-sengal dan kulihat bibirnya yang indah berlepotan dengan air maniku yang rasanya sudah kusemprotkan berliter-liter banyaknya di dalam mulutnya. Dia tersenyum manis :” hebat….hebat deh kamu….kontol gede, mani banyak dan kental banget……luar biasa “ katanya dengan napas tersengal sengal. Dipandanginya kontolku yang sudah layu dengan pandangan kagum. Dielus-elusnya barang kebanggaanku yang sudah menganggur selama dua tahun itu, dicium-ciumnya dengan gemas. Aku mulai terangsang lagi. Kemaluanku mulai berdiri tegak. Si cewek kuntilanak itu memandang dengan geli, dan menjentikkan jarinya ke batang kemaluanku :” maunyaa….gitu aja sudah ngaceng lagi. Nggak usah ya. Gua udah puas banget.” Sambil berkata begitu ia berdiri dan melangkah menjauh. Ia berjalan ke arah meja, mengambil rokok Marlboro dari dalam tasnya dan menyalakannya sebatang. Ia berjalan mengitari kami yang masih menggelosot di lantai, tetap telanjang bulat : ” tentu kalian heran ya, kenapa aku melakukan ini “ katanya. Nada suaranya kini berubah serius. Aku tak tahan lagi menahan keingin tahuanku, dan bertanya :” mbak ini siapa sih namanya?”. Ia tersenyum manis memandangku (aduh, dia benar-benar cantik) :” namaku Brunnhilde. Papaku orang Jerman, mamaku orang sini asli. Aneh ya namaku?” aku cuma mengangguk :” papaku pecinta opera Wagner, jadi ia mengambil nama salah satu tokoh operanya untuk namaku. Brunnhillde, dewi pujaan para ksatria Teutonik”. Wah, udah nggak nyambung aku. Kalau soal dangdut sih aku paham. Kalau opera ? Si cewek kuntilanak itu menarik napas dalam-dalam, dan duduk di kursi reyot tepat di depanku. Kakinya mengangkang lebar-lebar sehingga aku dapat melihat dengan jelas bibir kemaluannya yang hampir bebas bulu itu, merekah dengan indahnya. Aku hampir tidak dapat menahan nafsuku yang mulai menaik kembali. Ia mengulaikan kepalanya ke belakang, rambutnya yang kecoklatan tergerai dengan indahnya :” aah…” katanya mendesah. Wajahnya tampak menerawang, seperti mengingat masa lalu yang gelap :” nasibku buruk…buruuk sekali…” desahnya :” aku ingat sepuluh tahun yang lalu, pas waktu malam seperti ini, di sebuah flat di kota Wasenaar….aku diperkosa oleh lima orang cowok bergajulan. Bayangkan, aku baru umur lima belas tahun waktu itu” jadi dia sekarang berusia dua puluh lima tahun, pikirku . Dia melanjutkan :” kaki tanganku diikat, aku dipaksa mengisap lima batang kemaluan yang nggak ketulungan gedenya, disuruh menelan muncratan air mani mereka semua,dikencingin….” Dia menutup mata, menggeleng-menggeleng :” tiga cowok menusuk kontolnya sekaligus, satu di memekku, satu di pantat dan satu di mulut. Memuakkan sekali. Aku benci…benciii….” Tubuhnya yang indah kini bergetar dan bergoyang-goyang. Aku baru sadar sekarang kalau cewek ini sedang mengalami goncangan jiwa yang berat. Aku kasihan kepadanya. Ia terus melanjutkan ceritanya, matanya tetap menerawang ke atas :” sejak saat itu aku benci laki-laki. Aku selalu menghindar berhubungan dengan laki-laki, dan lebih suka berhubungan dengan sesama cewek. jadi lesbian ternyata lebih enak dan nikmat.” Tanpa sadar ia mengelus-elus kemaluannya, sepertinya ia mengingat pengalaman lesbinya :”tapi aku masih dendam. Aku masih ingin memperkosa laki-laki, seperti aku dahulu telah diperkosa. Aku ingin melihat mereka ketakutan, memohon-mohon kepadaku…dan aku dapat memuaskan nafsuku” ia sekarang memandang kami :” eh….siapa kira saat ini keinginanku itu terkabul? Sudah tujuh tahun aku balik ke Indonesia, ikut perguruan silat milik pamanku. Aku pingin dengan kepandaian silatku aku akan menaklukkan laki-laki. Hi hi hi…sekarang sudah kesampaianlah semuanya.” Ia tiba tiba berdiri dan mendekatiku. Dielusnya kepalaku dengan perasaan sayang :” tapi, ternyata yang kudapat lebih dari yang kuharapkan. Bukan hanya balas dendam, tetapi kepuasan seks sepenuhnya. Terima kasih ya sayang” katanya padaku. Dan tiba-tiba ia merendahkan tubuhnya dan menekankan kemaluannya ke wajahku. Wah, mulai lagi nih, pikirku. Aku tidak menolak bahkan dengan beringas aku mulai menjilati kemaluannya yang sangat merangsang itu. Seks oral yang kulakukan ternyata membuatnya menggelinjang tidak karuan. Aku sudah tidak memperdulikan lagi teknik-teknik untuk memuaskan pasangan dengan cara itu, aku seruduk saja mulutku dan kumainkan lidahku dengan tidak beraturan di bibir luar kemaluannya,mendesak ke dalam lobang kemaluannya dan mempermainkan kelentitnya yang sudah sangat menegang. Aku betul-betul seperti kesetanan. Dengan menggeram – geram aku meremas kemaluan cewek itu dengan mulutku, tidak kuperdulikan lagi bau anyir dan pesing yang timbul dari kumpulan berbagai cairan yang melengket di sana- air maniku, cairan vaginanya, ditambah air kencing yang tadi disiramkan ke muka Rudi – semuanya hilang dari benakku. Yang kupikirkan adalah kelezatan dan kenikmatan menggumuli alat kelamin seorang wanita sangat cantik yang sekarang tersedia gratis bagiku. Demikian terangsangnya aku, sehingga aku tidak lagi menyadari bahwa suara dan erangan si wanita itu sudah berubah. Bukan lagi erangan kenikmatan, tetapi lebih seperti raungan orang gila – ia melenguh dan berteriak, menggoyangkan pinggulnya sehingga memeknya bergesek semakin keras ke bibirku. Tangannya menjambak rambutnya sendiri dan ditarik tariknya seperti orang kesetanan. Akhirnya, ” aakhh……haarrghh……. aku keluaaarr…keluaaarrr….!!” Teriakannya sungguh keras, sehingga aku tersadar dari lamunan nafsuku. Kulihat tubuh yang berdiri di atasku itu menegang kencang, dan crooot………muncratlah air kenikmatannya di wajahku, begitu banyak sehingga aku bingung apakah ini air mani atau air kencing. Aku tergagap-gagap dan mencoba menelannya sebanyak mungkin, tetapi tidak bisa….aku akhirnya hanya bisa pasrah saja menerima semburannya, sama seperti si Rudi tadi. Si Brunnhilde ( bener nggak aku nulisnya ) tampak sangat puas. Ia terkikik-kikik tidak terkendali, dan ketika aku menengadahkan wajahku, dengan terkejut kulihat sederet senyuman setan di wajahnya yang cantik. Dia bukan lagi si cewek ganas yang kulihat sebelumnya, tetapi di matanya terlihat sinar dendam yang menyeramkan. Napasnya memburu dan kulihat air liur menetes dari pinggir bibirnya. Dia benar-benar gila ! aku sampai terpana memandangnya, hingga beberapa saat sebelum kesadaranku kembali. Dengan cepat, aku berusaha menarik kepalaku dari jepitan selangkangannya, tapi…..terlambat !! Kakinya yang jenjang tiba-tiba mengatup di sekeliling kepalaku. Aku tersedak kaget, karena praktis seluruh wajahku terbenam di kemaluannya. Hampir-hampir aku tidak bisa bernapas. Kugoyang kepalaku, dengan kuat berusaha melepaskan diri, namun gagal ! jepitan kakinya luar biasa kuatnya ( baru kuingat dia pelatih silat ) sehingga semua usahaku untuk melepaskan diri jadi sia-sia saja. Kudengar suara ketawanya mengikik :”rasain….rasaiiin…” jeritnya :” elo kira gua mau lepasin elo begitu saja ? dasar laki-laki, pemerkosa wanita !! sekarang, mampus elo !! mampuuss…” suaranya benar-benar suara orang gila. Dengan ngeri kulihat, dia sama sekali tidak main-main. Dia ingin membunuhku, dengan membekap mulut dan hidungku di kemaluannya…..perlahan-lahan kegelapan melingkupi penglihatanku. Pemandangan terakhir yang kulihat adalah gundukan bulu kemaluannya, tepat di depan mataku, yang dahulunya tampak begitu merangsang…… Aku mulai pingsan. Tetapi, tiba-tiba kudengar suara mengaduh keras dari si kuntilanak itu : ” aduuh…bangsat….sakiit….” dan bersamaan dengan teriakan itu, jepitan kakinya melonggar. Dengan sisa sisa kesadaranku, aku segera menggelosor dan mengguling ke bawah, menjauhinya dan mengambil napas dengan tersengal-sengal. Setelah cukup tenang, aku memandang ke arahnya lagi. Kulihat sosok laki-laki berdiri menghalangi pandanganku. Ternyata Rudi ! Rupanya dia mempergunakan kesempatan waktu si cewek setan itu menikmati jilatanku tadi, untuk melepaskan ikatan tangannya. Kini dia sudah bebas, dan sepotong kaju berada di tangannya. Rupanya dia tadi memukul tubuh si cewek dengan sekeras-kerasnya, sehingga ia terjengkang ke belakang. Kini kuntilanak itu rebah telentang, matanya memancarkan ketidak percayaan :” kamu…kamu berani melawanku ? dasar kurangajar, bangsaaat……rasakan pembalasanku !” dengan ganas ia berusaha berdiri, tetapi sekali lagi..Buukk….Rudi menghantam badannya dengan kayu itu, tepat mengenai lengannya. Sekali lagi ia menjerit dan tersungkur. Rudi memandangku, yang masing terpana :” bangun,Sin ! ayo kita balas kelakuan orang gila ini. Ayo!” ia melihatku, dan menyadari bahwa tanganku masih terikat di punggung. dengan cepat ia membukanya, sehingga akupun bebas. Dengan sempoyongan aku kini berdiri, masih telanjang bulat. “ Rud…Rud….” Desisku :” udahlah, kita lari saja. Ini terlalu berbahaya, gawat buat kita nanti….” Tetapi si Rudi tampaknya sudah betul-betul kesetanan. Dia tidak mau mendengarku lagi, bahkan kini mulai melucuti pakaiannya :” elo enak saja, sudah menikmati tubuhnya, memeknya….gua belon ! malah tadi gua dikencingi! Gua kagak terima ! “ kini dengan tubuh telanjang bulat ia mendekati si cewek, yang masih meringkuk di sudut. Dijambaknya rambut si cewek, dipaksanya berdiri. Kuntilanak itu tampaknya masih kesakitan dan schock, sama sekali tidak melawan. Rudi siap mensetubuhinya, ketika tiba-tiba….. BRAAAKK !! pintu reyot gubuk itu terbanting jatuh. Dan dengan pandangan terpana kulihat puluhan orang berdiri di luar. Sebagian membawa senter, dan dengan wajah ingin tahu menongolkan kepalanya ke dalam. “Ooo…ini to sumber teriakan – teriakan tadi” desis salah seorang yang berpakaian Hansip. Dia mengedarkan matanya ke lingkungan gubuk, dan pandangannya terpana pada tubuh si cewek yang meringkuk di sudut, telanjang bulat :” masya allah…..apa yang terjadi ?” teriaknya. Mendengar itu, kerumunan orang itu tak terbending lagi. Mereka berebutan masuk ke dalam, dan dengan pandangan sangat kaget melihat kami bertiga : aku dan Rudi berdiri telanjang bulat, tangan Rudi membawa sepotong kayu. Dan di sudut, si cewek duduk meringkuk, tubuhnya yang telanjang nampak kacau dengan memar di lengannya tampak jelas…. Si kuntilanak memandang ke sekeliling, dan wajah setannya tadi tiba-tiba berubah lagi dengan drastis. Kini yang terlihat adalah wajah seorang wanita sangat cantik yang tersiksa, napas tersengal sengal dan air mata bercucuran, ”Ampun, tolong pak…. saya diperkosa paak….” Erangnya. Orang-orang berseru kaget, dan salah seorang tua yang tampaknya ulama, buru-buru mendatanginya dan menutupi tubuh si cewek dengan sarung yang tadi tersampir di pundaknya :” masya allah…astagfirrullah…..tenang neng, tenang. Sekarang ada bapak ya, neng aman…” di peluknya si cewek yang sekarang menangis tersedu sedan. Dasar kuntilanak, pikirku, hebat benar dia bersandiwara. Seorang laki-laki yang berkumis dan brewokan mendekatiku :” apa yang kalian lakukan, hah ? memperkosa cewek ? berani bener lo, mencemari kampung kami…” dan tanpa basa basi ia menampar wajahku. Aku mengaduh, dan berteriak :” bohong pak, bohong…bukan kita yang memperkosa, dia yang memperkosa kita pak ! hampir kita dibunuhnya !” ku lihat Rudi, yang juga gemetaran tubuhnya, mengangguk-anggukkan kepalanya mengiyakan. Wajahkau tampak sepucat kertas. Tetapi, mana ada yang percaya pada perkatan kami ? “ kalian tukang ngarang, mana bisa cewek memperkosa cowok ? buktinya aja sudah jelas, nggak perlu banyak bacot lagi !! “ dan bersamaan dengan itu, serangkaian pukulan bertubi-tubi mengenai tubuh kami. Ku dengar suara-suara mencaci :” pemerkosa bangasat!” “ bunuh!” “ bakar aja!” dan si hansip tadi mendekatiku yang sudah tersungkur di lantai. Kakinya yang bersepatu lars menendang kepalaku seperti bola, begitu kerasnya sehingga ku dengar suara gemeretak. Pandanganku kembali gelap. Tetapi sebelum kesadaranku hilang, aku sempat melihat sepintas si cewek, yang kini dipeluk oleh beberapa bapak tua yang mencoba menenangkannya. Ia juga melihatku. Dan di matanya terpancar kepuasan setan, mulutnya selintas menyungging senyum kemenangan…..

Permainan Cinta Di kamar Mandi

Cerita dewasa Halo kenalkan, aku Panji Anugerah (nama samaran). Seorang pria berusia 37 tahun, menikah, dengan seorang wanita yang sangat cantik dan molek. Aku dikaruniai Tuhan 2 orang anak yang lucu-lucu. Rumah tanggaku bahagia dan makmur, walapun kami tidak hidup berlimpah materi. Boleh dibilang sejak SMA aku adalah pria idaman wanita. Bukan karena fisikku yang atletis ini saja, tapi juga karena kemampuanku yang hebat (tanpa bermaksud sombong) dalam bidang olahraga (basket dan voli, serta bulu tangkis), seni (aku mahir piano dan seruling) dan juga pelajaran (aku menduduki peringkat ketiga sebagai pelajar terbaik di SMAku). Bedanya waktu di SMA dahulu, aku tidak terlalu tertarik dengan hal-hal seperti seks dan wanita, karena saat itu konsenterasiku lebih terfokus pada masalah akademisku. Bakat Cerita dewasaplayboyku mulai muncul setelah aku menjadi seorang kepala rumah tangga. Aku mulai menyadari daya tarikku sebagai seorang pria normal dan seorang pejantan tangguh. Sejak diangkat sebagai kabag bagian pemasaran inilah, pikiran-pikiran kotor mulai singgah di otakku. Apalagi aku juga hobi menonton film-film biru. Wanita lain yang sempat hadir dihatiku adalah Maya. Dia adalah rekan kerjaku, sesama pegawai tapi dari jurusan berbeda, Accounting. Dia berasal dari Surakarta, tinggal di Bandung sudah lama. Kami sempat menjalin hubungan gelap setahun setelah aku menikah dengan Lilis, istriku. Hubungan kami tidak sampai melakukan hal-hal yang menjurus kepada aktivitas seksual. Hubungan kami hanya berlangsung selama 6 bulan, karena dia pindah ke lain kota dan dinikahkan dengan orang tuanya dengan pria pilihan mereka. Dasar nasib!!! Niatku berpoligami hancur sudah. Padahal aku sudah berniat menjadikannya istri keduaku, walau istri pertamaku suka atau tidak. Karena frustasi, untuk beberapa bulan hidupku terasa hampa. Untungnya sikapku ini tidak bertahan lama, karena di tahun yang sama aku berkenalan dengan seorang teman yang mengajariku gaya hidup sehat, bodybuilding. Saat itu, sekitar tahun 1998, yang namanya olahraga fitness, bukanlah suatu trend seperti sekarang. Peminatnya masih sedikit. Gym-gympun masih jarang. Sejujurnya aku malas berbodybuilding seperti yang dilakukan temanku itu. Apalagi saat itu sedang panas-panasnya isu politik dan kerusuhan sosial. Belum lagi adanya krismon yang benar-benar merusak perekonomian Indonesia. Untungnya perusahaan tempatku bekerja cukup kuat bertahan badai akibat krismon, hingga aku tidak turut diPHK. Namun temanku yang sangat baik itu terus memotivasiku, hingga tak sampai 3 bulan, aku yang tadinya hanya seorang pria berpostur biasa-biasa saja-walaupun aku bertubuh atletis, menjadi seorang atlet bodybuilding baru yang cukup berprestasi di kejuaraan-kejuaraan daerah maupun nasional. Hebatnya lagi kantorku dan seluruh keluargaku ikut mendukung semua aktivitasku itu. Kata mereka ”kantor kita punya Ade Rai baru, hingga kita tidak perlu satpam atau bodyguard baru” suatu anekdot yang sudah menjadi santapanku berhari-hari. Semakin berlalunya waktu, aktivitas bodybuilderku kukurangi. Apalagi aku sudah diangkat menjadi kabag pemasaran sekarang, di mana keuntungan mulai berpihak pada perusahaan tempatku bekerja. Aku mulai bertambah sibuk sekarang. Namun untuk menjaga fisikku agar tetap bugar dan prima, aku tetap rutin basket, voli, dan bersepeda. Hanya 2 kali seminggu aku pergi ke tempat fitness. Hasilnya tubuhku tetap kelihatan atletis dan berotot, namun tidak sebagus ketika aku menjadi atlet bodybuilding dadakan. Sewaktu aku menjadi atlet bodybuilding, banyak wanita melirikku. Beberapa di antaranya mengajakku berkencan. Tapi karena saat itu aku sedang asyik menekuni olahraga ini, tanggapan dan godaan mereka tidak kutanggapi. Salah satu yang suka menggodaku adalah Mia. Dia adalah puteri tetangga mertuaku. Baru saja lulus SMA, dan dia akan melanjutkannya ke sebuah PTn terkenal di kota Bandung. Gadis itu suka menggoda di setiap mimpiku dan bayangannya selalu menghiasi pikiranku saat aku menyetubuhi istriku. Kisahku dengan Mia akan kuceritakan lain waktu. Seperti biasanya, aku bangun pagi. Pagi itu aku bangun pukul 04.30 pagi. Setelah cuci muka, aku mulai berganti pakaian. Aku akan melakukan olahraga pagi. Udara pagi yang sehat memang selalu memotivasiku untuk jogging keliling kompleks perumahanku. Dengan cuek aku memakai baju olahraga yang cukup ketat dan pas sekali ukurannya di tubuh machoku ini. Kemudian aku mengenakan celana boxer yang juga ikut mencetak pantatku yang seperti dipahat ini. Aku sengaja bersikap demikian demi mewujudkan impianku, menggoda Mia dengan keindahan tubuhku. Menurut kabar, dia juga suka jogging. Niatku bersenang-senang dengan Mia memang sudah lama kupendam. Namun selama ini gadis itu selalu membuatku gemas dan penasaran. Dia seperti layangan yang diterbangkan angin, didekati menjauh, dijauhi mendekat. Tak berapa lama jogging, tubuhku pun sudah mulai keringatan. Peluh yang membasahi kaus olahragaku, membuat tubuh kokoh ini tercetak dengan jelas. Aku membayangkan Mia akan terangsang melihatku. Tetapi sialnya, pagi itu tidak ada tanda-tanda Mia sedang berjogging. Tidak kelihatan pula tetanggaku lainnya yang biasa berjogging bersama. Padahal aku sudah berjogging sekitar 30 menit. Saat itu aku baru sadar, aku bangun terlalu pagi. Padahal biasanya aku jogging jam 06.00 ke atas. Dengan perasaan kecewa aku balik ke rumah mertuaku. Dari depan rumah itu tampak sepi. Aku maklum, penghuninya masih tertidur lelap. Tadi pun saat aku bangun, tidak terdengar komentar istriku karena dia sedang terlelap tidur setelah semalaman dia menemani anakku bermain playstation. Saat aku berjalan ke arah dapur untuk minum, aku melihat ibu mertuaku yang seksi itu sedang mandi. Tampaknya dia sudah bangun ketika aku berjogging tadi. Kamar mandi di rumah mertuaku memang bersebelah-sebelahan dengan dapurnya. Setiap kali anda ingin minum, anda harus melewati kamar mandi itu. Seperti disengaja, pintu kamar mandi itu dibiarkan sedikit terbuka, hingga aku bisa melihat bagian belakang tubuh molek mertuaku yang menggairahkan itu dengan jelas. Mertuaku walaupun usianya sudah kepala 4, tapi masih kelihatan seksi dan molek, karena dia sangat rajin merawat tubuhnya. Dia rajin senam, aerobik, body language, minum jamu, ikut diet sehat, sehingga tak heran tubuhnya tidak kalah dengan tubuh wanita muda usia 30-an. Melihat pemandangan syur itu, kontan batangku mengeras. Batang besar, panjang, dan keras itu ingin merasakan lubang hangat yang nikmat, basah, dan lembab. Batang itu juga ingin diremas-remas, dikulum, dan memuncratkan pelurunya di lubang yang lebih sempit lagi. Sambil meremas-remas batangku yang sudah mulai tegak sempurna ini, kuperhatikan terus aktivitas mandi mertuaku itu. Akhirnya timbul niatku untuk menggaulinya. Setelah menimbang-nimbang untung atau ruginya, aku pun memutuskan nekat untuk ikut bergabung bersama ibu mertuaku, mandi bersama. Kupeluk dia dari belakang, sembari tanganku menggerayang liar di tubuh mulusnya. Meraba mulai dari leher sampai kemaluannya. Awalnya ibu mertuaku kaget, tetapi setelah tahu aku yang masuk, wajah cantiknya langsung tersenyum nakal. ”Panji, nakal kamu” katanya sambil balas memelukku. Dia berbalik, langsung mencium mulutku. Tak lama kami sudah berpagut, saling cium, raba, dan remas tubuh masing-masing. Dengan tergesa kubuka bajuku dibantu mertuaku hingga aku sudah bertelanjang bulat. Batangku pun mengacung tegang, besar, dan gagah. Kami pun melakukan pemanasan sekitar 10 menit dengan permainan oral yang nikmat di batangku, sebelum kemaluannya kutusuk dengan batangku. Permainan birahi itu berlangsung seru. Aku menyetubuhinya dalam posisi doggy style. Aku merabai payudaranya yang kencang itu, meremas-remasnya, mempermainkan putingnya yang sudah mengeras. 30 menit berlalu, ibu mertuaku sudah sampai pada puncaknya sebanyak 2 kali. 1 kali dalam posisi doggy, 1 kali lagi dalam posisi berhadap-hadapan di dinding kamar mandi. Namun sayangnya, batangku masih saja mengeras. Aku panik karenanya. Aku khawatir jika batangku ini masih saja bangun sementara hari sudah mulai pagi. Aku khawatir kami akan dipergoki istriku. Rupanya mertuaku mengerti kepanikanku itu. Dia kembali mengoral batangku yang masih bugar dan perkasa ini, lalu dia berbisik mesra, ”Jangan khawatir panji sayang, waktunya masih lama” katanya nakal. Aku bingung mendengar ucapannya, tapi kubiarkan aktivitasnya itu sambil terus mendesah-desah nikmat. Tiba-tiba ibu mertuaku menghentikan perbuatannya itu. Dia langsung berdiri. Melihat itu, aku pun protes, ”Lho, bu, aku khan belum keluar?” suaraku parau, penuh birahi. ”Sabar sayang, kita lanjut di kamarku saja yuk” katanya mesra. Aku pun tambah bingung. ”Tapi khan ada bapak?” suaraku masih saja parau, karena birahi. ”Tenang saja, bapakmu itu sudah pergi tak lama setelah kamu jogging tadi, dia ada tugas ke Jawa” sahut ibu mertuaku sambil mengemasi pakaian olahragaku yang tercecer di kamar mandi dan kemudian menggandengku ke arah kamarnya. Begitu sampai di kamarnya, aku disuruhnya telentang di ranjang, sementara dia mengelap sisa-sisa air, keringat, dan sabun di tubuhnya dengan handuk kering yang sudah ada di kamarnya. Lalu dia melakukan hal yang sama padaku. Setelah itu dia langsung saja mengambil posisi 69, mulai mengoral batangku kembali. Tak lama nafsuku pun bangkit kembali. Kali ini aku bertekad akan membuat mertuaku keluar sampai tiga kali. Aku memang khawatir hubunganku di pagi ini akan ketahuan istriku, tapi persetanlah...que sera-sera. Apapun yang akan terjadi terjadilah. Aku pun balik menyerang ibu mertuaku. Mulut dan lidahku dengan ganas mempermainkan miliknya. Tanganku juga ikut aktif merabai, meremasi bibir kemaluan dan menusuki lubang anal ibu mertuaku. Kelentitnya yang sudah membengkak karena rangsangan seksual kujilati, dan keremasi dengan gemas. Kumainkan pula apa yang ada di sekitar daerah kemaluannya. Gabungan remasan jari, kobokan tangan di kemaluannya, dan serangan lidahku berhasil membuat mertuaku keluar lagi untuk yang ketiga kalinya. ”Aaaaahhhh.... panji sayang ....” jerit nikmat ibu mertuaku. Cairan birahi ibu mertua keluar deras dari lubang vaginanya. Langsung saja kuhisap dan kutelan habis hingga tidak ada yang tersisa. Akupun tersenyum, lalu aku merubah posisiku. Tanpa memberikan kesempatan ibu mertuaku untuk beristirahat, kuarahkan batangku yang masih bugar dan perkasa ini ke arah vaginanya, lalu kusetubuhi dia dalam posisi misionaris. Kurasakan batangku menembus liang vagina seorang wanita kepala 4 yang sudah beranak tiga, tapi masih terasa kekenyalan dan kekesatannya. Tampaknya program jamu khusus organ tubuh wanita yang dia minum berhasil dengan baik. Miliknya masih terasa enak dan nikmat menggesek batangku saat keluar masuk. Sambil menyetubuhi ibu mertuaku, aku mempermainkan buah dadanya yang besar dan kenyal itu, dengan mulut dan tanganku. Kuraba-raba, kuremas-remas, kujilat, kugigit, sampai payudara itu kemerah-merahan. Puas bermain payudara tanganku mempermainkan kelentitnya, sementara mulutku bergerilya di ketiaknya yang halus tanpa bulu, sementara tangan satunya masih mempermainkan payudaranya. Tangan ibu mertuaku yang bebas, meremas-remas rambutku, dan mencakar-cakar punggungku. Posisi nikmat ini kami lakukan selama bermenit-menit, hingga 45 menit kemudian ibu mertuaku mencapai orgasmenya yang keempat. Setelah itu dia meminta istirahat. Aku sebenarnya malas mengabulkan permintaannya itu, karena aku sedang tanggung, hampir mencapai posisi puncak. Namun akhirnya aku mengalah. ”Panji kamu hebat banget deh, kamu sanggup membuat ibu keluar sampai empat kali” puji ibu mertuaku. ”Aah ibu bisa saja deh” kataku merendah. ”Padahal kamu sudah jogging 45 menit, tapi kamu masih saja perkasa” lanjut pujiannya. ”Itukan sudah jadi kebiasaanku, bu” aku berkata yang sebenarnya. ”Kamu benar-benar lelaki perkasa, Lilis beruntung mendapatkanmu” puji mertuaku lagi. Lalu kami bercakap-cakap seperti biasanya. Sambil bercakap-cakap, tangan ibu mertuaku nakal bergerilya di sekujur tubuhku. Terakhir dia kembali mempermainkan batangku yang sudah mengerut ukurannya. Aku bangkit, lalu beranjak dari tempat tidur. Ibu mertuaku memandangku heran, dikiranya aku akan keluar dari kamarnya dan mengakhiri permainan cinta kami. Tapi kutenangkan dia sambil berkata, ”Sebentar bu, aku akan mengecek keadaan dulu”. Aku memang khawatir, aku takut istri dan anakku bangun. Dengan cepat kukenakan kembali pakaian olahragaku dan keluar kamar mertuaku. Ternyata dugaanku salah. Hari memang sudah beranjak pagi, sekitar jam 6.15 menit, tapi istri dan anakku belum juga bangun. Penasaran kuhampiri kamarku dan kamar tempat anakku tidur. Ternyata baik anak maupun istriku masih tertidur lelap. Aku lega melihatnya. Sepertinya permainan playstation semalam, berhasil membuat mereka kolaps. Aku mendatangi jam weker di kamar keduanya, lalu kustel ke angka 9 pagi. Aku menatap wajah istriku yang tertidur penuh kedamaian, sambil berkata dalam hati, ”Tidurlah yang lama sayang, aku belum selesai menikmati tubuh ibumu” lalu mengecup pipinya. Setelah itu, aku kembali ke kamar mandi, mencuci tubuhku, lalu balik lagi ke kamar mertuaku. Kami terlibat kembali dalam persetubuhan nikmat lagi. Dalam persetubuhan terakhir ini, aku dan ibu mertuaku sama-sama meraih orgasme kami bersama dalam posisi doggy anal. Sesudahnya aku balik ke kamar istriku, setelah membersihkan diri di kamar mandi untuk yang terakhir kali, dan kemudian mengenakan baju tidurku kembali. Begitulah cerita seksku Begitulah cerita seksku dengan Ibu mertuaku di suatu pagi hari yang indah. Tidak ada Mia, ada Arini, mertuaku yang molek dan menggairahkan.

Pengalaman Dengan Tante Murni

Cerita dewasa Ibuku adalah 7 bersaudara, dan beliau adalah anak tertua kedua, kemudian adik-adiknya ada 4 orang, berturut-turut perempuan dan yang bungsu laki laki, adik perempuan yang terkecil tinggal bersama kami sejak aku masih kecil. Sejak aku usia 8 tahun (kira kira kelas 3 SD), tanteku itu mulai ikut tinggal di rumah kami, sebut saja Tante Murni. Tante Murni terpaut sekitar 6 tahun denganku, jadi waktu itu usianya 14 thn. Setelah lulus SMP di K, Tante Murni tidak mau meneruskan ke SMA dan memilih ikut kakaknya di Jakarta, katanya mau tahu Jakarta. Wajah Tante Murni sangat menarik, bulat, cukup cantik, kulit sawo matang, dengan tinggi seperti anak perempuan usia 14 tahun, tetapi dalam pandanganku sepertinya tubuh Tante Murni lebih montok dibanding teman seusianya yang lain. Sebagai gadis remaja yang sedang mekar tubuhnya, tanteku ini juga agak sedikit genit. Dia senang berlama-lama jika sedang merias dirinya di depan cermin, aku sering menggodanya dan Tante Murni selalu tertawa saja. Aku sendiri anak tertua dari tiga bersaudara (semua saudaraku perempuan). Rumahku waktu itu hanya mempunyai 3 kamar, satu kamar orang tuaku dan dua untuk anak anak. Kedua adikku tidur dalam satu kamar, dan aku menempati kamar lain yang lebih kecil. Sejak Tante Murni tinggal dengan kami, tante tidur dengan kedua adikku ini. Pergaulan Tante Murni dengan tetangga sekitar juga sangat baik, ia cepat akrab dengan anak remaja sebayanya, antara lain tetangga kami Suli. Usianya tak jauh beda dengan tanteku kira-kira 15 tahun, tapi berbeda dengan tanteku, Suli berkulit putih bersih dan jauh lebih tinggi (kata orang bongsor), wajahnya ayu, rambutnya selalu disisir poni, murah senyum dan baik hati. Ia sangat baik terhadap semua saudaraku terlebih terhadapku, mungkin karena ia anak tunggal dan sangat mendambakan seorang adik laki-laki seperti yang sering dikatakannya kepadaku. Mbak Suli sering bermain di rumah kami, bahkan beberapa kali ikut tidur di rumah kami bila hari libur, oh ya Mbak Suli ini kelas 2 SMEA. Sekitar dua bulan setelah Tante Murni tinggal di rumahku, suatu saat Ibu dan almarhum ayahku harus meninggalkan kami karena suatu urusan di Jawa Tengah (almarhum berasal dari sana) katanya urusan warisan atau apalah waktu itu aku tidak begitu paham. Adikku yang kecil (2,5 thn.) diajak serta, sedangkan kami dititipkan pada tetangga sebelah rumah (kami saling dekat dengan tetangga kiri-kanan) dan tentu saja pada Tante Murni. Tante Murni orangnya sangat telaten mengurus para keponakan, mungkin karena di desa dulu memang tanteku itu orang yang "prigel" dalam pekerjaan rumah tangga. Setiap hari Tante Murni bersama adikku selalu mengantarku sekolah yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan rumah. Lalu ia pulang dan menjemputku lagi pada jam pulang sekolah (kira-kira pukul 10:30). Aku sangat senang dijemput Tante Murni, karena aku punya kesempatan untuk menggandengnya dan menepuk pantatnya yang montok itu. Entah mengapa meskipun aku saat itu masih kecil, tetapi kemontokan dada Tante Murni serta juga pinggulnya yang menonjol itu membuat aku selalu berusaha menyentuhnya terutama secara "pura pura" tidak sengaja. Semuanya itu aku lakukan secara intuitif saja, tanpa ada siapapun yang mengajari. Pada hari keempat sejak ditinggal pergi kedua orang tuaku (hari Sabtu), Sepulang sekolah, kami bermain di ruang depan sambil nonton televisi. Aku, adikku, Tante Murni dan Mbak Suli. Orang tua Mbak Suli inilah yang dititipi oleh orang tuaku. Masa kecilku memang lebih banyak dihabiskan di dalam rumah, jarang aku bermain di luar rumah kecuali bila sekolah, dan pergaulanku juga lebih banyak dengan adikku, atau beberapa anak sebaya tetangga terdekat, itupun kebanyakan mereka perempuan. Kami biasanya bermain mobil-mobilan atau sesekali bermain dokter-dokteran, aku jadi dokter lalu Tante Murni dan Mbak Suli menjadi pasien. Kadang-kadang bila aku sedang berpura-pura memeriksa dengan stetoskop mainanku secara mencuri-curi aku menyenggol payudara Mbak Suli atau tanteku, tapi mereka tidak marah hanya tersenyum sambil berkata, "Eh, koq dokternya nakal, ya". sambil tertawa, terkadang membalas dengan cubitan ke pipi atau lenganku, yang selalu kuhindari. Memang mulanya aku tak sengaja tapi sepertinya asyik juga menyenggol payudara mereka, maka hal itu menjadi kebiasaanku, setiap kali permainan itu. Terasa sekali payudara mereka kenyal dan empuk, setelah aku besar baru aku menyadari bahwa saat itu mereka pasti tak memakai beha, karena tak terasa ada sesuatu yang menghalangi sentuhan jariku pada daging montok itu kecuali lapisan baju mereka. Setiap kali tanganku menyentuh meremas atau menowel bukit empuk itu, aku merasakan ada getaran aneh terutama di sekitar kemaluanku, tak jarang membuatnya menegang, walaupun waktu itu masih kecil dan belum sunat. Sering aku mengkhayalkan memegang payudara mereka bila sedang sendirian di kamarku sambil memegang burung kecilku, hingga tegang walaupun tak sampai mengeluarkan sperma, hanya cairan bening, seperti cairan lem uhu tapi tidak seperti lem lengketnya. Siang itu setelah adikku tertidur kami kembali bermain dokter-dokteran dan hal itu kulakukan lagi. Untuk diperiksa kuminta Tante Murni untuk berbaring di lantai, dia menurut saja. Yang pertama kuperiksa adalah dahinya lalu aku langsung meletakkan stetoskopku di dadanya, namun aku sengaja memposisikan tanganku sedemikian rupa sehingga tanganku berhasil menempel di dada Tante Murni, kurasakan empuk sekali dan seiring dengan napasnya, tangankupun ikut naik turun pelan-pelan. Tante Murni hanya tertawa saja, sementara Mbak Suli memperhatikan sambil tertawa, rupanya mereka geli atas kekurangajaranku ini, sepertinya Tante Murni keenakan dengan tingkahku ini, tanganku tak hanya memeriksa di satu tempat tetapi terus bergeser, dan aku tak pernah mengangkat tanganku dari gundukan kenyal itu. Sampai tiba-tiba Tante Murni memegang tanganku dan menggosok-gosokannya di dadanya. Aku merasa senang sekali, apalagi Tante Murni juga tiba-tiba merangkul dan menciumiku dengan gemas, tapi ya cuma begitu saja. Karena selanjutnya Mbak Suli yang minta diperiksa, Mbak Suli malahan lebih gila lagi, dia sengaja membuka kancing blus-nya sehingga aku bisa melihat gundukan daging yang putih itu. Tanganku gemetar ketika meletakkan stetoskop plastikku di tepi gundukan dadanya, apalagi ketika dengan suara nyaring Mbak Suli berkata, "Mas.. (dia biasa memanggilku Mas seperti adik adikku, begitu juga Tante Murni), dingin stetoskopmu!". Tanpa mempedulikan ucapannya, stetoskopku terus bergeser sehingga tersingkaplah bajunya dan mataku terbelalak melihat puting susunya yang kecil dan berwarna coklat muda itu. Saat itulah Mbak Suli menepis tanganku sambil tertawa, "Sudah sudah, geli!". Mereka berdua langsung berdiri dan meninggalkanku sambil berbisik-bisik, aku merengek agar mereka tetap menemaniku bermain, tetapi mereka terus keluar sambil tertawa. Aku merasakan kalau penisku kaku sekali dan juga celanaku jadi basah, entah mengapa aku jadi penasaran sekali dengan semua ini, aku bertekad kalau besok main dokter-dokteran lagi, akan aku singkap baju Tante Murni atau Mbak Suli biar aku bisa melihat lebih jelas puting susu yang menonjol bulat itu. Malamnya sebelum tidur aku kembali membayangkan kejadian siang itu, kurasakan penis kecilku meregang sehingga kubuka celana pendekku dan kukeluarkan penisku yang sudah tegak ke atas itu. Kupegang dan kuremas pelan-pelan, sambil memejamkan mata kubayangkan kekenyalan dada Tante Murni, puting susu Mbak Suli, terasa nikmat sekali melamun sambil merasakan sesuatu yang gatal dan nikmat di sekitar penisku itu. "Hayo., lagi ngapain!, Aku jadi kaget dan terlonjak serta membuka mataku. Di depanku kulihat Tante Murni sambil tersenyum memandang bagian bawah tubuhku yang terbuka itu. Mukaku terasa panas, mungkin merah padam mukaku, sambil membetulkan celana yang hanya kupelorotkan sampai dengkul aku segera memeluk guling tanpa berkata apa apa lagi dan membelakangi tanteku. Sambil terus tertawa tanteku ikut naik ke ranjangku dan memelukku dari belakang dan menciumku sambil berbisik, "Nggak apa apa Mas.". Jantungku deg-deg, apalagi ketika dengan lembut tanteku membelai rambutku terus tubuhku sambil berbisi, "Ehh, jangan malu, kamu senang ya pegangin burung, sini tante pegangin". Mulanya aku ragu, takut kalau tanteku hanya memancing reaksiku saja, tetapi ketika rabaannya turun ke arah selangkanganku aku jadi berubah senang. Kuberanikan diri untuk menolehnya dan kudapati wajah tanteku yang tersenyum manis sekali membuat hatiku berbunga bunga. Burungku yang tadinya sudah mengecil itu mendadak meregang lagi dan mendesak celanaku. Tanteku kemudian menciumi wajahku dengan kasih sayang, tangannya mulai meraba lagi bagian sensitifku dari bagian luar celanaku, aku yakin tanteku bisa merasakan penisku yang meregang dan keras itu, elusan tanteku terasa kurang nikmat, aku berpikir seandainya tanteku memegang langsung burungku, tentu lebih nikmat. Belum habis aku berpikir, tiba-tiba saja Tante Murni memelorotkan celana pendekku sampai terlepas, sehingga burungku yang sudah tegang itu bebas mengacung diudara terbuka. Dengan kelima jarinya tanteku menggenggam burungku dan meremasnya pelan. Aku merasa gatal dan geli serta nikmat yang tak kumengerti tapi membuat aku merasa seperti melayang dan menggeliat serta merintih pelan. Dengan memandang tajam mataku, remasan jari lentik Tante Murni di burungku menjadi semakin cepat bahkan juga dikocoknya naik turun kadang-kadang juga dielusnya buah pelirku. Aku semakin meringis merasakan kenikmatan ini, secara naluriah aku berusaha merangkul tanteku agar rasa geli itu makin terasa nikmat. Aku juga berusaha menempelkan wajahku ke wajah Tante Murni yang kulihat juga merah padam dan bibirnya gemetar, nafas Tante Murni semakin memburu dan dia makin merapatkan tubuhnya ke tubuh kecilku, tanganku diraihnya lalu dituntun ke dadanya yang montok dan kenyal itu. Tanganku terasa menempel di puting susu Tante Murni yang terasa keras seperti kelereng itu, aku meremasnya dengan agak sulit, karena telapak tanganku yang kecil itu tak bisa meremas keseluruhan permukaan dada Tante Murni yang lebar dan keras itu Kuperhatikan tanteku saat itu mengenakan daster kaos yang tipis tanpa mengenakan apa apa lagi dibaliknya. Merasa kurang puas hanya meremas dari luar, akupun menyelusupkan tanganku ke lubang tangan daster Tante Murni sehingga tanganku secara langsung bersentuhan dengan dada yang telah lama aku kangeni itu, hangat dan licin sekali. Kalau tadinya tanteku yang asyik meremas-remas burungku, sekarang justru aku yang beringas meremas-remas payudara tanteku bahkan tanganku yang lain juga ikut ikutan meremas payudara Tante Murni yang satunya. Tante Murni hanya memejamkan matanya rapat rapat sambil menggigit bibirnya. Aku tak mempedulikan apapun sikap Tante Murni, bagiku kesempatan emas ini harus benar-benar dinikmati dan peduli dengan tanteku. Tanganku bukan hanya meremas, tetapi juga memelintir puting susu tanteku yang kecil dan keras itu, lucu sekali melihat kedua tanganku menelinap dan bergerak-gerak di dalam daster tanteku. Kurasakan tangan tanteku sudah tak mengocok penisku, tetapi hanya kadang kadang saja dia meremasnya dengan keras membuat aku kesakitan. Dari luar dadanya yang berdaster mulutku ikut ikutan menciumi dada tanteku itu, rasanya bila memungkinkan aku ingin memanfaatkan seluruh tubuhku untuk menikmati kekenyalan dada Tante Murni ini. Tak kusadari nafas tanteku makin lama makin memburu, rupanya dia juga sangat menikmati kekasaran tanganku ini. Tiba-tiba saja Tante Murni mengangkat dasternya sehingga dadanya tersibak, baru saat itu aku bisa melihat kemontokan payudara tanteku ini, tanganku hanya dapat menutupi sebagian ujung atas payudaranya, sedangkan bagian yang lain masih belum tersentuh oleh remasanku. Dada yang montok itu dipenuhi oleh barut-barut merah bekas remasanku. Setelah dadanya terbuka dengan gemetar Tante Murni berbisik, " Mas, isep pentilnya pelan-pelan ya". Tak perlu diperintah dua kali, aku segera melumat puting susu tanteku dan mengenyotnya sekuatku, Tante Murni mendesis desis dan menekan kepalaku kuat kuat kedadanya, aku memeluk pinggangnya dan kutindih badan Tante Murni dengan tubuhku yang telanjang bawah itu. Terasa burungku yang kaku itu menghunjam di tubuh mulus tanteku yang hanya dilapisi celana dalam itu. Tanteku makin kencang memeluk tubuhku, bahkan ia menyuruh aku untuk menjilati juga putingnya. Kulakukan semua itu dengan penuh semangat, entah apa pengaruh kepatuhanku ini pada Tante Murni, yang jelas aku sangat menikmatinya, penisku yang menggeser-geser diperut Tante Murni terasa mengeluarkan cairan yang membasahi perut Tante Murni. Saat itu Tante Murni sudah tak mempedulikan penisku lagi, dia asyik menikmati kepatuhanku itu. Mungkin karena sudah tak tahan dengan semua itu, tiba-tiba saja Tante Murni juga melepaskan celana dalamnya. Selama ini aku hanya bernafsu pada buah dadanya saja, aku tak pernah berpikiran lebih dari itu. Ketika dengan berbisik ia menyuruhku memindahkan ciumanku, aku agak bingung juga. " Mas, ayo sekarang ciumi selangkangan Mbak ya, nanti punya kamu juga Mbak ciumi". Aku menghentikan kesibukanku di dada Tante Murni dan memandang ke selangkangannya. Aku takjub sekali melihat selangkangan Tante Murni itu karena ada rambut keriting yang tumbuh di ujung selangkangannya yang cembung itu, ini adalah pemandangan yang sama sekali baru bagiku, selama ini aku hanya pernah melihat selangkangan adikku yang aku tahu tak ada burungnya seperti aku. Namun selangkangan wanita yang berbulu, ya baru kepunyaan Tante Murni ini! Oh, terus terang saja, meskipun aku secara naluri sudah bangkit birahi, tetapi tak pernah kubayangkan bahwa aku akan melangkah sejauh ini dalam bidang seksual apalagi di usiaku yang belum sampai sepuluh tahun itu. Aku agak ragu juga melepaskan mainan yang begitu nikmat di payudara Tante Murni, tetapi perintah Tante Murni membuatku merubah posisi badanku dan dengan ragu-ragu kudekatkan wajahku ke bukit cembung yang ada bulu keritingnya itu. Merasakan keraguanku, Tante Murni tanpa basa basi langsung menekan kepalaku sehingga bibir dan hidungku menempel di bulu-bulu keriting yang halus itu. Karena tadi aku disuruh menggigiti payudara, maka kali ini akupun juga mulai menggigiti bukit cembung itu. Namun kudengar Tante Murni berteriak lirih, "Jangan keras keras gigitnya Mas, sakit!". Ketidaktahuanku benar-benar konyol, aku kira bukit cembung itu sama seperti payudara, tetapi karena bidangnya kecil, tanganku tak mungkin untuk meremasnya, sebagai sasaran lain aku jadi meremas paha Tante Murni serta juga pantatnya. Ketika Tante Murni membisiki agar ciumanku lebih turun lagi ke depan, aku agak bingung juga. Nah ketika aku maju ke depan barulah aku melihat celah sempit yang berbentuk bibir dan saat itu sudah basah. Warnanya sungguh menarik merah muda dan bibirnya seperti berlipat lipat. Seperti biasa aku menciumi bagian ini dengan penuh semangat. "Jilat saja Mas, nikmat lho!", bisikan Tante Murni membuatku merubah lagi permainanku. Entah kenapa di tengah asyiknya aku menjilati celah basah yang asin dan agak amis itu, Tante Murni mengerang dan menjambak rambutku sambil menjepitnya dengan kedua pahanya. Aku tak bisa bernafas dan aku segera berontak melepaskan diri. Tante Murni melepaskan dasternya yang tadi masih bergulung di atas dadanya sehingga dia sekarang jadi telanjang bulat. Dengan suara serak disuruhnya aku berbaring telentang, dengan telanjang bulat Tante Murni memegang burungku yang masih tegang itu, karena waktu itu aku belum dikhitan, tanteku menceletkan kulup penisku yang terasa sangat geli bagiku kemudian dengan tiba-tiba Tante Murni mengangkangi burungku dia menurunkan pantatnya, dan dituntunnya burungku memasuki celah sempit yang tadi aku jilati itu. Dilakukannya semua ini dengan pelan-pelan sampai akhirnya aku merasakan kehangatan jepitan kemaluan tanteku yang ternyata telah sangat basah. Aku tak mengerti apa yang dilakukan tanteku ini, tetapi terasa geli, ngilu di sekitar kemaluanku, juga ada rasa perih. Tanteku hanya diam saja setelah menelan burungku, dia malah mendekatkan dadanya ke wajahku sehingga aku mulai lagi menyedot puting susunya itu. Tanteku kembali mendesis-desis, dan terasa dia memutar-mutar pantatnya membuat burungku seperti dikocok-kocok oleh tangan tanteku yang lembut itu, nikmat sekali. Tanteku terus saja menggoyangkan pantatnya ke kanan-kiri, putar sehingga ada rasa yang lebih nikmat di sekitar kemaluanku. Rasa geli yang ditimbulkan membuat aku makin ganas menciumi bahkan juga menggigit daging montok yang bergantung di depanku itu. Ketika Tante Murni mengangkat pantatnya, aku merasa kalau batang burungku yang sekarang penuh lendir dari dalam celah Tante Murni itu menjadi gatal dan geli, ternyata rasanya jauh lebih menyenangkan daripada diremas dengan tangan Tante Murni, apalagi dengan tanganku sendiri. Tidak lama aku merasakan ada lendir yang meleleh di pangkal burungku, yang berasal dari lubang Tante Murni itu. Ketika kutanyakan apakah Tante Murni pipis, dia tak menjawab, melainkan memejamkan matanya serta mendesis dengan keras sekali. Pantatnya ditekan keras-keras ke tubuhku sehingga terasa pangkal kemaluanku menyentuh bibir vaginanya yang hangat. Kurasakan tubuhnya menegang dan berdenyut-denyut pada bagian kemaluannya, membuat burung kecilku seperti diurut dan dipilin oleh tangan yang lembut. Oh.., sungguh kurasakan nikmat yang sungguh luar biasa. Bayangkan..., aku yang baru SD kelas 3 telah merasakan tubuh tanteku yang notabene beberapa tahun lebih tua, yang mungkin maniak seks (terakhir kutemukan koleksi gambar gambar porno di balik tumpukan pakaiannya. Jujur saja Mbak, akupun tak tahu apakah sebelum itu tanteku sudah pernah berhubungan seks, tetapi kukira dia sudah pernah melakukannya, mungkin dengan temannya ketika di K. Mbak pengalaman ini sangat membekas di hatiku, setelah kejadian itu setiap ada kesempatan aku selalu melakukan hal itu bersama tanteku, bahkan pada suatu saat Mbak Suli diajak melakukan bersama kami bertiga (nanti lain waktu aku cerita lagi tentang hal ini). Kalau dulu kami masih berpura-pura, maka sekarang kami sudah pintar saling merangsang, dan yang paling kunikmati adalah saat spermaku memancar keluar, itulah puncak dari segala kenikmatan, geli, dan nikmat bercampur menjadi satu. Kami sama sama menyukai permainan ini sehingga sering dalam satu hari kami melakukannya tiga empat kali, sering juga tanteku pindah ke kamarku malam-malam dan kami melakukan hubungan seks ini dengan pintu terkunci. Tante Murni juga senang mengulum burungku, bahkan seringkali juga aku muncrat di dalam mulutnya. Semua kegiatan ini kulakukan kira-kira sampai kurang lebih 2 tahun sampai akhirnya tanteku pulang ke K. dan selanjutnya menikah di sana. Mbak Yuri, disaat aku sudah berkeluarga keinginan untuk mengulang persetubuhan avonturir dengan tanteku sering muncul, yang aku bayangkan hanya betapa sekarang aku akan lebih pintar membuat tanteku merasa nikmat, dan akupun pasti juga akan lebih menghayati dalam merasakan kelembutan tanteku itu. Semua keinginanku itu baru dapat terulang 15 tahun kemudian, ketika adikku yang paling kecil menikah di K. Malam itu setelah acara resepsi pernikahan selesai kami kembali ke rumah kira-kira pukul 1 pagi, dan karena banyak saudara yang datang maka kami juga menyewa beberapa kamar hotel melati yang letaknya tidak jauh dari rumah (kira kira 200 meter), kebetulan waktu itu aku satu rombongan dengan Tante Murni bersama dua orang anaknya (10 thn dan 7 thn), suaminya tidak ikut, karena ada tugas kantornya yang tak bisa ditinggalkan. Tanteku tidur di ranjang bersama kedua anaknya, aku tidur di lantai dengan kasur extra. Mungkin karena terlalu lelah kedua anaknya langsung tertidur tak lama setelah lampu kamar dipadamkan. Walaupun lelah aku tak bisa memejamkan mata, karena mengingat-ingat kejadian beberapa belas tahun lalu bersama tante yang sekarang sedang terbaring di atas tempat tidur. Ternyata hal ini juga dialami oleh tante, aku merasakan ia gelisah bolak balik. "Nggak bisa tidur Mas?". "Iya nich, sumuk". Sambil melongok tante tersenyum kepada yang ada dibawahnya. Sambil turun dari ranjang dia bilang, "Eh boleh nggak aku tidur di sini?, sumuk di atas, di sinikan anyep". Aku menggeser ke tepi memberi tempat untuk tante. Jantung ini serasa berpacu cepat ketika tubuh tante yang hangat menempel ke sisi tubuhku. Aku merasa 'adikku' sudah mulai bereaksi walaupun belum tegak benar (aku waktu itu hanya mengenakan kaos oblong dan sarung saja, tidak mengenakan CD). Aku semakin tidak tahan ketika tanteku memiringkan tubuhnya ke arahku sehingga sekarang dadanya menempel pada lenganku. Semakin nggak karuan nich rasanya. ternyata tante tidak mengenakan BH, hanya daster terusan saja, yach payudaranya cukuplah, kira-kira 34B tapi terasa sudah sangat kencang di lenganku. Aku semakin berani, kuraih pinggang tante dan aku rapatkan pada tubuhku. Tiba-tiba, tidak tahu siapa yang mulai kami telah saling berpagutan. Lidah tanteku dengan lincah menyelinap ke dalam mulutku yang segera kubelit dengan lidahku sendiri. Mbak Yuri, selama itu aku hanya pernah berhubungan seks dengan isteriku sendiri, dan selama itu juga trauma hubungan seksku dengan Tante Murni membuat aku selalu beranggapan bahwa Tante Murni "lebih nikmat" dari isteriku. Bagiku inilah saatnya untuk membuktikan kebenaran memori masa lalu itu. Tangan Tante Murni mulai meraba dadaku terus ke bawah sampai di selangkanganku dan menemukan 'adikku' yang sudah mengacung keras. Perlahan tangan Tante Murni mulai membelai-belai, mengocok-ngocok. Aku tak mau ketinggalan dengan ganas merogoh ke arah selangkangannya sambil mulut ini tak henti hentinya bergantian menghisap puting yang telah menegang. Clitoris Tante Murni kubelai dengan sedikit kasar membuatnya mengelinjang tidak keruan. Ketika aku bermaksud akan menggunakan lidah untuk membuat sensasi yang lain, tanteku mencegahnya, "Jangan Mas, tante nggak tahan gelinya", katanya. Aku mengurungkan niatku dan dengan pandangan matanya aku mengerti bahwa tante sudah tidak tahan ingin disetubuhi maka aku mengambil posisi untuk menindihnya, perlahan aku gesekan dulu 'adikku' ke seputar belahan dan permukaan liang tanteku itu, ia terlihat mengelinjang dan berusaha meraih penisku, dibimbingnya menuju lembah kehangatannya. Begitu ujung adikku sudah terselip diantara kedua bibir vaginanya, dengan berbisik tante menyuruhku untuk menekan! Perlahan kuturunkan pantatku, oh.., ternyata kurang lebih sama dengan rasa istri aku tapi agak lebih hangat rasanya. Mulai aku naik turunkan dengan perlahan membuat sensasi yang semakin lama semakin kupercepat irama kocokanku, sayangnya tante Munrni sama sekali tidak memberi reaksi apa-apa, dia hanya diam saja, sambil tangannya terus mencakar-cakar punggungku. Rupanya tante sangat terpengaruh oleh suasana yang menegangkan ini, sehingga sulit untuk memberikan respon. Namun kira-kira pada menit ke 5 aku merasakan otot-otot vaginanya mulai berkontraksi menandakan sudah waktunya bagi tante. Aku mempercepat kocokan dan membenamkan sedalam dalamnya sampai kurasakan dasar kewanitaannya, Kudengar tante menjerit tertahan karena segera dia letakkan bantal ke wajahnya untuk meredam suara yang timbul. Bagian vitalku terasa ada yang mencengkram lembut tapi ketat sekali, otot-otot vagina tanteku serasa memijat-mijat. Mbak Yuri..., terus terang rasanya lebih nikmat dari yang selama ini aku pernah dapat dari isteriku, barang isteriku tidak bisa mencengkeram, meskipun sebenarnya lebih sempit dan kering dibanding kepunyaan tante yang terasa lebih longgar dan agak licin itu. Aku sendiri belum keluar saat itu, kulihat tanteku terkulai kelelahan, kubersihkan sisa-sisa air mani serta juga cairan dari dalam vaginanya dengan menggunakan handuk kecil yang ada di dekat situ. Setelah kurasakan kering, dengan perlahan kumasukkan lagi burungku yang masih tegang dan kugenjot lagi. Aku menggigit bibir tanteku ketika kurasakan gesekan penisku dengan dinding vagina tante yang kesat dan kering itu, rasanya luar biasa. Tante tiba tiba berbisik, "Mas, jangan digoyang dulu ya, biar tante yang goyangin". Aku menurut saja, dan mulailah tanteku meletakkan kedua kakinya di pantatku, lalu mulai bergoyang, pertama memutar ke kiri dan ke kanan, kadang-kadang disodoknya ke atas. Aku hanya memejamkan mata merasakan kenikmatan yang tak pernah aku dapat ini, "Enak mana punya tante sama Asri, Mas?". Aku tak menjawab pertanyaan tante ini, karena jujur saja Mbak Yuri, punya tanteku lebih nikmat dari vagina Asri isteriku. Tak tahan dengan putarannya, apalagi tanteku terus membisikkan kata-kata yang membuatku makin terangsang, akupun ikut-ikutan menggerakkan burungku maju mundur. Sementara buah dada tanteku sudah rata kuciumi dan kugigiti, tadinya aku takut untuk membuat cupangan didadanya, tetapi justru Tante Murni yang menyuruhku. Beberapa saat kemudian aku rasakan sesuatu seakan mendesak untuk dikeluarkan. Kutekan sedalam-dalamnya dan meledaklah semua kenikmatan di dasar kewanitaannya. Tanteku tersenyum dalam kegelapan melihat aku mencapai kepuasan itu. "Mas, ini baru komplit ya"!, bisiknya. Setelah merasakan tuntasnya semprotan spermaku, Tante Murni mendorong tubuhku ke samping, dan dengan lembut dikulumnya burungku, aku menolak karena terasa geli sekali membuat sakit di batang burungku, tetapi tante tak mempedulikanku, terus saja dia menjilati sehingga burungku hingga bersih. Sampai sekarang aku selalu merindukan persetubuhan dengan Tante Murni ini. Seringkali aku melamun dan menganalisis apa yang menyebabkan begitu nikmatnya rasa persetubuhan dengan dia. Jawabnya hanya satu, suasana yang penuh resiko,Cerita dewasa membuat rangsangan yang berbeda dan membuat aku menjadi penuh gairah.

 
Ini Cerita Dewasaku powered by blogger.com
Design by Free7 Blogger Templates Kisah Kriminal