Tampilkan postingan dengan label Pesta Seks. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pesta Seks. Tampilkan semua postingan
Jumat, 07 Juni 2013

Pelajaran Sex Dari Bu Sony

Cerita dewasa Pembaca setia… Sebenarnya saya malu untuk menuliskan cerita sex ini, tetapi karena sudah banyak yang menggunakan media ini untuk menuliskan cerita-cerita tentang seks walaupun saya sendiri tidak yakin apakah cerita sex itu semuanya fakta atau fiksi belaka. Tapi saya beranikan juga menulis cerita sex ini disini, memang cerita yang saya tulis ini cukup memalukan tetapi di samping itu ada kejadian yang lucu dan memang sama sekali belum pernah saya alami. Awal mula dari cerita sex ini adalah ketika saya baru saja tinggal di sebuah daerah perumahan yang relatif baru di daerah pinggiran kota-maaf, nama daerah tersebut tidak saya sebutkan mengingat untuk menjaga nama baik dan harga diri keluarga terutama suami dan kedua anak saya. Saya tinggal di situ baru sekitar 6 bulanan. Karena daerah perumahan tersebut masih baru maka jumlah keluarga yang menempati rumah di situ masih relatif sedikit tetapi khusus untuk blok daerah rumah saya sudah lumayan banyak dan ramai. Rata-rata keluarga kecil seperti keluarga saya juga yaitu yang sudah masuk generasi Keluarga Berencana, rata-rata hanya mempunyai dua anak tetapi ada juga yang hanya satu anak saja. Sudah seperti biasanya bila kita menempati daerah perumahan baru, saya dengan sengaja berusaha untuk banyak bergaul dengan para tetangga bahkan juga dengan tetangga-tetangga di blok yang lain. Dari hasil bergaul tersebut timbul kesepakatan di antara ibu-ibu di blok daerah rumahku untuk mengadakan arisan sekali dalam sebulan dan diadakan bergiliran di setiap rumah pesertanya. Suatu ketika sedang berlangsung acara arisan tersebut di sebuah rumah yang berada di deretan depan rumahku, pemilik rumah tersebut biasa dipanggil Bu Soni (bukan nama sebenarnya) dan sudah lebih dulu satu tahun tinggal di daerah perumahan ini daripada saya. Bu Soni bisa dibilang ramah, banyak ngomongnya dan senang bercanda dan sampai saat tulisan ini aku buat dia baru mempunyai satu anak, perempuan, berusia 8 tahun walaupun usia rumah tangganya sudah 10 tahun sedangkan aku sudah 30 tahun. Aku menikah ketika masih berusia 22 tahun. Suaminya bekerja di sebuah perusahaan swasta dan kehidupannya juga bisa dibilang kecukupan. Setelah acara arisan selesai saya masih tetap asyik ngobrol dengan Bu Soni karena tertarik dengan keramahan dan banyak omongnya itu sekalipun ibu-ibu yang lain sudah pulang semua. Dia kemudian bertanya tentang keluargaku, “Jeng Mar. Putra-putranya itu sudah umur berapa, sih, kok sudah dewasa-dewasa, ya?” (Jeng Mar adalah nama panggilanku tetapi bukan sebenarnya) tanya Bu Soni kepadaku. “Kalau yang pertama 18 tahun dan yang paling ragil itu 14 tahun. Cuma yaitu Bu, nakalnya wah, wah, waa.. Aah benar-benar, deh. Saya, tuh, suka capek marahinnya.” “Lho, ya, namanya juga anak laki-laki. Ya, biasalah, Jeng.” “Lebih nikmat situ, ya. Anak cuma satu dan perempuan lagi. Nggak bengal.” “Ah, siapa bilang Jeng Mar. Sama kok. Cuma yaitu, saya dari dulu, ya, cuma satu saja. Sebetulnya saya ingin punya satu lagi, deh. Ya, seperti situ.” “Lho, mbok ya bilang saja sama suaminya. ee.. siapa tahu ada rejeki, si putri tunggalnya itu bisa punya adik. Situ juga sama suaminya kan masih sama-sama muda.” “Ya, itulah Jeng. Papanya itu lho, suka susah. Dulu, ya, waktu kami mau mulai berumah tangga sepakat untuk punya dua saja. Ya, itung-itung mengikuti program pemerintah, toh, Jeng. Tapi nggak tahu lah papanya tuh. Kayaknya sekarang malah tambah asik saja sama kerjaannya. Terlalu sering capek.” “O, itu toh. Ya, mbok diberi tahu saja kalau sewaktu-waktu punya perhatian sama keluarga. ‘Kan yang namanya kerja itu juga butuh istirahat. Mbok dirayu lah gitu.” “Wah, sudah dari dulu Jeng. Tapi, ya, tetap susah saja, tuh. Sebenernya ini, lho, Jeng Mar. Eh, maaf, ya, Jeng kalo’ saya omongin. Tapi Jeng Mar tentunya juga tau dong masalah suami-istri ‘kan.” “Ya, memang. Ya, orang-orang yang sudah seperti kita ini masalahnya sudah macem-macem, toh, Bu. Sebenarnya Bu Soni ini ada masalah apa, toh?” “Ya, begini Jeng, suami saya itu kalo’ bergaul sama saya suka cepet-cepet mau rampung saja, lho. Padahal yang namanya istri seperti kita-kita ini ‘kan juga ingin membutuhkan kenikmatan yang lebih lama, toh, Jeng.” “O, itu, toh. Mungkin situ kurang lama merayunya. Mungkin suaminya butuh variasi atau model yang agak macem-macem, gitu.” “Ya, seperti apa ya, Jeng. Dia itu kalo’ lagi mau, yang langsung saja. Saya seringnya nggak dirangsang apa-apa. Kalo’ Jeng Mar, gimana, toh? Eh, maaf lho, Jeng.” “Kalo’ saya dan suami saya itu saling rayu-merayu dulu. Kalo’ suami saya yang mulai duluan, ya, dia biasanya ngajak bercanda dulu dan akhirnya menjurus yang ke porno-porno gitulah. Sama seperti saya juga kalau misalnya saya yang mau duluan.””Terus apa cuma gitu saja, Jeng.” “O, ya tidak. Kalo’ saya yang merayu, biasanya punya suami saya itu saya pegang-pegang. Ukurannya besar dan panjang, lho. Terus untuk lebih menggairahkannya, ya, punyanya itu saya enyot dengan mulut saya. Saya isep-isep.” “ii.. Iih. Jeng Mar, ih. Apa nggak jijik, tuh? Saya saja membayangkannya juga sudah geli. Hii..” “Ya, dulu waktu pertama kali, ya, jijik juga, sih. Tetapi suami saya itu selalu rajin, kok, membersihkan gituannya, jadi ya lama-lama buat saya nikmat juga. Soalnya ukurannya itu, sih, yang lumayan besar. Saya sendiri suka gampang terangsang kalo’ lagi ngeliat. Mungkin situ juga kalo’ ngeliat, wah pasti kepengen, deh.” “Ih, saya belon pernah, tuh, Jeng. Lalu kalo’ suaminya duluan yang mulai begimana?” “Saya ditelanjangi sampai polos sama sekali. Dia paling suka merema-remas payudara saya dan juga menjilati putingnya dan kadang lagaknya seperti bayi yang sedang mengenyot susu.”, kataku sambil ketawa dan tampak Bu Soni juga tertawa. “Habis itu badan saya dijilati dan dia juga paling suka menjilati kepunyaan saya. Rasanya buat saya, ya, nikmat juga dan biasanya saya semakin terangsang untuk begituan. Dia juga pernah bilang sama saya kalo’ punya saya itu semakin nikmat dan saya disuruh meliara baik-baik.” “Ah, tapi untuk yang begituan itu saya dan suami saya sama sekali belum pernah, lho, Jeng. Tapi mungkin ada baiknya untuk dicoba juga, ya, Jeng. Tapi tadi itu masalah yang situ dijilatin punyanya. Rasa enaknya seperti apa, sih, Jeng.” “Wah, Bu Soni ini, kok, seperti kurang pergaulan saja, toh.” “Lho, terus terang Jeng. Memang saya belon pernah, kok.” “Ya, geli-geli begitulah. Susah juga untuk dijelasin kalo’ belum pernah merasakan sendiri.” Lalu kami berdua tertawa. Setelah berhenti tertawa, aku bertanya, “Bu Soni mau tau rasanya kalau gituannya dijilati?” “Yah, nanti saya rayu, deh, suami saya. Mungkin nikmat juga ya.” Ucapnya sambil tersenyum. “Apa perlu saya dulu yang coba?”, tanyaku sambil bercanda dan tersenyum. “Hush!! Jeng Mar ini ada-ada saja, ah”, sambil tertawa. “Ya, biar tidak kaget ketika dengan suaminya nanti. Kita ‘kan juga sama-sama wanita.” “Wah, kayak lesbian saja. Nanti saya jadi ketagihan, lho. Malah takutnya lebih senang sama situ daripada sama suami saya sendiri. Ih! Malu’ akh.”, sambil tertawa. “Atau kalo’ nggak mau gitu, nanti saya kasih tau gimana membuat penampilan bulu gituannya biar suaminya situ tertarik. Kadang-kadang bentuk dan penataannya juga mempengaruhi rangsangan suami, lho, Bu Soni.” “Ah, Jeng ini.” “Ee! Betul, lho. Mungkin bentuk bulu-bulu gituannya Bu Soni penampilannya kurang merangsang. Kalo’ boleh saya lihat sebentar gimana?” “Wah, ya, gimana ya. Tapii.. ya boleh, deh. Eh, tapi saya juga boleh liat donk punyanya situ. Sama-sama donk, ‘kan kata Jeng tadi kita ini sama-sama wanita.””Ya, ‘kan saya cuma mau bantu situ supaya bisa usaha untuk punya anak lagi.””Kalo’ gitu kita ke kamar saja, deh. Suami saya juga biasanya pulang malam. Yuk, Jeng.” Langsung kita berdua ke kamar Bu Soni. Kamarnya cukup tertata rapi, tempat tidurnya cukup besar dan dengan kasur busa. Di dindingnya ada tergantung beberapa foto Bu Soni dan suaminya dan ada juga foto sekeluarga dengan anaknya yang masih semata wayang. Saya kemudian ke luar sebentar untuk telepon ke rumah kalau pulangnya agak telat karena ada urusan dengan perkumpulan ibu-ibu dan kebetulan yang menerima suamiku sendiri dan ternyata dia setuju saja. Setelah kita berdua di kamar, Bu Soni bertanya kepadaku, “Bagaimana Jeng? Kira-kira siap?” “Ayolah. Apa sebaiknya kita langsung telanjang bulat saja?” “OK, deh.”, jawab Bu Soni dengan agak tersenyum malu. Akhirnya kita berdua mulai melepas pakaian satu-persatu dan akhirnya polos lah semua. Bulu kemaluan Bu Soni cukup lebat juga hanya bentuknya keriting dan menyebar, tidak seperti miliku yang lurus dan tertata dengan bentuk segitiga ke arah bawah. Lalu aku menyentuh payudaranya yang agak bulat tetapi tidak terlalu besar, “Lumayan juga, lho, Bu.” Lalu Bu Soni pun langsung memegang payudaraku juga sambil berkata, “Sama juga seperti punya Jeng.” Aku pun minta ijin untuk mengulum kedua payudaranya dan dia langsung menyanggupi. Kujilati kedua putingnya yang berwarna agak kecoklat-coklatan tetapi lumayan nikmat juga. Lalu kujilati secara keseluruhan payudaranya. Bu Soni nampak terangsang dan napasnya mulai memburu. “Enak juga, ya, Jeng. Boleh punya Jeng saya coba juga?””Silakan saja.”, ijinku. Lalu Bu Soni pun melakukannya dan tampak sekali kalau dia masih sangat kaku dalam soal seks, jilatan dan kulumannya masih terasa kaku dan kurang begitu merangsang. Tetapi lumayanlah, dengan cara seperti ini aku secara tidak langsung sudah menolong dia untuk bisa mendapatkan anak lagi. Setelah selesai saling menjilati payudara, kami berdua duduk-duduk di atas tempat tidur berkasur busa yang cukup empuk. Aku kemudian memohon Bu Soni untuk melihat liang kewanitaannya lebih jelas, “Bu Soni. Boleh nggak saya liat gituannya? Kok bulu-bulunya agak keriting. Tidak seperti milik saya, lurus-lurus dan lembut.” Dengan agak malu Bu Soni membolehkan, “Yaa.. silakan saja, deh, Jeng.” Aku menyuruh dia, “Rebahin saja badannya terus tolong kangkangin kakinya yang lebar.” Begitu dia lakukan semuanya terlihatlah daging kemaluannya yang memerah segar dengan bibirnya yang sudah agak keluar dikelilingi oleh bulu yang cukup lebat dan keriting. mm.. Cukup merangsang juga penampilannya. Kudekatkan wajahku ke liang kewanitaannya lalu kukatakan kepada Bu Soni bahwa bentuk kemaluannya sudah cukup merangsang hanya saja akan lebih indah pemandangannya bila bulunya sering disisir agar semakin lurus dan rapi seperti milikku. Lalu kusentuh-sentuh daging kemaluannya dengan tanganku, empuk dan tampak cukup terpelihara baik, bersih dan tidak ada bau apa-apa. Nampak dia agak kegelian ketika sentuhan tanganku mendarat di permukaan alat kelaminnya dan dia mengeluh lirih, “Aduh, geli, lho, Jeng.” “Apa lagi kalo’ dijilat, Bu Soni. Nikmat, deh. Boleh saya coba?” “Aduh, gimana, ya, Jeng. Saya masih jijik, sih.” “Makanya dicoba.”, kataku sambil kuelus salah satu pahanya. “mm.. Ya, silakan, deh, Jeng. Tapi saya tutup mata saja, ah.” Lalu kucium bibir kemaluannya sekali, chuph!! “aa.. Aah.”, Bu Soni mengerang dan agak mengangkat badannya. Lalu kutanya, “Kenapa? Sakit, ya?” Dia menjawab, “Geli sekali.” “Saya teruskan, ya?” Bu Soni pun hanya mengangguk sambil tersenyum. Kuciumi lagi bibir kemaluannya berkali-kali dan rasa geli yang dia rasakan membuat kedua kakinya bergerak-gerak tetapi kupegangi kedua pangkal pahanya erat-erat. Badannya bergerinjal-gerinjal, pantatnya naik turun. Uh! Pemandangan yang lucu sekali, aku pun sempat ketawa melihatnya. Saya keluarkan lidah dan saya sentuhkan ujungnya ke bibir kemaluannya berkali-kali. Oh! Aku semakin terbawa napsu. Kujilati keseluruhan permukaan memeknya, gerakanku semakin cepat dan ganas. Oh, Bu Soni, memekmu nikmaa..aat sekali. Aku sudah tak ingat apa-apa lagi. Semua terkonsentrasi pada pekerjaan menjilati liang kewanitaan Bu Soni. Emm.., Enak sekali. Terus kujilati dengan penuh napsu. Pinggir ke tengah dan gerakan melingkar. Kumasukan lidahku ke dalam celah bibir kemaluannya yang sudah mulai membuka. Ouw! Hangat sekali dan cairannya mulai keluar dan terasa agak asin dan baunya yang khas mulai menyengat ke dalam lubang hidungku. Tapi aku tak peduli, yang penting rasa kemaluan Bu Soni semakin lezat apalagi dibumbui dengan cairan yang keluar semakin banyak. Kuoleskan ke seluruh permukaan kemaluannya dengan lidahku. Jilatanku semakin licin dan seolah-olah semua makanan yang ku makan pada saat acara arisan tadi rasanya tidak ada apa-apanya. Badan Bu Soni bergerinjal semakin hebat begitu juga pantatnya naik-turun dengan drastis. Dia mengerang lirih, “aa.. Ah, ee.. Eekh, ee.. Eekh, Jee.. Eeng, auw, oo.. Ooh. Emm.. Mmh. Hah, hah, hah,.. Hah.” Dan saat mencapai klimaks dia merintih, “aa.., aa.., aa.., aa.., aah”, Cairan kewanitaannya keluar agak banyak dan deras. OK, nampaknya Bu Soni sudah mencapai titik puncaknya. Tampak Bu Soni telentang lemas dan aku tanya, “Bagaimana? Enak? Ada rasa puas?” “Lumayan nikmat, Jeng. Situ nggak jijik, ya.” “Kan sudah biasa juga sama suami.” Kemudian aku bertanya sembari bercanda, “Situ mau coba punya saya juga?” “Ah, Jeng ini. Jijik ‘kan.”, sembari ketawa. “Yaa.. Mungkin belon dicoba. Punya saya selalu bersih, kok. ‘Kan suami saya selalu mengingatkan saya untuk memeliharanya.” Kemudian Bu Soni agak berpikir, mungkin ragu-ragu antara mau atau tidak. Lalu, “Boleh, deh, Jeng. Tapi saya pelan-pelan saja, ah. Nggak berani lama-lama.” “Ya, ndak apa-apa. ‘Kan katanya situ belum biasa. Betul? Mau coba?” tantangku sembari senyum. Lalu dia cuma mengangguk. Kemudian aku menelentangkan badanku dan langsung kukangkangkan kedua kakiku agar terlihat liang kewanitaanku yang masih indah bentuknya. Tampak Bu Soni mulai mendekatkan wajahnya ke liang kewanitaanku lalu berkata, “Wah, Jeng bulu-bulunya lurus, lemas dan teratur. Pantes suaminya selalu bergairah.” Aku hanya tertawa. Tak lama kemudian aku rasakan sesuatu yang agak basah menyentuh kemaluanku. Kepalaku aku angkat dan terlihat Bu Soni mulai berani menyentuh-nyentuhkan ujung lidahnya ke liang kewanitaanku. Kuberi dia semangat, “Terus, terus, Bu. Saya merasa nikmat, kok”. Dia hanya memandangku dan tersenyum. Kurebahkan lagi seluruh tubuhku dan kurasakan semakin luas penampang lidah Bu Soni menjilati liang kewanitaan saya. Oh! Aku mulai terangsang. Emm.. Mmh. Bu Soni sudah mulai berani. oo.. Ooh nikmat sekali. Sedaa.. Aap. Terasa semakin lincah gerakan lidahnya, aku angkat kepalaku dan kulihat Bu Soni sudah mulai tenggelam dalam kenikmatan, rupanya rasa jijik sudah mulai sirna. Gerakan lidahnya masih terasa kaku, tetapi ini sudah merupakan perkembangan. Syukurlah. Mudah-mudahan dia bisa bercumbu lebih hebat dengan suaminya nanti. Lama-kelamaan semakin nikmat. Aku merintih nikmat, “Emm.. Mmh. Ouw. aa.. Aah, aa.. Aah. uu.. uuh. te.. te.. Rus teruu..uus.” Bibir kemaluanku terasa dikulum oleh bibir mulut Bu Soni. Terasa dia menciumi kemaluanku dengan bernafsu. Emm.. Mmh, enaknya. Untuk lebih nikmat Bu Soni kusuruh, “Pegang dan elus-elus paha saya. Enak sekali Bu.” Dengan spontan kedua tangannya langsung mengayunkan elusannya di pahaku. Dia mainkan sampai pangkal paha. Bukan main! Sudah sama layaknya aku main dengan suamiku sendiri. Terlihat Bu Soni sudah betul-betul asyik dan sibuk menjilati liang kewanitaanku. Gerakan ke atas ke bawah melingkar ke seluruh liang kewanitaanku. Seolah-olah dia sudah mulai terlatih. Kemudian aku suruh dia untuk menyisipkan lidahnya ke dalam liang kewanitaanku. Dahinya agak berkerut tetapi dicobanya juga dengan menekan lidahnya ke lubang di antara bibir kemaluan saya. “Aaa.. Aakh! Nikmat sekali. Aku mulai naik untuk mencapai klimaks. Kedua tangannya terus mengelus kedua pahaku tanpa henti. Aku mulai naik dan terasa lubang kemaluanku semakin hangat, mungkin lendir kemaluanku sudah banyak yang keluar. Akhirnya aku pun mencapai klimaks dan aku merintih, “aa.. Aah, uuh”. Sialan Bu Soni tampaknya masih asyik menjilati sedangkan badanku sudah mulai lemas dan lelah. Bu Soni pun bertanya karena gerak kaki dan badanku berhenti, “Gimana, Jeng?” Aku berkata lirih sambil senyum kepadanya, “Jempolan. Sekarang Bu Soni sudah mulai pinter.” Dia hanya tersenyum. Aku tanya kembali, “Bagaimana? Situ masih jijik nggak?” “Sedikit, kok.”, jawabnya sembari tertawa, dan akupun ikut tertawa geli. “Begitulah Bu Soni. Mudah-mudahan bisa dilanjutkan lebih mesra lagi dengan suaminya, tetapi jangan bilang, lho, dari saya.” “oo.., ya, ndak, toh, Jeng. Saya ‘kan juga malu. Nanti semua orang tahu bagaimana?””Sekarang yang penting berusaha agar putrinya bisa punya adik. Kasihan, lho, mungkin sejak dulu dia mengharapkan seorang adik.” “Ya, mudah-mudahan lah, Jeng. Rejeki akan segera datang. Eh! Ngomong-ngomong, Jeng mau nggak kalo’ kapan-kapan kita bersama kayak tadi lagi?” “Naa.., ya, sudah mulai ketagihan, deh. Yaa, itu terserah situ saja. Tapi saya nggak tanggung jawab, lho, kalo’ situ lantas bisa jadi lesbian juga. Saya ‘kan cuma kasih contoh saja.”, jawabku sembari mengangkat bahu dan Bu Soni hanya tersenyum. Kemudian aku cepat-cepat berpakaian karena ingin segera sampai di rumah, khawatir suamiku curiga dan berprasangka yang tidak-tidak. Waktu aku pamit, Bu Soni masih dalam keadaan telanjang bulat berdiri di depan kaca menyisir rambut. Untung kejadian ini tak pernah sampai terbuka sampai aku tulis cerita yang aneh dan lucu ini. Soal bagaimana kemesraan Bu Soni dan suaminya selanjutnya, itu bukan urusan saya tetapi yang penting kelezatan liang kewanitaan Bu Soni sudah pernah aku rasakan.

Tante Dan Anaknya

Cerita dewasa Pada bulan Mei tersebut aku pergi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan, tapi memang kata orang bahwa mencari pekerjaan itu tidak semudah yang kita duga, apalagi di kota metropolis. Pada suatu malam minggu aku tersesat pulang dan tiba-tiba saja ada mobil sedan mewah menghampiriku. Terus dia berkata, Hey.. kok.. melamun? katanya. Aku sangat kaget sekali ternyata yang menyapaku itu adalah seorang wanita cantik dan aku sempat terdiam beberapa detik. Eee.. Ditanya kko masih diam sih? wanita itu bertanya lagi. Lalu aku jawab, Ii.. nii.. Tante aku tersesat pulang nih? Ooohh.. Mendingan kamu ikut Tante saja yah? Kemana Tante? tanyaku. Gimana kalau ke rumah Tante aja yah? karena aku dalam keadaan bingung sekali dan tanpa berpikir apa-apa aku langsung mengiyakannya. Singkat cerita aku sudah berada di rumahnya, di perumahan yang super elit. Kemudian aku diperkenalkan sama anak-anaknya yang memang pada cantik dan sexynya seperti Mamanya. Oh yah, setelah aku dan mereka ngobrol panjang lebar ternyata Tante yang nolong aku itu namanya adalah Tante Mey Lin yang dipanggil akrab Tante Mey, anak pertamanya Mbak Hanny, dia masih kuliah di Universitas terkenal di Jakarta, anak yang kedua namanya Sherly kelas 1 SMU dan yang ketiga namanya Poppy kelas 1 SMP, mereka berdua di sekolahkan di sekolah yang terkenal dan favorit di Jakarta. Walaupun aku baru pertama kenal, tapi aku sama bidadari-bidadari yang pada cantik ini rasanya sudah seperti seseorang yang telah lama berpisah. Lalu kami berlima menonton acara TV yang pas pada waktu itu ada adegan panasnya, dan aku curi pandang sama Tante Mey, rasanya Tante ini enggak tenang dan merasa gelisah sepertinya dia sudah terangsang akan adegan itu, ditambah ada aku disampingnya, namun Tante rupanya malu sama anak-anaknya. Tiba-tiba Tante berkata, Hanny, Sherly, Poppy cepat tidur sudah malam? yang memang pada waktu itu menunjukkan jam 10.30. Memangnya kenapa Mami, filmnya kan belum selesai, kata Mbak Hanny. Memang dia kelihatannya sudah matang betul dan apa yang akan dilakukan Maminya terhadap aku? Lalu mereka bertiga masuk ke kamarnya masing tapi Sherly dan Poppy tidur satu kamar. Dan kejadian kurang lebih tiga bulan yang lalu terulang lagi dan sungguh diluar dugaan aku. Nah dewa sekarang tinggal kita berdua, katanya. Mrmangnya ada apa tuh Tante? kataku heran. Dewa sayang, Tante enggak bisa berbuat bebas terhadap kamu karena Tante malu sama anak-anak, begitu timbalnya. Dewa mendingan kita ke kamar Tante aja yah, please.. temanin Tante malam ini sayang, Tante sudah lama sekali enggak dijamah sama laki-laki, sambil memeluk aku dan memohon, Yah sayang? Mau kan? katanya lagi Ii.. Yaa, mau.. Tante? jawabku gugup. Karena Tante sudah mau menolongku. Tiba di kamar Tante rupanya enggak bisa nahan lagi nafsunya dia langsung mencium seluruh tubuhku, lalu kami berdua tanpa terasa sudah seperti sepasang kekasih yang sudah lama pisah. Hingga kami berdua sudah setengah bugil, aku tinggal CD saja dan tante Mey tinggal BH dan CDnya. Tante sempat menari-nari di depanku untuk membangkitkan gairahku supaya semakin nafsu. Wahh..!! Gile benar nih Tante, kok kayak masih umur 23 tahun saja yah? gumamku dalam hati. Itu tuh.. Kayak Mbak Hanny anaknya yang pertama. Sungguh indah tubuhnya, payudara yang besar, kencang dan sekel sekali, pinggulnya yang sexy dengan pantat yang runcing ke atas, enak kalau dientot dari belakang? Terus yang paling menggiurkan lagi vaginanya masih bagus dan bersih. Itu gerutuku dalam hati sambil melihat Tante menari-nari. Tante langsung menindihku lalu mencium bibirku dengan ganasnya lalu aku juga membalasnya, Tante menggesek-gesekkan vaginanya ke penisku yang mulai tegang, juga kedua payudaranya ke dadaku. Ooohh.. terus.. Tante, gesek.. dan.. Goyang.. yang kerass.. aahh.. oohh.. desahku. Dewa sayang itu penismu sudah bangun yah, rasanya ada yang menganjal di vaginaku cinta, kata Tante Mey. Lalu kami berdua tanpa ba.. bi.. bu.. langsung melakukan 69, dengan jelas terlihat vagina Tante Mey yang merah merekah dan sudah sangat basah sekali, mungkin sudah terangsang banget karena tadi habis menggesek-gesekkan vaginanya ke penisku. Lalu aku menjilat, mencium dan menghisapnya habis-habisan, kupermainan kritorisnya. Tante mengerang. Ooohh.. Eennaakk.. Dewaa.. sayang.. terus.. makan vagina Tante yahh..? Begitu juga dengan aku, penis rasanya sudah enggak tahan banget ingin masuk ke lobang vagina kenikmatannya. Ooohh.. yahh.. eenaakk terus.. Tante.. yang cepet kocokkannya..? Cclluup.. Ccluupp.. Suara penisku didalam mulutnya. Dewa, vagina Tante sudah enggak tahan lagi sudah cepet lepasin, cepet masukin saja penis kamu cinta? Tante Mey meringis memohon. Kemudian aku mengambil posisi diatas dengan membuka pahanya lebar lalu aku angkat ke atas dan aku mulai memasukan penisku ke dalam vaginanya. Bblless.. Bleess.. Bblleess.. Awww.. Yeeahh.. Ssaakiitt.. De.. Waa? Kenapa Tante? Pelan-pelan sayang, vaginaku kan sudah lama enggak dientot? Ooohh..? jawabku. Tahan sebentar yah cinta, biar vagina Tante terbiasa lagi dimasukin penis, katanya. Selang beberapa menit, Nah Dewa, sekarang kamu boleh masukin dan entot vagina Tante sampai puas yah? Ssiipp.. Siap..!! Tante Mey? Memang benar vagina Tante rupanya sudah lama enggak dimasukin penis lagi, terbukti aku sampai 3 kali hentakan. Bleess.. Bless.. Bblleess.. Akhir aku masukin semuanya penisku ke vaginanya. Tiga kali juga tente Mey menjerit. Dewa genjot dan kocok vaginaku sayang? lalu aku mulai memasuk keluarkan penisku dari lambat sampai keras dan cepat sekali. Tante Mey mengerang dan mendesah. Ooohh.. ahh.. enak.. sekalii.. penis kamu Dewaa.., akhirnya vagina Tante ngerasain lagi penis.. terus.. Entot vagina Taann.. tee.. Dewaa.. Sayaanngg..? ceracaunya. Uuuhh.. Oohh.. Aaahh.. Yeess.. Ennaakk.. vagina Tante seret sekalii.. Kaya vaginanya perawan? timbalku. Tiba-tiba, Dewaa.. Aku mau keluar nih? penis kamu hebatt..? Tunggu Tante sayang, aku juga mau keluar nih..? Akhirnya Tante Mey orgasme duluan. Crott.. Ccroott.. Crroott.. Banyak sekali cairan yang ada dalam vaginanya, rasanya penisku hangat sekali. Tante aku mau keluar nih..? kataku, Dimana nih keluarinnya..? Didalam vagina Tante saja Dewaa.. Please.. ingin air mani kamu yang hangat..? Ccrett.. Ccroott.. Ccrroott.. Aaarrgghh.. Aarrgghh.. Oohh.. Mmhh.. Nikmat vagina Tantee..? erangku. Lalu aku dan tente tidur pulas, karena kecapaian akibat pertempuran yang sengit tadi. Sekitar jam 12 malam rasanya penisku ada yang mengulum dan mengocoknya. Ternyata Mbak Hanny, Ada apa Mbak? tanyaku. Wah gila dia, sambil mengocok penisku didalam mulutnya, tangan kirinya menusuk-nusuk vaginanya sendiri. Dia berkata, Dewa aku ingin dong dientot kaya mami tadi, yah.. please.. Dia mempertegas, Dewa tolong Mbak yah sayang, vagina Mbak juga sudah kangen enggak ngentot lagi, Mbak baru putus sama pacar habis enggak muasin vagina Mbak, sambil membimbing tangan kananku untuk mengelus-elus vaginanya. Iyah deh Mbak, aku akan berusaha dengan berbagai cara untuk dapat membuat vagina Mbak jadi ketagihan sama penis aku, jawabku vulgar. Kita entotannya dilantai karpet aja yah? kata Mbak Hanny. Tapi masih di kamar tersebut, Aku takut mengganggu Mami yang habis kamu entotin vaginanya, entar Mami bangun lagi kalau ngentotnya diranjang, dia mempertegas. Mbak Hanny langsung telanjang bulat. Kami pun bercumbu, saling menjilat, mencium, menghisap seperti biasa, dengan gairah yang sangat menggelora sekali. Dan sekarang aku mulai memasukkan penisku ke lubang vaginanya, karena dia sudah gatel banget lihat tadi aku ngentotin Maminya. Maka aku langsung aja, masukkan penisku. Bleess.. Bless.. Bleess.. Aw.. Oohh.. Aahh.. Yyeess..? erangnya. Sakit Mbak? tanyaku. Enggak cinta, terusin saja enak banget kok? Aku langsung mengkocoknya, plak.. plakk.. plokk.. plookk..? suara paha kami berdua beradu..? Vagina Mbak enaakk.. Sekali sih..? sambil aku menggoyangkan pinggulku, terus dia juga mengimbangi goyanganku dengan arah yang berlawanan sehigga benar-benar tenggelam seluruh penisku ke dalam vagina surga kenikmatannya. Oohh.. ennak.. Dee.. waa.. terus.. entot.. mee.. meekk.. Mmbaakk.. sayyaanngg..? Akhirnya akupun ngentot lagi sama vaginanya Mbak Hanny, tapi Maminya enggak sedikitpun bangun mungkin capek main sama aku, habis aku bikin tubuhnya dan vaginanya melayang-layang. Lagi asyik-asyiknya ngentotin vaginanya Kak Hanny, tiba-tiba terdengar suara. Iiihh.. Kakak lagi ngapain? mendengar suara tersebut, aku terkejut. Rupanya Shelly dan Poppy sedang asyik dan santainya melihat aku ngentot sama kakaknya. Aku langsung aja berhenti dan seketika itu juga Mbak Hanny berkata, Dewa kenapa, kok berhenti sayang, terus dong entot vagina Mbak, sampai enak dan nikmat sekalii..? Ii.. ittuu.. ada..? Ada apa? katanya lagi penasaran. Pas dia menggerakkan wajahnya kekanan, terlihatlah adik-adiknya yang sama-sama sudah bugil tanpa sehelai benang pun. Lalu Mbak Hanny bicara, Eehh.. adik-adikku ini bandel sekali yah..!! Setelah dia tahu bahwa aku berhenti karena ada adik-adiknya yang sama sudah telanjang bulat. Heyy.. kenapa kalian ikut-ikutan telanjang? kata Mbak Hanny. Kak aku ingin ngerasain dientot yah? tanya Shelly sama kakaknya. Iyah nih Kakak kok pelit sih.. aku juga sama Kak Shelly ingin juga ngerasain penisnya Mas Dewa, timbal poppy. Iyah kan Kak? tanya poppy pada Shelly. Iyah nih.. Gimana sih..? timbal Shelly. Please dong Kak? Rengek kedua anak tersebut? terus mungkin sudah terlanjur mereka berdua melihat kakaknya ngentot dan sudah pada bugil semuanya, maka Kak Hanny membolehkannya. Iyah deh kamu berdua sudah telanjur bugil dan lihat kakak lagi dientot vaginanya sama penis Dewa? Sini jangan ribut.. kata Kakaknya lagi, Tunggu kakak keluar, yah.. entar kamu juga bakal kebagian adikku manis Tanya kakaknya. Dewa cepetan kocokannya yang lebih keras lagi.. Kasihan vagina kedua adikku ini sudah pada basah.. tuhh.. Akhirnya aku dan Mbak Hanny pun mempercepat ngentotnya kayak dikejar-kejar hantu. Dan akhirnya orgasme secara bersamaan. Aaarrgh.. Oohh.. Mmhh.. Aarrgghh.. Enak.. Sekalii.. cintaa? Aku sudah keluar Dewa..? erangan Mbak Hanny. Aku juga sama Mbakk.. Rasanya penisku hangat sekali Setelah berhenti beberapa menit, lalu kedua anak abg ini mulai membangkitkan lagi gairahku, Shelly kakaknya lagi asyik mengocok penisku dalam mulut dan bibirnya yang sexy sedangkan Poppy mencium bibirku habis-habisan sampai kedua lidah kami saling bertautan dan aku pun tak tinggal diam, aku mulai meremas-remas toketnya yang sedang seger-segernya seperti buah yang baru matang. Akhirnya kembali lagi aku ngentotin vagina adiknya yang masih perawan. Yang pertama kuentot vaginanya sherly yang kelas 1 SMU. Aku sangat kesulitan memasukan penisku karena vaginanya masih sempit dan perawan lagi. Benar nih, vagina kamu mau aku masukin? tanyaku dengan penuh kelembutan, perhatian dan kasih sayang. Mau sekali Kak..? jawabnya. Aku dari tadi sudah kepengen banget, ingin ngerasain gimana sih kalau vagina aku dimasukin penis Mas dewa? Kelihatannya Kak Hanny enak dan nikmat banget, waktu Kakak lagi ngentotin dia? jawab polosnya. Lalu aku suruh dia diatas aku dibawah dan akhirnya dia memasukan juga. Bles.. Bless.. Bbleess.. Aw.. Aahh.. Ohh.. Kak.. sudah.. Masuk belumm..? sambil dia mengedangah ke atas, bibir bawahnya digigit lalu kedua payudaranya dia remas-remas sendiri sambil dia menekan pantatnya kebawah. Tekan lagi cinta masih kepalanya yang masuk? Akhirnya dengan dibantu aku memegang pantatnya kebawah, akhirnya masuklah semuanya. Aahh.. oohh.. yeeahh.. masuk semuanya yah kak? katanya. Iyah Shelly sayang, gimana enak kan? tanyaku sambil aku mencoba menggenjotnya. Enak.. sekali.. Kak Dewa.. Ini belum seberapa Selly. Ntar kamu akan lebih nikmat lagi? lalu aku kocok vaginanya dan akhirnya dia orgasme duluan. Creett.. Creett.. Ccroott.. Aakk.. saayyaanngg.. aa.. kuu.. mau.. keluar nihh.. eranganya. Sambil memelukku erat-erat dan pantatnya ditahan ke belakang karena dia ada diatas, lalu aku pun sama menghentakkan pantatku ke depan, arah yang berlawanan supaya dia benar-benar menikmatinya, penisku tertekan lebih dalam lagi ke lubang vaginanya. Dia langsung lemes sementara aku belum orgasme dan kulihat Poppy sedang dioral vaginanya sama kakaknya, Mbak Hanny. Sudah dong kak..? kataku pada Mbak Hanny. Kasihan tuhh.. vagina Poppy sudah ingin banget ngerasain di tusuk sama penisku ini? kataku lagi Iyah Kak Hanny, sudah dong kak? kata Poppy. Aku sudah enggak tahan sekali dari tadi lihat Kak Shelly dientot sama penisnya Dewa, sepertinya nikmat dan enak sekali? katanya memohon agar Kak Hanny melepaskan oralnya di dalam vaginanya. Akhirnya kami berempat mulai perang lagi, aku mau masukin penisku ke vaginanya Poppy sambil nungging (doggy style) kemudian Poppy menjilat vaginanya Mbak Hanny dan Mbak Hanny menjilat vaginanya Shelly yang sudah seger lagi. Wah.. seretnya bukan main nih vaginanya Poppy, dia masih kelas 1 SMP jadi lebih sempit dibanding kakak-kakaknya dan cengkramannya pun sangat kuat sekali. Bleess.. Bless.. Bleess.. Awww.. Awww.. Ooohh.. Ooohh.. Poppy menjerit lagi setiap aku mau memasukkan lagi penisku. Sakit yah? tanyaku sambil aku meremas-remas payudaranya. Ii.. Iyah.. kak.., Tapi kok enak banget sih? terusin aja Kak Dewa.. Vagina poppy rasanya ada yang mengganjal dan rasanya hangat dan berdenyut-denyut, katanya. Sambil merem melek karena aku mulai menggenjot vaginanya. Oohh.. terruuss.. aakk.. saayyaang.. p.. vaginanya Poppy yah.. ceracaunya. Dan rasanya dia mulai juga menggoyangkan pinggulnya. Tenang cinta.. aku.. akan.. berusaha.. muasin vaginanya dik.. Poppy.. Yah.. Dan akhirnya aku ngentot vagina keempatnya. Lalu aku dengar dia berkata, Aku mau keluar nih? Sabar taahann.. duu.. Luu.. Yah.. Namun baru sekali ini vaginanya dientot dia tak bisa nahan dan.. Crott.. Croott.. Aarhhgg, eemmhh.. oohh.. yeeaass..nikmat banget aakh..? eranganya. Makasih.. Yah kak..? sambil dia tersenyum. Aku.. pipisnya kok.. enggak biasanya, tapi enak banget sih. Aku mau keluar nih, dimana sayang? tanyaku. Aakkh.. didalam vaginaku aja yah.. Aku ingin ngerasain.. Gimana di siram air mani penis.. Ccrroott.. Crroott.. Crott.. Akhirnya aku tumpahkan ke dalam lobang vaginanya dan sebagian lagi kuberikan sama Kak Hanny dan Shelly. Gile.. Benerr.. sekali ngentot dapat empat vagina, yaitu vaginanya anak SMP, anak SMU, mahasiswi dan Tante-Tante.

Suster Suster Haus Sex

Cerita dewasa Suatu siang di jalan Dharma Wangsa ke arah campus Airlangga sedang terjadi keributan, ngga' jelas siapa lawan siapa... saat itu aku melintas dengan BMW M50ku sendirian dan sedang asyik dengerin radio Suara Surabaya... cuek saja saat melintasi perkelahian itu sambil sedikit menoleh ke arah seorang laki-laki yang sedang dikeroyok 4 orang lawannya... dia dikejar habis-habisan dan mencoba menerobos kerumunan penonton untuk mencari selamat. Terbelalak mataku bengitu sadar siapa lelaki yang sedang dikerjar tersebut... ternyata dia Kakak temanku... namanya Anton. Yang ngga' jelas kenapa dia ada di sana dan dikeroyok orang segala, tapi aku sudah tidak sempat berpikir lebih jauh... segera saja aku pinggirkan kendaraanku dan aku turun untuk membantunya. Aku tarik dua orang yang sedang memukulnya karena Anton sudah jatuh terduduk dan dihajar berempat... sekarang Anton mengurus dua orang dan aku dua orang... memang masih tidak seiimbang... dalam perkelahianku aku berhasil menangkap satu dari lawanku dan aku jepit kepalanya dengan lengan kiriku sedang lengan kananku aku gunakan untuk menghajarnya... sementara aku berusaha menggunakan kakiku untuk melawna yang satunya lagi... aku tak sempat lihat apa yang dilakukan Anton... waktu seakan sudah tidak dapat dihitung lagi demikian cepatnya sampai hal terakhir yang masih aku ingat adalah aku merasakan perih di pinggang kanan belakangku... dan saat kutengok ternyata aku ditusuk dengan sebilah belati dari belakang oleh entah siapa... sambil menahan sakit aku merenggangkan jepitanku pada korbanku dan berusaha melakukan tendangan memutar... sasaranku adalah lawan yang di depanku. Namun pada saat melakukan tendangan memutar sambil melayang... tiba-tiba aku melihat ayunan stcik soft ball ke arah kakiku yang terjulur... ngga' ampun lagi aku jatuh terjerembab dan gagal melancarkan tentangan mautku... sesampainya aku di tanah dengan agak tertelungkup aku merasakan pukulan bertubi-tubi... mungkin lebih dari 3 orang yang menghajarku. Terakir kali kuingat aku merasakan beberapa kali tusukan sampai akhirnya aku sadar sudah berada di rumah sakit. Aku tidak jelas berada di rumah sakit mana yang pasti berisik sekali dan ruangannya panas... dalam ruangan tersebut ada beberapa ranjang... pada saat aku berusaha untuk melihat bagian bawahku yang terluka aku masih merasakan nyeri pada bagian perutku dan kaki kananku serasa gatal dan sedikit kebal ( mati rasa )... aku coba untuk geser kakiku ternyata berat sekali dan kaku. Kemudian aku paksakan untuk tidur... Sore itu aku dijenguk oleh Dian adik Anton... Dian ini teman kuliahku... dia datang bersama dengan Mita adiknya yang di SMA... katanya habis jenguk Anton dan Anton ada di ruang sebelah... " Makasih ya Joss... kalo ngga' ada kamu kali Anton sudah... " katanya sambil menitikkan air mata... " Sudahlah... semua ini sudah berlalu... tapi kalo boleh aku tau kenapa Anton sampe dikeroyok gitu ? " tanyaku penasaran. " Biasa gawa-gara cewec... mereka goda cewec Airlangga dan cowocnya marah makanya dikeroyok... emang sich bukan semua yang ngeroyok itu anak Airlangga sebagian kebetulan musuh Anton dari SMA, sialnya Anton saja ketemu lagi dan suasananya kaya' gitu... jadi dech di dihajar rame-rame " jawab Mita. " Kak Jossy yang luka apanya saja ? " tanya Mita. " Tau nih... rasanya ngga' keruan " jawabku... " Lihat aja sendiri... soalnya aku ngga' bisa gerak banyak... kamu angkat selimutnya sekalian aku juga mo tau " lanjutku pada Mita. " Permisi ya Kak " kata Mita langsung sambil membuka selimutku ( hanya diangkat saja ). Sesaat dia pandangi luka-lukaku dan mungkin karena banyak luka sehingga dia sampe bengong gitu... dan pas aku lihat pinggangku dibalut sampe pinggul dan masih tembus oleh darah... di bawahnya lagi aku melihat.... ya ampun pantes ni anak singkong bengong... meriamku tidak terbungkus apa-apa dan yang seremnya kepalanya yang gede kelihatan menarik sekali... seperti perkedel. Sesaat kemudian aku masih sempat melihat kaki kananku digips... mungkin patah kena stick soft ball. Mita menutup kembali selimut tadi dan Dian tidak sempat melhat lukaku karena dia sibuk nangis... hatinya memang lemah... sepertinya dia melankolis sejati. " Mita sini aku mo bilangin kamu " kataku... Mitapun menunduk mendekatkan telinganya ke mulutku. " Jangan bilang sama Dian soal apa yang kamu lihat barusan... kamu suka ngga' ? " kataku berbisik. " Serem " bisiknya bales. " Dian... kamu jangan lihat lukaku... nanti kamu makin nnga' kuat lagi nahan tangismu " kataku. " Tapi paling tidak amu mo tau... boleh aku raba ? " tanyanya... " Silahkan... pelan-pelan ya... masih belum kering lukanya. " jawabku. Dianpun memasukkan tangannya ke balik selimut... dan mulai meraba dari dada... ke perut... di situ dia merasakan ada balutan... digesernya ke kanan kiri... terus ke bawahan dikit... " Kok perbannya sampe gini... lukanya kaya' apa ? " " Wah aku sendiri belum jelas... " aku jawab pertanyaan Dian. Turun lagi tangannya ke pinggul kanan... kena kulitku... terus ke tengah... kena meriamku... dia raba setengah menggenggam... untuk meyakinkan apa yang tersentuh tangannya... tersentak dan dia menarik tangannya sedikit sambil melepas pengangannya pada meriamku... " Sorry... ngga' tau.... " " Ngga' apa-apa kok... malah enak kalo sekalian dipijitin... soalnya badanku sakit semua... " kataku nakal. " Nah.... Kak Dian pegang anunya Kak Joss ya ? " goda Mita... Merah wajah Dian ditembak gitu. Dian terus saja meraa sampe pada kaki kananku dan dia menemukan gips... " Lho... kok digips ? " " Iya patah tulangnya kali " jawabku asal untuk menenangkan pikirannya... Dian selesai merabaiku... tapi tampak sekali dia masih kepikiran soal sentuhan pada meriam tadi... dan sesekali matanya masih melirik ke sekitar meriamku... sedang aku juga sedang menikmati dan membayangkan ulang kejadian barusan... Flash back lah. Tanpa sadar tiba-tiba meriamku meradang dan mulai bangun sehingga tampak pada selimut tipis kalo ada sesuatu perkembangan di sana. " Kak Joss... anunya bangun " bisik Dian padaku sambil dia ambil selimut lain untuk menutupnya... tapi tangannya berhenti dan diam di atasnya... " Supaya Mita ngga' ngelihat " bisiknya lagi. Aku cuman bisa mengangguk... aku sadar ujung penisku masih dapat menggapai telapaknya... aku coba kejang-kejangkan penisku dan Dian seperti merasa dicolek-coleh tangannya. " Mit... kamu pamit sama Mas Anton dech... kita bentar lagi pulang dan biar mereka istirahat... " kata Dian... dan Mitapun melangkah keluar ruangan... " Kak Joss.... nakal sekali anunya ya " bisik Dian... aku balas dengan ciuman di pipinya. " Dian... tolongin donk... diurut-urut itunya... biar lupa sakitnya... " pintaku... " Iya dech... " jawab Dian langsung mengurut meriamku... dari luar selimut... biar ngga' nyolok dengan pasien lain... walaupun antara ranjang ada penyekatnya... " Ian... dari dalem aja langsung... biar cepetan.... " pintaku karena merasa tanggung dan waktunya mepet sekali dia mo pulang., Dian menuruti permintaanku dengan memeriksa sekitar lebih dulu... terus tangannya dimasukkan dalam selimutku langsung meremas meriamku... dielusnya batangku dan sesekali bijinya... dikocoknya... lembut sekali... wah gila rasanya... lama juga Dian memainkan meriamku... sampe aku ngga' tahan lagi dan crrooottt..... crot.... ccrrroooo..tttt.... beberapa kali keluar... Tiba-tiba Mita datang dan buru-buru Dian tarik tangannya dari balik selimut... sedikt kena spermaku telapak tangan Dian... dia goserkan pada sisi ranjang untuk mengelapnya... " Sudah Kak Joss... aku sama Mita mo pulang.... " pamit Dian... " Sudah keluar khan... " bisiknya pada telingaku... cup... pipiku diciumnya... " Cepet sembuhnya... besok aku tengok lagi " Dia sengaja menciumku untuk menyamarkan bisikannya yang terakhir. " Eh... kalo bisa bilangin susternya aku minta pindah kelas satu donk... di sini gerah " pintaku pada mereka. Merekapun keluar kamar dan melambaikan tangan... satu jam kemudian aku dipindahkan ke tempat yang lebih bagus... ada ACnya dan ranjangnya ada dua. Tapi ranjang sebelah kosong. Posisi kamarku agak jauh dari pos jaga suster perawat... itu aku tau saat aku didorong dengan ranjang beroda. " Habis gini mandi ya " kata suster perawat sehabis mendorongku... ngga' lama kemudian dia sudah balik dengan ember dan lap handuk... dia taruh ember itu di meja kecil samping ranjangku dan mulai menyingkap selimutku serta melipatnya dekat kakiku. terbuka sudah seluruh tubuhku... pas dia lihat sekita meriamku terkejut dia... ada dua hal yang mengagetkannya... yang pertama adalah ukuran meriam serta kepalanya yang di luar normal... besar sekali... dan yang kedua ada hasil kerjaan Dian... spermaku masih berantakan tanpa sempat dibersihkan... walaupun sebagian menempel di selimut... tapi bekasnya yang mengering di badanku masih jelas terlihat. " Kok... kayaknya habis orgasme ya ? " tanyanya. Lalu tanpa tunggu aju jawab dia ambil wash lap dan sabun... " Sus... jangan pake wash lap... geli... saya ngga' biasa " kataku. Suster itu mulai dengan tanganku... dibasuh dan disabunnya... usapannya lembut sekali... sambil dimandiin aku pandangi wajahnya... dadanya... cukup gede kalo aku lihat... orangnya agak putih... tangannya lembut. Selesai dengan yang kiri sekarang ganti tangan kananku... dan seterusnya ke leher dan dadaku... terus diusapnya... sapuan telapak tangannya lembut aku rasakan dan akupun memejamkan mata untuk lebih menikmati sentuhannya. Sampe juga akhirnya pada meriamku... dipegangnya dengan lembut.... ditambah sabun... digosok batangnya... bijinya... kembali ke batangnya... dan aku ngga' kuat untuk menahan supaya tetap lemas... akhirnya berdiri juga... pertama setengah tiang lama-lama juga akhirnya penuh... keras.... dia bersihkan juga sekitar kepala meriamku sambil berkata lirih " Ini kepalanya besar sekali... baru kali ini syya lihat kaya' gini besarnya " " Sus... enak dimandiin gini... " kataku memancing. Dia diam saja tapi yang jelas dia mulai mengocok dan memainkan batangku... kaya'nya dia suka dengan ukurannya yang menakjubkan... " Enak Mas... kalo diginikan ? " tanyanya dengan lirikan nakal. " Ssshh... iya terusin ya Sus... sampe keluar... " kataku sambil menahan rasa nikmat yang ngga' ketulungan... tangan kirinnya mengambil air dan membilas meriamku... kemudian disekanya dengan tangan kanannya... kenapa kok diseka pikirku... tapi aku diam saja... mengikuti apa yang mau dia lakukan... pokoknya jangan berhenti sampe sini aja... pusing nanti... Dia dekatkan kepalanya... dan dijulurkan lidahnya... kepala meriamku dijilatnya perlahan... dan lidahnya mengitari kepala meriamku... sejuta rasanya... wow... enak sekali... lalu dikulumnya meriamku... aku lihat mulutnya sampe penuh rasanya dan belum seluruhnya tenggelam dalam mulutnya yang mungil... bibirnya yang tipis terayun keluar masuk saat menghisap maju mundur. Lama juga aku diisep suster jaga ini... sampe akhirnya aku ngga' tahan lagi dan crooott.... crooott... nikmat sekali. Spermaku tumpah dalam rongga mulutnya dan ditelannya habis... sisa pada ujung meriamkupun dijilat serta dihisapnya habis... " Sudah sekarang dilanjutkan mandinya ya... " kata suster itu dan dia melanjutkan memandikan kaki kiriku setelah sebelumnya mencuci bersih meriamku... badanku dibaliknya... dan dimandikan pula sisi belakang badanku. Selesai acara mandi " Nanti malam saya ke sini lagi nanti saya temenin... " katanya sambil membereskan barang-barangnya. terakhir sebelum keluar kamar dia sempat menciumku... pas di bibir... hangat sekali... " Nanti malam saya kasih yang lebih hebat " begitu katanya. Akupun berusaha untuk tidur... nikmat sekali sore ini dua kali keluar... dibantu dua cewec yang berbeda... ini mungkin ganjaran dari menolong teman... gitu hiburku dalam hati... sambil memikirkan apa yang akan kudapat malam nanti akupun tertidur lelap sekali. Tiba-tiba aku dibangunkan oleh suster yang tadi lagi... tapi aku belum sempat menyanyakan namanya... baru setelah dia mo keluar kamar selesai meletakkan makananku dan membangunkanku... namanya Anna. Cara dia membangunkanku cukup aneh... rasanya suster di manapun tidak akan melakukan dengan cara ini... dia remas-remas meriamku... sambil digosoknya lembut sampe aku bangun dari tdurku. Langsung aku selesaikan makanku dengan susah payah... akhirnya selesai juga... lalu aku tekan bel... dan tak lama kemudian datang suster yang lain... aku minta dia nyalakan TV di atas dan mengakat makananku. Aku nonton acara-acara TV yang membosankan dan juga semua berita yang ditayangkan... tanpa konsentrasi sedikitpun. Sekitar jam 9 malam suster Wiwik datang untuk mengobati lukaku dan mengganti perban... pada saat dia melihat meriamkupun dia takjub... " Ngga' salah apa yang diomongkan temen-temen di ruang jaga " demikian komentarnya. " Kenapa Sus ? " tanyaku ngga' jelas. " Oo... itu tadi teman-teman bilang kalo pasien yang dirawat di kamar 26 itu kepalanya besar sekali. " jawabnya. Setelah selesai denganmengobati lukaku dan dia akan tinggalkan ruangan... sebelum membetulkan selimutku dia sempatkan mengelus kepala meriamku... " Hmmm... gimana ya rasanya ? " gumamnya tanya meminta jawaban. Dan akupun hanya senyum saja. Wah suster di sini gila semua ya pikirku... soalnya aku baru kenal dua orang dan dua-duanya suka sama meriamku... minimal tertarik... dan lagian ada promosi gratis di ruang jaga suster kalo ada pasien dengan kepala meriam super besar... promosi yang menguntungkan... semoga ada yang terjerat ingin mencoba... selama aku masih dirawat di sini. Jam 10an kira-kira aku mulai tertidur... aku mimpi indah sekali dalam tidurku... karena sebelum tidur tadi otakku sempat berpikir jorok. Aku merasakan hangat sekali pada bagian selangkanganku... tepatnya pada bagian meriamku... sampe aku terbangun ternyata... suster Anna sedang menghisap meriamku... kali ini entah jam berapa ? Dengan bermalas-malasan aku nikmat terus hisapannya... dan aku mulai ikut aktif dengan meraba dadanya... suatu lokasi yang aku anggap paling dekat dengan jangkauanku. Aku buka kanding atasnya dua kancing... aku rogoh dadanya di balik BH putihnya... aku dapati segumpal daging hangat yang kenyal... kuselusuri... sambil meremas-remas kecil.. sampe juga pada putingnya... aku pilin putingnya... dan Sus Annapun mendesah... enath berapa lama aku dihisap dan aku merabai Sus Anna... sampe dia minta " Mas... masih sakit ngga' badannya ? " " Kenapa Sus ? " tanyaku bingung. " Enggak kok... sudah lumayan enakan... " dan tanpa menjawab diapun meloloskan CDnya... dimasukkan dalam saku baju dinasnya. Lalu dia permisi padaku dan mulai mengangkangkan kakinya di atas meriamku... dan bless... dia masukkan batangku pada lobangnya yang hangat dan sudah basah sekali... diapun mulai menggoyang perlahan... pertama dengan gerakan naik turun...lalu disusul dengan gerakan memutar... wah... suster ini rupanya sudah prof banget... lobangnya aku rasakan masih sangat sempit... makanya dia juga hanya berani gerak perlahan... mungkin juga karena aku masih sakit... dan punya banyak luka baru. Lama sekali permainan itu dan memang dia ngga' ganti posisi... karena posisi yang memungkinkan hanya satu posisi... aku tidur di bawah dan dia di atasku. Sampe saat itu belum ada tanda-tanda aku akan keluar... tapi kalo tidak salah dia sempat mengejang sekali tadi dipertengahan dan lemas sebentar lalu mulai menggoyang lagi... sampe tiba-tiba pintu kamarku dibuka dari luar... dan seorang suster masuk dengan tiba-tiba... kaget sekali kami berdua... karena tidak ada alasan lain... jelas sekali kita sedang main... mana posisinya... mana bajua dinas Suster Anna terbuka sampe perutnya dan BHnya juga sudah kelepas dan tergeletak di lantai. Ternyata yang masuk suster Wiwik... dia langsung menghampiri dan bilang " Teruskan saja An... aku cuman mau ikutan... mumpung sepi " Suster Wiwikpun mengelus dadaku... dia ciumin aku dengan lembut... aku membalasnya dengan meremas dadanya... dia diam saja... aku buka kancingnya... terus langsung aku loloskan pakaian dinasnya... aku buka sekalian BHnya yang berenda... tipis dan merangsang... membal sekali tampak pada saat BH itu lepas dari badannya... dada itu berguncang dikit... kelihatan kalo masih sangat kencang... tinggal CD minim yang digunakannya. Suster Anna masih saja dengan aksinya naik turun dan kadang berputar... aku lhat saja dadanya yang terguncang akibat gerakannya yang mulai liar... lidah suster Wiwik mulai memasuki rongga mulutku dan kuhisap ujung lidahnya yang menjulur itu... tangan kiriku mulai merabai sekitar selangkangan suster Wiwik dari luar... basah sudah CDnya... pelah aku kuak ke samping... dan kudapat permukaan bulu halus menyelimuti liang kenikmatannya... kuelus perlahan... baru kemudian sedikit kutekan... ketemu sudah aku pada clitsnya... agak ke belakang aku rasakan makin menghangat. Tersentuh olehku kemudian liang nikmat tersebut... kuelus dua tiga kali sebelum akhirnya aku masukkan jariku ke dalamnya. Kucoba memasukkan sedalam mungkin jari telunjukku... kemudian disusul oleh jari tengahku... aku putar jari-jariku di dalamnya... baru kukocok keluar masuk... sambil jempolku memainkan clitsnya. Dia mendesar ringan... sementara suster Anna rebahan karena lelah di dadaku dengan pinggulnya tiada hentinya menggoyang kanan dan kiri... suster Wiwik menyibak rambut panjang suster Anna dan mulai menciumi punggung terbuka itu... suster Anna makin mengerang... mengerang.... dan mengerang.... sampai pada erangan panjang yang menandakan dia akan orgasme... dan makin keras goyangan pinggulnya... sementara aku mencoba mengimbangi dengan gerakan yang lebih keras dari sebelumnya... karena dari tadi aku tidak dapat terlalu bergoyang... takut lukaku sakit. Suster Anna mengerang.... panjang sekali seperti orang sedang kesakitan... tapi juga mirip orang kepedasan... mendesis di antara erangannya... dia sudah sampe... rupanya... dan... dia tahan dulu sementara... baru dicabutnya perlahan... sekarang giliran suster Wiwik... dilapnya dulu... meriamku dikeringkan... baru dia mulai menaikiku... batin... kurang ajar suster-suster ini aku digilirnya... dan nanti aku juga mesti masih membayar biaya rawat... gila... enak di dia... tapi..... enak juga dia aku kok... demikian pikiranku... ach... masa bodo.... POKOKNYA PUAS !!! Demikian kata iklan. Ketika suster Wiwik telah menempati posisinya... kulihat suster Anna mengelap liang kenikmatannya dengan tissue yang diambilnya dari meja kecil di sampingku. Suster Wiwik seakan menunggang kuda... dia goyang maju mundur... perlahan tapi penuh kepastian... makin lama makin cepat iramanya... sementara tanganku keduanya asyik meremas-remas dadanya yang mengembung indah... kenyal sekali rasanya... cukup besar ukurannya dan lebih besar dari suster Anna punya... yang ini ngga' kurang dari 36... kemungkinan cup C... karena mantap dan tanganku seakan ngga' cukup menggenggamnya. Sesekali kumainkan putingnya yang mulai mengeras... dia mendesis... hanya itu jawaban yang keluar dari mulutnya... desisan itu sungguh manja kurasakan... sementara suster Anna telah selesai dengan membersihkan liang hangatnya... kemudian dia mulai lagi mengelus-elus badan telanjang suster Wiwik dan tuga memainkan rambutku... mengusapnya... Kemudian karena sudah cukup pemanasannya... dia mulai menaiki ranjang lagi... dikangkangkannya kakinya yang jenjang di atas kepalaku... setengah berjongkok gayanya saat itu dengan menghadap tembok di atas kepalaku... dan kedua tangannya berpegangan pada bagian kepala ranjangku. Mulai disorongkannya liangnya yang telah kering ke mulutku... dengan cepat aku julurkan lidahku.... aku colek sekali dulu dan aku tarik nafas.... hhhmmmm...... harus khas liang senggama.... kujilat liangnya dengan lidahku yang memang terkenal panjang... kumainkan lidahku... mereka berdua mengerang berbarengan kadang bersahutan... Aku ingin tau sekarang ini jam berapa ? Jangan sampe erangan mereka mengganggu pasien lain... karena aku mendengarnya cukup keras... aku tengok ke dinding... kosong ngga' ada jam dinding... aku lihat keluar... kearah pintu... mataku terbelalak... terkejut... shock... benar-benar kaget aku... lamat-lamat aku perhatikan... di antara pintu aku melihat seberkas sinar mengkilap... sambil terus menggoyang suster Wiwik... meninggalkan jilatan pada suster Anna... aku konsentrasi sejenak pada apa yang ada di belakang pintu... ternyata... pintupun terbuka... makin gila aku makin kaget... dan deg... jantungku tersentak sesaat... lalu lega... tapi... yang dateng ini dua temen suster yang sedang kupuaskan ini... kaya'nya kalo marah sich ngga' bakalan.. mereka sepertinya telah cukup lama melihat adegan kami bertiga... jadi maksud kedatangannya hanya dua kemungkinan... mo nonton dari dekat atau ikutan... ternyata.... " Wah... wah... wah... rajin sekali kalian bekerja... sampe malem gini masih sibuk ngurus pasien... " demikian kata salah seorang dari mereka... " Mari kami bantu " demikian sahut yang lainnya yang berbadan kecil kurus dan berdada super... Jelas ini jawabannya adalah pilihan kedua. Merekapun langsung melepas pakaian dinas masing-masing... satu mengambil posisi di kanan ranjang dan satu ngambil posisi di kiri ranjang... secara hampir bersamaan mereka menciumi dada... leher... telinga dan semua daerah rangsanganku... akupun mulai lagi konsentrasi pada liang suster Anna... sementara kedua tanganku ambil bagian masing-masing... sekarang semua bagian tubuhku yang menonjol panjang telah habis digunakan untuk memuaskann 4 suster gatel...... malam ini... tidak ada sisa rupanya.... terus bagaimana kalo sampe ada satu lagi yang ikutan ? Jari-jariku baik dari tangan kanan maupun kiri telah amblas dalam liang hangat suster-suster gatel tersebut... untuk menggaruknya kali... aku kocok-kocokkan keluar masuk ya lidahku... ya jariku... ya meriamku... rusak sudah konsentrasiku... yang pasti... ini pengalaman gila kedua sejak peristiwa serupa dengan Donna adik Sammy Zara... Ini permainan Four Whell Drive ( 4 WD )atau bisa juga disebut Four Wheel Steering ( 4 WS )... empat-empatnya jalan semua... kaya'nya kau makin piawai dalam permainan 4DW / 4 WS ini karena ini kali dua aku mencoba mempraktekkannya. Lama sekali permainannya... sampe tiba-tiba suster Wiwik mengerang.... kesar dan panjang serta mengejang... Setelah suster Wiwik selesai... dan mencabut meriamku... suster Anna berbalik posisi dengan posisi 69... kami saling menghisap dan permainan berlanjut... sekali aku minta rotasi... yang di kananku untuk naik... yang di atas ( suster Anna ) aku minta ke kiri dan suster yang di kiri aku minta pindah posisi kanan. Tawaran ini tidak disia-siakan oleh suster yang berkulit agak gelap dari semua temannya... dia langsung menancapkan meriamku dengan gerakan yang menakjubkan... tanpa dipegang.... diambilnya meriamku yang masih tegang dengan liangnya dan langsung dimasukkan... amblas sudah meriamku dari pandangan. Diapun langsung menggoyang keras... rupanya sudah ngga' tahan... Benar juga sekitar 5 menit dia bergoyang sudah mengejang keras dan mengerang.... mengerang.... panjang serta lemas. Sementara tingal dua korban yang belum selesai... aku minta bantuan suster yang masih ada di sana untuk membantu aku balik badan... tengkurap... kemudian aku suruh suster yang pendek dan berdada besar tadi untuk masuk ke bawah tubuhku.... sedangkan suster Anna aku suruh duduk di samping bantal yang digunakan suster kecil tadi. Perlahan aku mulai memasukkan meriam raksasaku pada liang suster yang bertubuh kecil ini... sulit sekali... dan diapun membantu dengan bimbingan test.... Setelah tertancap... tapi sayangnya tidak dapat habis terbenam... rasanya mentok sekali... dengan bibir rahimnya... akupun mulai menggoyang suster kecil dan menjilati suster Anna. Mereka berdua kembali mendesah.... mengerang.... mendesah dan kadang mendesis... kaya' ular. Aku sulit sekali sebenarnya untuk mengayun pinggulku maju mundur.... jadi yang bisa aku lakukan cuman tetap menancapkan meriamku pada liang kenikmatan suster mungil ini sambil memutar pinggulku seakan meng-obok-obok liangnya... sedangkan dadanya yang aku bilang super itu terasa sekali mengganjal dadaku yang bidang... kenikmatan tiada tara sedang dinikmati si mungil di bawahku ini... dia mendesis tak keruan... sedang lidahku tetap menghajar liang kenikmatan suster Anna... sesekali aku jilatkan pada clitsnya... dia menggelinjang setiap kali lidahku menyentuh clitsnya... mendengar desisan mereka berdua aku jadi ngga' tahan... maka dengan nekat aku keraskan goyangan pinggulku dan hisapanku pada suster Anna... dia mulai mengejang... mengerang dan kemudian disusul dengan suster yang sedang kutindih.... suster Anna sudah lemas... dan beranjak turun dari posisinya.... Aku tekan lebih keras suster mungil ini.... sambil dadanya yang menggairahkan ini aku remas-remas semauku... aku sudah merasakan hampir sampe juga... sedang suster mungil masih mengerang.... terus dan terus... kaya'nya dia dapat multi orgasme dan panjang sekali orgasme yang didapatnya.... aku coba mengjar orgasmenya... dan.... dan.... berhasil juga akuhirnya... aku sodok dan benamkan meriamku sekuat-kuatnya... sampe dia melotot... aku didekapnya erat sekali... dan " Adu.....uh enak sekali... " demikian salah satu katanya yang dapat aku dengar. Akupun ambruk diatas dada besar yang menggemaskan itu... lunglai sudah tubuh ini rasanya... menghabisi 4 suster sekaligus... suatu rekord yang gila... permainan Four Wheel Drive kedua dalam hidupku... pada saat mencabutnyapun aku terpaksa diantu suster yang lain... " Kasihan pasien ini nanti sembuhnya jadi lama... soalnya ngga' sempet istirahat " kata suster yang hitam. " Iya dan kaya'nya kita akan setiap malam rajin minta giliran kaya' malem ini " sahut suster Wiwik. " Kalo itu dibuat system arisan saja " kata suster Anna sadis sekali kedengarannya. Emangnya aku meriam bergilir apa ? Malam itu aku tidur lelaap sekali dan aku sempat minta untuk suster mungil menemaniku tidur, aku berjanji tiap malam mereka dapat giliran menemaniku tidur... tapi setelah mendapat jatah batin tentunya. Suster mungil ini bernama Ratih dan malam itu kami tidur berdekapan mesra sekali seperti pengantin baru dan sama-sama polos... sampe jam 4 pagi... dia minta jatah tambahan... dan kamipun bermain one on one ( satu lawan satu, ngga' keroyokan kaya' semalem ). Hot sekali dia pagi itu... karena kami lebih bebas... tapi yang kacau adalah udahannya... aku merasa sakit karena lukaku berdarah lagi... jadi terpaksa ketahuan dech sama yang lain kalo ada sesi tambahan... dan merekapun rame-rame mengobati lukaku.... sambil masih pengen lihat meriam dasyat yang meluluh lantakkan tubuh mereka semaleman. Abis gitu sekitar jam 5 aku kembali tidur sampe pagi jam 7.20 aku dibangunkan untuk mandi pagi. Mandi pagi dibantu oleh suster Dewi dan sempat diisep sampe keluar dalam mulutnya... nah suster Dewi ini yang kulitnya hitaman semalam. Nama mereka sering aku dapat setelah tubuh mereka aku dapat. Hari kedua Pagi jam 10 aku dibesuk oleh Dian dan Mita... mereka membawakan buah jeruk dan apel... aslinya sich aku ngga demen makan buah... setengah jam kami ngobrol bertiga. sampe suatu saat aku bilang pada Dian " aku mo minta tolong Ian... kepalaku pusing... soalnya aku dari semaleman ngga' dapet keluar... dan aku ngga' bisa self service " demikian kataku membuka acara... dan akupun bercerita sedikit kebiasaanku pada Dian dengan bumbu tentunya. Aku cerita kalo biasa setiap kali mandi pagi aku suka onani kalo semalemnya ngga' dapet cewec buat nemenin tidur... dan sorenya juga suka main lagi... Dian bisa maklum karena aku dulu sempat samen leven dengan Nana temannya yang hyper sex selama 8 bulan lebih... dia juga tahu kehidupanku tidak pernah sepi cewec. Dengan dalih dia mo bantu aku karena hal ini dianggap sebagai bales jasa menyelamatkan jiwa kakaknya... yang aku selamatkan dari keroyokan kemarin... sampe akhirnya aku sendiri masuk rumah sakit. Dia minta Mita adiknya keluar dulu karena malu, tapi Mita tau apa yang akan dilakukan Dian padaku... karena pembicaraan tadi di depan Mita. Sekeluarnya Mita dari kamar... Dian langsung memasukkan tangannya dalam selimutku dan mulailah dia meremas dan mengelus meriamku yang sedang tidur... sampe bangun dan keras sekali... setelah dikocoknya dengan segala macam cara masih belum keluar juga sedang waktu sudah menunjukkan pukul 10.45 berarti jam besuk tinggal 15 menit lagi maka aku minta Dian menghisap meriamku. Mulanya dia malu... tapi dikerjakannya juga... demi bales jasa kaya'ya... atau dia mulai suka ? Akhirnya keluar juga spermaku dan kali ini tidak diselimut lagi tapi dalam mulut Dian dan ini pertama kali Dian meneguk spermaku... juga pertama kali teman kuliahku ini ngisep punyaku... kaya'nya dia juga belum mahir betul... itu ketahuan dari beberapa kali aku meringis kesakitan karena kena giginya. Spermaku ditelannya habis... sesuai permintaanku dan aku bilang kalo sperma itu steril dan baik buat kulit... benernya sich aku ngga' tau jelas... asal ngomong aja dan dia percaya... setelah menelan spermaku dia ambil air di gelas dan meminumnya... belum biasa kali. Aku tengok ke jendela luar saat Dian ambil minum tadi... ternyata aku melihat jendela depan yang menghadap taman tidak tertutup rapat dan aku sempat lihat kalo Mita tadi ngintip kakaknya ngisep aku... Jam 11.05 mereka berdua pamit pulang... selanjutnya aku aku makan siang dan tidur sampe bangun sekitar jam 3 siang. Dan aku minta suster jaga untuk memindahkanku ke kursi roda... sebelum dipindahkan aku diobati dulu dan diberi pakeaian seperti rok panjang terusan agak gombor. dengan kancing banyak sekali di belakangnya. Pada saat mengenakan pakaian tersebut dikerjakan oleh dua suster shift pagi... suster Atty dan suster Fatima, pada saat mereka berdua sempat melihat meriamku... mereka saling berpandangan dan tersenyum terus melirik nakal padaku... aku cuek saja... pada saat aku mo dipindahkan ke kurasi roda aku diminta untuk memeluk suster Fatima... orangnya masih muda sekitar 23 tahunan kira-kira... rambutnya pendek... tubuhnya sekitar 159 Cm... dadanya sekitar 34 B... pada saat memeluk aku sedikit kencangkan sambil pura-pura ngga' kuat berdiri... aku dekap dia dari pinggang ke pundak ( seperti merengkuh ) dengan demikian aku telah menguncinya sehingga dia tidak dapat mengambil jarak lagi dan dadanya pas sekali dipundakku... greeng... meriamku setengah bangun dapat sentuhan tersebut. " Agak tegak berdirinya Mas... berat soalnya badan Masnya " kata suster Fatima. Akupun mengikut perintahnya dengan memindahkan tangan kananku seakan merangkulnya dengan demikian aku makin mendekatkan wajahnya ke leherku dan aku dorong sekalian kepalaku sehingga dia secara ngga' sadar bibirnya kena di leherku... sementara suster Atty membetulkan letak kursi roda... aku lihat pinggulnya dari berlakang... wah... bagus juga ya... Suster Fatima bantu aku duduk di kursi roda dan suster Atty pegang kursi roda dari belakang...pada saat mo duduk pas mukaku dekat sekali dengan dada suster Fatima... aku sempetin aja desak dan gigit dengan bibir berlapis gigi ke dada tersebut... karena beberapa terhenti aku dapat merasakan gigitan itu sekitar 2 detikan dech... dia diam saja... dan saat aku sudah duduk.... dan suster Atty keluar kamar... " Awas ya... nakal sekali " kata suster Fatima sambil mendelik. Aku tau dia ngga' marah cuman pura-pura marah aja " Satunya belum Sus " kataku menggoda... " Enak aja... geli tau ? " jawabnya sewot. " Nanti saya cubit baru tau " lanjutnya sambil langsung mencubit meriamku... dan terus dia ngeloyor keluar kamar dengan muka merah... karena meriamku saat itu sudah full standing karena abis nge-gigit toket... jadi terangsang... " Sus... tolong donk saya di dorong keluar kamar " kataku sebelum sempat suster Fatima keluar jauh. Diapun kembali dan mendorongku ke teras kamar... menghadap taman. Aku bengong di teras... sambil menghisap rokokku... di pangkuanku ada novel tapi rasanya males mo baca novel itu... jadinya aku bengong saja sore itu di teras sambil ngelamun aku mikirin rencana lain untuk malam ini... mo pake gaya apa ya ? Tiba-tiba aku dikejutkan dengan telapak tangan yang menutup mataku... saipa ini ? Kok tanyannya halus... dingin dan kecil... " Siapa ni ? " kataku... Terus dilepasnya tangan tersebut dan dia ke arah depanku... baru kutau dia Mita adik Dian. Kok sendirian ? " Mana Mita ? " tanyaku... " Lagi ketempat dosennya mo ngurus scripsi " jawab Mita. " Jadi ngga' kesini donk ? " tanyaku penasaran. " Ya ngga' lah... ini saya bawain bubur buatan Mama " katanya sambil mendorongku masuk kamar... dia letakkan bubur itu di atas meja kecil samping ranjang. Terus kami ngobrol... sekitar 10 menit sampe aku bilang " Mit... ach ngga' jadi dech... " kataku bingung gimana mo mulainya... maksudku mo jailin dia untuk ngeluarin aku seperti yang dilakukan kakaknya pagi tadi... bukankah dia juga udah ngintip... kali aja dia pengen kaya' kakaknya... mumpung lagi cuman berduaan... " Kenapa Kak ? " aku tak menjawab hanya mengernyitkan dahi saja... " Pusing ya ? " tanyanya lagi. " Iya ni... penyakit biasa " kataku makin berani... kali bisa... " Kak... gimana ya ? Tadi khan udah ? " katanya mulai ngeti maksudku... tapi kaya'nya dia bingung dan malu... merah wajahnya tampak sekali. " Mit... sorry ya... kalo kamu ngga' keberatan tolongin Kakak donk... ntar malem Kakak ngga' bisa tidur... kalo... " kataku mengarah dan sengaja tidak menyelesaikan kata-kataku supaya terkesan gimana gitu.... " Iya Mita tau Kak... dan kasihan sekali... tapi gimana Mita ngga' bisa... MIta malu Kak... " " Ya udah kalo kamu keberatan... aku ngga' mo maksa... lagian kamu masih kecil... " " Kak... Mita ciumin aja ya... supaya Kakak terhibur... jangan susah Kak... kalo Mita sudah besar dan sudah bisa juga mau kok bantuin Kak Jossy kaya tadi pagi " kata dia sambil mencium pipiku. " Iya dech... sini Kak cium kamu " kataku dan diapun pindah kehadapanku. Dia membungkuk sehingga ada kelihatan dadanya yang membusung... aduh.... gila... usaha harus jalan terus ni... gimana caranya masa bodo... harus dapet... aku udah pusing berat. Dan Mitapun memelukku sambil membungkuk... aku cium pipinya, dagunya... belakang telinganya kadang aku gigit lembut telinganya... pokoknya semua daerah rangsangan... aku coba merangsangnya... ciuman kami lama juga sampe nafasnya terasa sekali di telingaku. Tangaku mencoba meremas dadanya... diapun mundur... mo menghidar... " Mit... gini dech... aku sentuh kamu saja... ngga' ngapain kok... supaya aku lebih tenang nanti malem " " Maaf Kak... tadi Mita kaget... Mita ngerti kok... Kak Joss gini juga gara-gara Mas Anton " jawabnya penuh pengertian... atau dia udah kepancing ? Diapun kembali... mendekat dan kuraih dadanya... aku remas...dan dia kembali menciumku... dari tadi tidak ada ciuman bibir hanya pipi dan telinga... saling berbalasan... sampe remasanku makin liar dan mencoba menyusup pada bajunya... melalui celah kancing atasnya. Tangan Mita mulai turun dari dadaku ke meriamku... dan meremasnya dari luar... " Aduh... enak sekali Mit... terusin ya... sampe keluar... biar aku ngga' pusing nanti " kataku nafsu menyambut kemajuannya. Lama remasan kami berlangsung... sampe akhirnya Mita melorot dan berjongkok di depanku dan menyingkap pakaianku... dia mulai mo mencium meriamku... dengan mata redup penuh nafsu dia mulai mencium sayang pada meriamku. " Masukin saja Mit... " kataku. Mitapun memasukkan meriamku dalam mulut mungilnya... sulit sekali tampaknya... dan penuh sekali kelihatan dari luar... dia mulai menghisap dan aku bilang jangan sampe kena gigi... Tak perlu aku ceritakan proses isep-isepan itu... yang pasti saat aku ngga' tahan lagi... aku tekan palanya supaya tetap nancep... dan aku keluarkan dalam mulut mungil Mita... terbelalak mata Mita kena semprot spermaku. " Telen aja Mit... ngga' papa kok " kataku... Diapun menelan spermaku... lalu dicabutnya dari mulut mungil itu... sisa spermaku yang meleleh di meriamku dan bibir mungilnya dilap pake tissue... dan dia lari ke kamar mandi.... sedang aku merapikan kembali pakaianku yang tersibak tadi. Ada orang datang... kelihatan dari balik kaca jendela... " Sorry Joss... aku baru bisa dateng sekarang... ngga' dapet pesawat soalnya " kata Bang Johnny yang datang bersama dengan kak Wenda dan Winny... " Iya ini juga langsung dari airport " kata Kak Wenda. " Kamu kenapa si... ceritanya gimana kok bisa sampe kaya' gini ? " tanya Winny... " Lha kalian tau aku di sini dari mana ? " tanyaku bingung. " Tadi malem kami telpon ke rumah ngga' ada yang jawab sampe tadi pagi kami telpon terus masih kosong " kata Kak Wenda. " Aku telpon ke rumahnya Donna yang di Kertajaya kamu ngga' di sana... aku telpon rumahnya yang di Grand Family juga kamu ngga' ada, malah ketemu sammy di sana " kata Winny. " Sammy bilang mo bantu cari kamu... terus siang tadi Donna telpon katanya dia abis nelpon Dian dan katanya kamu dirawat di sini dan dia cerita panjang sampe kamu masuk rumah sakit " kata Winny lagi. Mereka tuh semua dari Jakarta karena ada saudara Kak Wenda yang menikah... dan rencananya pulangnya kemarin sore... pantes Kak Wenda telpon aku kemarin mungkin mo bilangin kalo pulangnya ditunda. Malah dapet berita kaya' gini. Mita keluar dari kamar mandi yang ada dalam kamarku itu kaget juga tau banyak orang ada di sana dan dia kaya'nya kikuk juga... Setelah aku perkenalkan kalo ini Mita adiknya Dian dan kemudian Mita pamit mo jenguk kakaknya diruang lain. Kamipun ngobrol seperginya Mita dari hadapan kami. Winny memandangku dengan sedih... mungkin kasihan tapi juga bisa dia cemburu sama Mita... ngapain ada dalam kamar mandi dan sebelumnya cuman berduaan aja sama aku di sini. Selanjutnya tidak ada cerita menarik untuk diceritakan pada kalian semua... yang pasti mereka ngobrol sampe jam 5.20 karena minta perpanjangan waktu dan jam 5 tadi Mita datang lagi cuman pamit langsung pulang. Malamnya seperti biasa... kejadiannya sama seperti hari pertama... mandi sore diisep lagi... kali ini sustenya lain... dia suster Fatima yang sempet aku gigit toketnya tadi siang. Dan malemnya aku main lagi... dan tidur dengan suster Wiwik... suster Anna off hari itu... jadi waktu main cuman suster Wiwik, suster Ratih dan suster Dewi...

Menebus Rasa Bersalah

Cerita dewasa Dua minggu setelah aku diperkosa beramai-ramai di malam Halloween, Doni akhirnya menyempatkan diri datang ke kotaku diantara kesibukan sekolah dan tugas-tugas akhir semester dia. Aku tentu saja senang sekali dijenguk Doni dan kami berdua memikirkan rencana untuk akhir pekan itu. Terus terang aku merasa sangat bersalah terhadap Doni karena aku sangat menikmati perkosaan itu, dan aku belum dan tidak akan menceritakan kejadian itu kepada siapapun, terlebih lagi Doni. Di antara kami berdua memang tidak ada perjanjian untuk setia, dan kami setuju untuk bebas tidur dengan siapapun yang kami inginkan, tapi aku yakin perjanjian itu tidak dimaksudkan untuk seks keroyokan seperti dua minggu lalu, meski demikian aku yakin sejak kita mulai pacaran pasti telah ada beberapa cewek yang menghangatkan ranjang Doni. Mungkin karena rasa bersalah itu aku merencanakan sebuah surprise untuk Doni. Hari Jumat pagi itu aku mengepak pakaian tidur seksi yang kubawa ketika aku menyerahkan tubuhku ke Doni untuk pertama kalinya (baca Akhir Pekan yang Panjang). Doni akan tiba sekitar pukul 6 sore, dan kami akan makan malam bersama. Aku sengaja memesan sebuah kamar hotel untuk kami berdua malam itu dengan tujuan untuk memberikan servis seks yang terbaik untuk Doni. Kelas terakhirku hari itu beres jam 5.30, aku berjalan ke arah perpustakaan di sekolahku dimana kami berjanji untuk bertemu. Sambil berjalan aku melewati gedung kelas tempatku diperkosa beramai-ramai, dengan setengah tak sadar aku berjalan masuk ke gedung kelas itu. Kejadian malam itu dua minggu lalu berputar di kepalaku seperti sebuah kaset film porno. Aku membuka ruang kelas tempat si Drakula menyeretku dan mereka berenam bergiliran menikmati tubuhku. Payudaraku terasa mengeras, cairan vaginaku merembes keluar memikirkan kejadian malam itu yang sangat nikmat. Tanpa terasa aku melamun di sana membayangkan si Kelinci dan si Drakula menyetubuhiku secara bersamaan di atas meja di depanku.... Sampai tiba-tiba lamunanku diganggu orang-orang yang masuk ke ruangan itu untuk kelas berikutnya. Aku melanjutkan perjalananku ke perpustakaan, dan duduk di bangku di depan gedung menunggui Doni datang sambil memperhatikan orang lalu-lalang di depanku. Sepasang tangan menutup mataku dari belakang, "Doni sudah ada di sini", pikirku. Aku membalikkan badanku dan langsung mencium bibir pria di belakangku, tapi ternyata uupps.. Ita yang ada di belakangku.. kami berdua tertawa berderai-derai. "Gile Ness, elo udah bernapsu banget ya pengen ketemu Doni hahaa.. gua baru aja beres kelas nih" "Iya, ampir aja gua remes pantat elo untung nyadar elo bukan doni hehee... " "eits.. malem itu kita maen masih belum puas yah ? hahahaa.." Aku tersipu mendengar komentar Ita terakhir itu. Beberapa hari yang lalu aku dan Ita sempat berhubungan seks sesama jenis ketika vaginaku masih terasa terlalu perih untuk disetubuhi dengan penis tapi aku benar-benar sedang birahi. Ita, sebagai sahabatku (yang kebetulan juga sedang bernapsu tinggi), membantu menuntaskan nafsu seksku. "hus.. jangan bilang siapa-siapa yah.." "jangan takut bos.. pokoknya sip deh. Gua pulang dulu deh. Enjoy date sama Doni, jangan sampe terlalu perih seperti kemaren hehe ntar gua mesti bantu elo lagi" Kuremas pantat Ita dengan gemas dan kucium bibirnya untuk membalas komentar itu. Ita bukannya ngacir, tapi malahan memeluk badanku dan french kiss denganku di depan perpustakaan itu. "Lhooo.. katanya mau date denganku, tapi koq malahan cipokan dengan cewek lain?", Doni tiba-tiba muncul di sampingku. Ita dan aku berdua tertawa cekikikan tertangkap basah sedang berciuman. Ita mencium pipiku dan pulang ke rumahnya. Doni menggamit tanganku dan kami berdua pergi makan malam bersama sambil bercerita tentang sekolah dan mengobrol. Restoran tempat kami makan ada di dekat pusat kota, dengan suasana romantis penuh dengan pasangan2 yang sedang pacaran. Kami duduk di pojok yang agak sepi. Doni tampil keren malam itu dengan kemeja dan celana jeans, sedangkan aku sempat berganti pakaian setelah kelasku tadi, mengenakan sexy mini dress hitam yang biasa kupakai untuk mencari cowok di dance clubs. Tapi malam ini aku sengaja mengenakan itu untuk menarik perhatian Doni. Ketika kami berjalan ke meja kami di restoran itu, aku bisa merasakan mata semua cowok-cowok disana mengikuti lenggak-lenggok tubuhku. Kami berdua duduk berdekatan di pojok itu, diterangi satu lilin kecil di tengah meja yang memancarkan sinar remang-remang. Sambil makan kami masing-masing minum segelas wine, membuatku agak teler juga, tetapi lebih penting lagi, membuatku sangat horny. Kami berpegangan tangan di bawah meja sambil menikmati makanan dan minuman. Sesekali Doni mencium pipiku atau mengusap-usap pahaku di bawah meja. Situasi yang romantis di restoran itu, ditambah dengan wine yang kuminum benar benar mempengaruhi birahiku yang meninggi. Aku memegang tangan Doni dibawah meja, dan sengaja menarik tangannya naik ke pahaku, ke bawah hem dressku yang memang pendek itu. Jemari Doni dengan lincahnya merayap ke pangkal pahaku, menari-nari di luar kemaluanku. Doni hanya tersenyum ketika dia menyadari aku tidak mengenakan celana dalam malam itu, cairan vaginaku meleleh ke jari telunjuk Doni. Ketika tiba-tiba pelayan kami datang untuk mengambil piring-piring kotor dari meja kami, Doni cepat-cepat menarik tangannya dari kemaluanku, aku dengan tersipu merapikan kembali dress bawahku. Sementara Doni dengan tersenyum nakal malah menjilat jari telunjuknya yang berkilau-kilau dari cairan kemaluanku. Aku bisa merasakan mukaku merona merah padam melihat itu. Kami berdua memesan sebuah dessert sebagai penutup makan malam itu, sambil menunggu dessert kami datang, jari2 Doni yang nakal kembali merayap di dalam dressku, mula-mulanya mengusap-usap vaginaku dari luar, lama kelamaan jari jempolnya sudah mengusap-usap kelentitku, sementara jari tengah, jari telunjuk dan jari manisnya asyik keluar-masuk dari vaginaku, membuat nafsuku melayang-layang menuju orgasme. Tubuhku dipacu terus-menerus oleh jemari Doni di bawah meja, sampai akhirnya seluruh ototku menegang seolah-oleh terkena listrik, jari Doni bergerak pelan-pelan sekali di dalam vaginaku, menciptakan gesekan-gesekan nikmat di dinding kemaluanku. Dalam keadaan setengah sadar itu, aku membuka kakiku lebar-lebar di bawah meja, di tengah-tengah restoran yang ramai (meskipun dalam keadaan remang-remang). Untung sekali aku bisa menahan jeritan kenikmatan orgasmeku itu. Ketika nafsuku turun kembali, dan kesadaran pelan2 masuk kembali ke tubuhku, doni sedang meminum wine sedikit-sedikit sambil menjilati jarinya yang penuh dengan cairan vaginaku dan tersenyum penuh kepuasan setelah membawaku ke sebuah orgasme yang nikmat. Kami berdua menyelesaikan makanan kami, dan berjalan keluar, lengan Doni memeluk pinggulku dengan erat. Aku berbisik ke telinga Doni,"Say, gua udah ngebook hotel buat kita berdua malam ini" "Mmmm.. kita mungkin engga bakal sempat tidur malem ini kalo begitu", Doni meremas pantatku dan mencium bibirku dalam-dalam. Kami menyetir ke sebuah hotel yang terletak di tengah kota, aku sudah agak tidak sabaran dan langsung menyeret Doni menuju lift naik ke tingkat 30. Di dalam lift sengaja aku mengusap penis Doni dari balik celana panjang, dan perlahan-lahan penis Doni menegang keras. Ketika kami tiba di tingkat 30, kemaluan Doni saking kerasnya dia agak kesulitan berjalan keluar lift. Aku lagi-lagi menarik tangan Doni cepat-cepat ke kamar kita sambil tertawa melihat masalah Doni berjalan. Ketika kami tiba di pintu kamar kami, ada pasangan lain yang sedang berusaha membuka pintu kamar mereka yang bersebelahan dengan kami. Cowok itu mencuri-curi pandang tubuhku sambil membuka pintu mereka, dan aku dengan perlahan-lahan mengeluarkan kartu kunci kamar yang kusembunyikan di daerah payudara dress-ku, sengaja memperlihatkan sedikit payudaraku ke cowok sebelah. Lalu aku menggamit tangan Doni dan kami berdua masuk ke dalam kamar, hihi pasti cowok sebelah itu akan penasaran apa yang terjadi selanjutnya, dan aku bertekad untuk menjerit lebih keras malam ini ketika disetubuhi Doni supaya cowok-cewek kamar sebelah tahu apa yang terjadi. Begitu pintu kamar kami tertutup, aku mendorong tubuh Doni ke pintu, dan membuka retsleting celana Doni. Sambil melihat mata Doni dalam-dalam, aku perlahan-lahan berlutut di depan dia, dan menjilati kemaluan Doni seperti sebuah es krim. Doni mendongakkan kepalanya menikmati kehangatan mulutku di penisnya. Sambil aku menyedot penisnya keras-keras, Doni menggerakkan pinggulnya maju mundur dan memegang kepalaku dengan dua tangannya. Aku bergilir menjilati dan menyedot penis Doni, sesekali aku juga menjilati testisnya dan di sekitar penis. Tak lama kemudian penis Doni sudah tegang sekali, kelihatan seperti tiang yang terbuat dari besi berdiri tegak. Doni menarik lenganku berdiri dari posisi berlutut, dan mendorong tubuhku ke arah balkon kamar di luar. Aku tersenyum membayangkan apa yang akan terjadi berikutnya. Dengan tegasnya Doni menaruh kedua tanganku di pagar balkon sambil kita berdua menghadap ke arah pemandangan kota. Lidah Doni menari-nari di tengkuk leherku, memberikan rangsangan-rangsangan nikmat. Aku mulai melenguh panjang supaya terdengar tetangga kamar sebelah ," oooooohhhhh Doni.. it's sooo goooooodd..." Tangan Doni meraba-raba pahaku, perlahan-lahan naik ke atas membawa hem dressku naik. Aku meracau lagi dalam bahasa Inggris, "Ohhhh.. yeah.. Don, enak sekaliii.. elo pengen nelanjangin gua di sini don.. oohh.. " Sedikit demi sedikit merayap ke arah kemaluanku, tangan Doni mengusap-usap pinggulku di bawah mini dress, kulit tangan menyentuh kulit tubuhku langsung tanpa dihalangi celana dalam. Vagina dan tubuh bawahku terpampang jelas di udara malam yang dingin. "Don, that's it.. that's it baby.. touch my pussy.." Dari sudut mataku kulihat korden jendela kamar sebelah bergoyang dan siluet dari dua orang mengintip terlihat jelas. Aku semakin bersemangat menarik perhatian tetanggaku. Doni sudah tidak sabaran rupanya, dan mulai menggosok-gosokkan penisnya ke kemaluanku. Cairan kemaluanku yang sudah mengalir deras sejak tadi membasahi penis Doni yang keras. "Ohhh yeah.. rub your cock on my pussy don, please stick it in me", aku sekarang bisa melihat kedua tetanggaku telah membuka pintu balkon mereka, dan sedang menonton kami berdua berhubungan intim. Sepertinya merekapun akan memulai adegan seks mereka sendiri sebentar lagi. Doni memegang pinggulku dengan keras, dan tiba-tiba mendorong penisnya masuk ke liang senggamaku. "Yeesssss.. itt'sss so biiiiggg baby.. ", aku terus meracau menggambarkan nafsu birahiku. Penis doni masuk sampai ke ujung vaginaku yang terdalam, memberikan kenikmatan yang luar biasa, lalu Doni berhenti sebentar supaya vaginaku terbiasa dengan ukuran penisnya. "Don please fuck meeeee.. fuck me hard like a whore", aku memohon-mohon doni untuk mengentotku dengan keras. Tangan doni berpindah ke pundakku, menurunkan baju atasku ke pinggang hingga sekarang seluruh tubuhku terlihat jelas hanya pinggangku yang tertutup dress mini ku. Sambil meremas-remas buah dadaku, Doni mulai menyetubuhiku dari belakang. Kontolnya yang besar menggosok-gosok liang senggamaku dari dalam. Aku menggeleng-gelengkan kepala penuh kenikmatan duniawi,"Baby, I can feel every inch of your dick inside me, fuck me like a whore.. faster.. faster" Di jendela balkon tetanggaku, cowok itu sedang melihat ke arah payudaraku sambil mengentoti ceweknya dengan gaya missionary. Jelas sekali dia sedang membayangkan bersenggama denganku meskipun dia sedang meniduri ceweknya dia sendiri. Aku tersenyum dan menjilat bibirku dengan gaya yang sangat sensual. "Oh Don.. you're such a stud. I love your big dick.. Keep fucking me.. fuck me with that big dick of yours" Tak lama kemudian penis Doni membesar di dalam vaginaku, dan aku bisa merasakan tubuhnya menegang. Aku segera membalik dan menyedot penisnya keras-keras sambil berjongkok. Ketika Doni memuncratkan spermanya di mulutku, aku bisa merasakan aroma sperma Doni dan aroma cairan vaginaku bercampur di mulutku. Kutelan semuanya dan kujilat bersih kemaluan Doni. Kulepaskan dressku, dan menyisakan hanya sepatu hak tinggiku. Tangan Doni meremas dan mengusap tubuhku yang bugil di balkon sambil kami berciuman, ditontoni pasangan kamar sebelah yang sedang bersetubuh. Lengan Doni yang kekar merengkuh dan mengangkat tubuhku masuk kembali ke dalam kamar. Sesampainya di ranjang, dia menjatuhkan tubuhku ke ranjang yang berukuran besar. Kami bersenggama sekali lagi di ranjang dengan aku masih mengenakan hanya sepatu hak tinggi. Lalu kami langsung tertidur bugil kecapaian setelah seharian penuh aktivitas sekolah dan seks. Aku berharap servisku malam itu cukup untuk menebus rasa bersalahku untuk menikmati perkosaan beramai-ramai dua minggu yang lalu. Keesokan harinya kami berhubungan intim terus sejak bangun pagi, sampai akhirnya waktu check-out tiba dan kami harus keluar kamar. Kami berdua pulang ke apartemenku, dan aku meneruskan usahaku menebus rasa salah dengan mengentoti Doni seharian, bahkan membiarkan Doni mencicipi kenikmatan anal seks denganku. Tapi toh rasa bersalah itu masih terus ada di sudut hatiku, dibayangi kenikmatan seks dengan 6 pria sekaligus...

Sedetik Dibelai Kekasih

Cerita dewasa Aku menikah pada usia sangat belia, yakni 22 tahun. Aku tak sempat melanjutkan kuliah, karena aku pada usia tersebut sudah dinikahkan olah orang tua, karena ayah memiliki hutang judi yang banyak dengan seorang laki-laki playboy "kampungan". Aku menikah dengan sang playboy, usianya sangat renta sekali, 65 tahun pada saat aku dinikahinya. Setahun aku hidup sekasur dengan dia, selama itu pula aku tidak pernah merasakan apa yang dinamakan nikmat seksual. Padahal, kata teman-teman, malam pertama malam yang aling indah. Sedangkan untuk aku, malam pertama adalah malam neraka !!!. Ternyata, Burhan, suamiku itu mengidap penyakit diabetes (kadar gula darah yg tinggi), yang sangat parah, hingga mengganggu kejantanannya diatas ranjang. Selama lima tahun kami menikah, selama itu pula aku digaulinya hanya dengan mencumbu, mencium, dan meng-elus-elus saja, selebihnya hanya keluhan-keluhan kekecewaan saja. Burhan sering merangsang dirinya dengan memutar film-film porno yang kami saksikan berdua sebelum melakukan aktifitas seksual. Tapi apa yang terjadi ? Burhan tetap saja loyo, tak mampu merangsang penisnya agar bisa ereksi, tapi justru aku yang sangat amat terangsang, konyol sekali. Aku mendapat pelajaran seksual dari film-film yang diputar Burhan. Aku sering berkhayal, aku disetubuhi laki-laki jantan. Aku sering melakukan masturbasi ringan untuk melampiaskan hasrat seksualku, dengan berbagai cara yang kudapat dari khayalan-khayalanku. Pada suatu hari, Burhan harus terbaring di rumah sakit yang disebabkan oleh penyakitnya itu. Selama hampir satu bulan dia dirawat di RS, aku semakin terasa kesepian selama itu pula. Pada suatu hari aku harus pergi menebus obat di sebuah apotek besar, dan harus antre lama. Selama antre aku jenuh sekali. Tiba-tiba aku ingin keluar dari apotek itu dan mencari suasana segar. Aku pergi ke sebuah Mall dan makan dan minum disebuah restauran. Disitu aku duduk sendiri disebuah pojok. Karena begitu ramainya restauran itu, sehingga aku mendapat tempat yang belakang dan pojok. Setelah beberapa saat aku makan, ada seorang anak muda ganteng minta ijin untuk bisa duduk dihadapan aku. Karena mungkin hanya bangku itu yang satu-satunya masih tersisa. Dia ramah sekali dan sopan, penuh senyum. Singkat cerita, kami berkenalan, dan ngobrol ngalor-ngidul, hingga suatu waktu, dia membuka identitas dirinya. Dia masih bujang, orang tuanya tinggal di luar negeri. Di Jakarta dia tinggal bersama adik perempuannya yang masih di bangku SMU. Hampir satu jam kami ngobrol. Dalam saat obrolan itu, aku memberikan kartu namaku lengkap dengan nomor teleponnya. Cowok itu namanya Ronald, badannya tegap tinggi, kulitnya sawo matang, macho tampaknya. Sebelum kami berpisah, kami salaman dan janji akan saling menelpo kemudian. Sewaktu salaman, Ronald lama menggenggap jemariku seraya menatap dalam-dalam mataku diiringi dengan sebuah senyum manis penuh arti. Aku membalasnya, tak kalah manis senyumku. Kemudian kami berpisah untuk kembali kekesibukan masing-masing. Dalam perjalanan pulang, aku kesasar sudah tiga kali. Sewaktu aku nyetir mobil, pikiranku kok selalu ke anak muda itu ? kenapa hanya untuk jalan pulang ke kawasan perumahanku aku nyasar kok ke Ciputat, lalu balik kok ke blok M lagi, lantas terus jalan sambil mengkhayal, eh.....kok aku sudah dikawasan Thamrin. Sial banget !!! Tapi Ok lho ?! Sudah satu minggu usia perkenalanku dengan Ronald, setiap hari aku merasa rindu dengan dia. Suamiku Burhan masih terbaring di rumah sakit, tapi kewajibanku mengurusi Burhan tak pernah absen. Aku memberanikan diri menelpon Ronald ke HP nya. Ku katakan bahwa aku kanget banget dengan dia, demikian pula dia, sama kangen juga dengan aku. Kami janjian dan ketemu ditempat dulu kami bertemu. Ronald mengajak aku jalan-jalan, aku menolak, takut dilihat orang yang kenal dengan aku. Akhirnya kami sepakat untuk ngobrol di tempat yang aman dan sepi, yaitu; " Hotel". Ronald membawa aku ke sebuah hotel berbintang. Kami pergi dengan mobilnya dia. Sementara mobilku ku parkir di Mall itu, demi keamanan privacy. Di hotel itu kami mendapat kamat di lantai VII, sepi memang, tapi suasananya hening, syahdu, dan romantis sekali. " Kamu sering kemari ?" tanyaku, dia menggeleng dan tersenyum. " Baru kali ini Tante " sambungnya. " Jangan panggil aku tante terus dong ?! " pintaku. Lagi-lagi dia tersenyum. " Baik Yulia " katanya. Kami saling memandang, kami masih berdiri berhadapan di depan jendela kamar hotel itu. Kami saling tatap, tak sepatahpun ada kata-kata yang keluar. Jantungku semakin berdebar keras, logikaku mati total, dan perasaanku semakin tak karuan, bercampur antara bahagia, haru, nikmat, romantis, takut, ah.....macam-macamlah!!!. Tiba-tiba saja, entah karena apa, kami secara berbarengan saling merangkul, memeluk erat-erat. Ku benamkan kepalaku di dada Ronald, semakin erat aku dipeluknya. Kedua lenganku melingkar dipinggangnya. Kami masih diam membisu. Tak lama kemudian aku menangis tanpa diketahui Ronald, air mataku hangat membasahi dadanya. " Kamu menangis Yulia ? " Tanyanya. Aku diam, isak tangisku semakin serius. " kanapa ? " tanyanya lagi. Ronals menghapus air mataku dengan lembutnya. " Kamu menyesal kemari Yulia ?" tanya Ronald lagi. Lagi-lagi aku membisu. Akhirnya aku menggeleng. Dia menuntunku ketempat tidur. Aku berbarin di bagian pinggir ranjang itu. Ronald duduk disebelahku sambil membelai-belai rambutku. Wah....rasanya selangit banget !. Aku menarik tangan Ronald untuk mendekapku, dia menurut saja. Aku memeluknya erat-erat, lalu dia mencium keningku. Tampaknya dia sayang padaku. Ku kecup pula pipinya. Gairah sex ku semakin membara, maklum sekian tahun aku hanya bisa menyaksikan dan menyaksikan saja apa yang dinamakan " penis" semnatar belum pernah aku merasakan nikmatnya. Ronald membuka kancing bajunya satu persatu. Kutarik tangannya untuk memberi isyarat agat dia membuka kancing busananku satu persatu. Dia menurut. Semakin dia membuka kancing busanaku semakin terangsang aku. Dalam sekejap aku sudah bugil total ! Ronal memandangi tubuhku yang putih mulus, tak henti-hentinya dia memuji dan menggelengkan kepalanya tanda kekagumannya. Lantas diapun dalam sekejap sudah menjadi bugil. Aduh......jantan sekali dia. Penisnya besar dan ereksinya begitu keras tampaknya. Nafasku semakin tak beraturan lagi. Ronald mengelus payudaraku, lalu......mengisapnya. Oh.....nikmat dan aku terangsang sekali. Dia menciumi bagian dadaku, leherku. Aku tak kalah kreatif, ku pegang dan ku elus-elus penisnya Ronald. Aku terbayang semua adegan yang pernah ku saksikan di film porno. Aku merunduk tanpa sadar, dan menghisap penisnya Ronald. Masih kaku memang gayaku, tapi lumayanlah buat pemula. Dia menggelaih setiap kujilati kepala penisnya. Jari jemari Ronald mengelus-elus kemaluanku, bulu memekku di elus-elus, sesekali manarik-nariknya. Semakin terangsang aku. Basah tak karuan sudah vaginaku, disebabkan oleh emosi sex yang meluap-luap. Aku lupa segalanya. Akhirnya, kami sama-sama mengambil posisi ditengah-tengah ranjang. Aku berbarimng dan membuka selangkanganku, siap posisi, siap digempur. Ronald memasukkan penisnya kedalam vaginanku, oh....kok sakit, perih ?, aku diam saja, tapi makin lama makin nikmat. Dia terus menggoyang-goyang, aku sesekali meladeninya. Hingga....cret...cret...cret...air mani Ronald tumpah muncrat di dalam vaginaku. Sebenarnya aku sama seperti dia, kayaknya ada yang keluar dari vaginaku, tapi aku sudah duluan, bahkan sudah dua kali aku keluar. Astaga, setelah kami bangkit dari ranjang, kami lihat darah segar menodai seprei putih itu. Aku masih perawan !!! Ronald bingung, aku bingung. Akhirnya aku teringat, dan kujelaskan bahwa selama aku menikah, aku belum pernah disetubuhi suamiku, karena dia impoten yang disebabkan oleh sakit kencing manis. " Jadi kamu masih perawan ?! " Tanyanya heran. Aku menjelaskannya lagi, dan dia memeluk aku penuh rasa sayang dan kemesraan yang dalam sekali. Kami masih bugil, saling berangkulan, tubuh kami saling merapat. Aku mencium bibir nya, tanda sayangku pula. Seharusnya kegadisanku ini milik suamiku, kenapa harus Ronald yang mendapatkannya? Ah....bodo amat ! aku juga bingung ! Hampit satu hari kami di kamar hotel itu, sudah tiga kali aku melakukan hubungan sex dengan anak muda ini. Tidak semua gaya bisa ku praktekkan di kamar itu. Aku belum berpengalaman ! Tampaknya dia juga begitu, selalu tak tahan lama !! Tapi lumayan buat pemula . Setelah istirahat makan, kami tudur-tiduran sambil ngobrol, posisi masig dengan busana seadanya. Menjelang sore aku bergegas ke kamar mandi. membrsihkan tubuh. Ronald juga ikut mandi. Kami mandi bersama, trkadang saling memeluk, saling mencium, tertawa, bahkan sedikit bercanda dengan mengelus-elus penisnya. Dia tak kalah kreatif, dimainkannya puting payudaraku, aku terangsang......dan.......oh,....kami melakukannya lagi dengan posisi berdiri. Tubuh kami masih basah dan penuh dengan sabun mandi. Oh nikmatnya, aku melakukan persetubuhan dalam keadaan bugil basah di kamar mandi. Ronal agak lama melakukan senggama ini, maklum sudah berapa ronde dia malakukannya,. kini dia tampak tampak sedikit kerja keras. Dirangsangnya aku, diciuminya bagian luar vaginaku, dijilatinya tepinya, dalamnya, dan oh....aku menggeliat kenikmatan. Akupun tak mau kalah usaha, ku kocok-kocok penis Ronald yang sudah tegang membesar itu, ku tempelkan ditengah-tengah kedua payudaraku, kumainkan dengan kedua tetekku meniru adegan di blue film VCD. Tak kusangka, dengan adegan begitu, Ronald mampu memuncratkan air maninya, dan menyemprot ke arah wajahku. Aneh sekali, aku tak jijik, bahkan aku melulurkannya kebagian muka dan kurasakan nikmat yang dalam sekali. " Kamu curang ! Belum apa-apa sudah keluar !" Seruku. " Sorry, enggak tahan...." Jawabnya. Kutarik dia dan kutuntun kontol ronal masuk ke memekku, kudekap dia dalam-dalam, kuciumi bibirnya, dan kugoyang-goyang pinggulku sejadinya. Ronald diam saja, tampak dia agak ngilu, tapi tetap kugoyang, dan ah....aku yang puas kali ini, hingga tak sadar aku mmencubit perutnya keras-keras dan aku setengah berteriak kenikmatan, terasaada sesuatu yang keluar di vaginaku, aku sudah sampai klimaks yang paling nikmat. Setelah selesai mandi, berdandan, baru terasa alat vitalku perih. Mungkin karena aku terlalu bernafsu sekali. Setelah semuanya beres, sebelum kami meninggalkan kamar itu untuk pulang, kami sempat saling berpelukan di depan cermin. Tak banyak kata-kata yang kami bisa keluarkan. Kami membisu, saling memeluk. " Aku sayang kamu Yulia " Terdenga suara Ronald setengah berbisik, seraya dia menatap wajahku dalam-dalam. Aku masih bisu, entah kenapa bisa begitu. Diulanginya kata-kata itu hingga tiga kali. Aku masih diam. Tak kuduga sama sekali, aku meneteskan airmata, terharu sekali. " Aku juga sayang kamu Ron " Kataku lirih." Sayang itu bisa abadi, tapi cinta sifatnya bisa sementara " Sambungku lagi. Ronald menyeka air mataku dengan jemarinya. Aku tampak bodoh dan cengeng, kenapa aku bisa tunduk dan pasrah dengan anka muda ini ? Setelah puas dengan adegan perpisahan itu, lantas kami melangkah keluar kamar, setelah check out, kami menuju Blok M dan kai berpisah di pelataran parkir. Aku sempat mengecup pipinya, dia juga membalasnya dengan mencium tanganku. Ronald kembali kerumahnya, dan aku pulang dengan gejolak jiwa yang sangat amat berkecamuk tak karua. Rasa sedih, bahagia, puas, cinta, sayang dan sebaginya dan sebagainya. Ketika memasuki halaman rumahku, aku terkejut sekali, banyak orang berkumpul disana. Astaga ada bendera kuning dipasang disana. Aku mulai gugup, ketika aku kemuar dari mobil, kudapati keluarga mas Burhan sudah berkumpul, ada yang menangis. Ya ampun, mas Burhan suamiku sudah dipanggil Yang Kuasa. Aku sempat dicerca pihak keluarganya, kata mereka aku sulit dihubungi. Karuan saja, HP ku dari sejak di Hotel kumatikan hingga aku dirumah belum kuhidupkan. Kulihat mas Burhan sudah terbujur kaku ditempat tidur. Dia pergi untuk selamanya, meninggalkan aku, meninggalkan seluruh kekayaannya yang melimpah ruah. Kini aku jadi janda kaya yang kesepian dalam arti yang sebenarnya. Tiga hari kemudian aku menghubungi Ronald via HP, yang menjawab seorang perempuan dengan suara lembut. Aku sempat panas, tapi aku berusaha tak cemburu. Aku mendapat penjelasan dari wanita itu, bahwa dia adik kandungnya Ronald. Dan dijelaskan pula bahwa Ronald sudah berangkat ke Amerika secara mendadak, karena dipanggil Papa Mamanya untuk urusan penting. Kini aku telah kehilangan kontak dengan Ronald, sekaligus akan kehilangan dia. Aku kehilangan dua orang laki-laki yang pernah mengisi hidupku. Sejak saat itu sampai kini, aku selalu merindukan laki-laki macho seperti Ronald. Sudah tiga tahun aku tak ada kontak lagi dengan Ronald, dan selama itu pula aku mengisi hidupku hanya untuk shopping, jalan-jalan, nonton, ah...macam-macamlah. Yang paling konyol, aku menjadi pemburu anak-anak muda ganteng. Banyak sudah yang kudapat, mulai dari Gigolo profesional hingga anak-anak sekolah amatiran. Tapi kesanku, Ronald tetap yang terbaik !!! Dalam kesendirianku ini . . . Segalanya bisa berubah .. . Kecuali, Cinta dan kasihku pada Ronad, Aku tetap menunggu, sekalipun kulitku sampai kendur, mataku lamur, usiaku uzur, ubanku bertabur, dan sampai masuk kubur, Oh....Ronald, kuharap engkau membaca kisah kita ini. Ketahuilah, bahwa aku kini menjadi maniak seks yang luar biasa, hanya engkau yang bisa memuaskan aku Ron ?!

Pengalaman Dengan Tante Murni

Cerita dewasa Ibuku adalah 7 bersaudara, dan beliau adalah anak tertua kedua, kemudian adik-adiknya ada 4 orang, berturut-turut perempuan dan yang bungsu laki laki, adik perempuan yang terkecil tinggal bersama kami sejak aku masih kecil. Sejak aku usia 8 tahun (kira kira kelas 3 SD), tanteku itu mulai ikut tinggal di rumah kami, sebut saja Tante Murni. Tante Murni terpaut sekitar 6 tahun denganku, jadi waktu itu usianya 14 thn. Setelah lulus SMP di K, Tante Murni tidak mau meneruskan ke SMA dan memilih ikut kakaknya di Jakarta, katanya mau tahu Jakarta. Wajah Tante Murni sangat menarik, bulat, cukup cantik, kulit sawo matang, dengan tinggi seperti anak perempuan usia 14 tahun, tetapi dalam pandanganku sepertinya tubuh Tante Murni lebih montok dibanding teman seusianya yang lain. Sebagai gadis remaja yang sedang mekar tubuhnya, tanteku ini juga agak sedikit genit. Dia senang berlama-lama jika sedang merias dirinya di depan cermin, aku sering menggodanya dan Tante Murni selalu tertawa saja. Aku sendiri anak tertua dari tiga bersaudara (semua saudaraku perempuan). Rumahku waktu itu hanya mempunyai 3 kamar, satu kamar orang tuaku dan dua untuk anak anak. Kedua adikku tidur dalam satu kamar, dan aku menempati kamar lain yang lebih kecil. Sejak Tante Murni tinggal dengan kami, tante tidur dengan kedua adikku ini. Pergaulan Tante Murni dengan tetangga sekitar juga sangat baik, ia cepat akrab dengan anak remaja sebayanya, antara lain tetangga kami Suli. Usianya tak jauh beda dengan tanteku kira-kira 15 tahun, tapi berbeda dengan tanteku, Suli berkulit putih bersih dan jauh lebih tinggi (kata orang bongsor), wajahnya ayu, rambutnya selalu disisir poni, murah senyum dan baik hati. Ia sangat baik terhadap semua saudaraku terlebih terhadapku, mungkin karena ia anak tunggal dan sangat mendambakan seorang adik laki-laki seperti yang sering dikatakannya kepadaku. Mbak Suli sering bermain di rumah kami, bahkan beberapa kali ikut tidur di rumah kami bila hari libur, oh ya Mbak Suli ini kelas 2 SMEA. Sekitar dua bulan setelah Tante Murni tinggal di rumahku, suatu saat Ibu dan almarhum ayahku harus meninggalkan kami karena suatu urusan di Jawa Tengah (almarhum berasal dari sana) katanya urusan warisan atau apalah waktu itu aku tidak begitu paham. Adikku yang kecil (2,5 thn.) diajak serta, sedangkan kami dititipkan pada tetangga sebelah rumah (kami saling dekat dengan tetangga kiri-kanan) dan tentu saja pada Tante Murni. Tante Murni orangnya sangat telaten mengurus para keponakan, mungkin karena di desa dulu memang tanteku itu orang yang "prigel" dalam pekerjaan rumah tangga. Setiap hari Tante Murni bersama adikku selalu mengantarku sekolah yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan rumah. Lalu ia pulang dan menjemputku lagi pada jam pulang sekolah (kira-kira pukul 10:30). Aku sangat senang dijemput Tante Murni, karena aku punya kesempatan untuk menggandengnya dan menepuk pantatnya yang montok itu. Entah mengapa meskipun aku saat itu masih kecil, tetapi kemontokan dada Tante Murni serta juga pinggulnya yang menonjol itu membuat aku selalu berusaha menyentuhnya terutama secara "pura pura" tidak sengaja. Semuanya itu aku lakukan secara intuitif saja, tanpa ada siapapun yang mengajari. Pada hari keempat sejak ditinggal pergi kedua orang tuaku (hari Sabtu), Sepulang sekolah, kami bermain di ruang depan sambil nonton televisi. Aku, adikku, Tante Murni dan Mbak Suli. Orang tua Mbak Suli inilah yang dititipi oleh orang tuaku. Masa kecilku memang lebih banyak dihabiskan di dalam rumah, jarang aku bermain di luar rumah kecuali bila sekolah, dan pergaulanku juga lebih banyak dengan adikku, atau beberapa anak sebaya tetangga terdekat, itupun kebanyakan mereka perempuan. Kami biasanya bermain mobil-mobilan atau sesekali bermain dokter-dokteran, aku jadi dokter lalu Tante Murni dan Mbak Suli menjadi pasien. Kadang-kadang bila aku sedang berpura-pura memeriksa dengan stetoskop mainanku secara mencuri-curi aku menyenggol payudara Mbak Suli atau tanteku, tapi mereka tidak marah hanya tersenyum sambil berkata, "Eh, koq dokternya nakal, ya". sambil tertawa, terkadang membalas dengan cubitan ke pipi atau lenganku, yang selalu kuhindari. Memang mulanya aku tak sengaja tapi sepertinya asyik juga menyenggol payudara mereka, maka hal itu menjadi kebiasaanku, setiap kali permainan itu. Terasa sekali payudara mereka kenyal dan empuk, setelah aku besar baru aku menyadari bahwa saat itu mereka pasti tak memakai beha, karena tak terasa ada sesuatu yang menghalangi sentuhan jariku pada daging montok itu kecuali lapisan baju mereka. Setiap kali tanganku menyentuh meremas atau menowel bukit empuk itu, aku merasakan ada getaran aneh terutama di sekitar kemaluanku, tak jarang membuatnya menegang, walaupun waktu itu masih kecil dan belum sunat. Sering aku mengkhayalkan memegang payudara mereka bila sedang sendirian di kamarku sambil memegang burung kecilku, hingga tegang walaupun tak sampai mengeluarkan sperma, hanya cairan bening, seperti cairan lem uhu tapi tidak seperti lem lengketnya. Siang itu setelah adikku tertidur kami kembali bermain dokter-dokteran dan hal itu kulakukan lagi. Untuk diperiksa kuminta Tante Murni untuk berbaring di lantai, dia menurut saja. Yang pertama kuperiksa adalah dahinya lalu aku langsung meletakkan stetoskopku di dadanya, namun aku sengaja memposisikan tanganku sedemikian rupa sehingga tanganku berhasil menempel di dada Tante Murni, kurasakan empuk sekali dan seiring dengan napasnya, tangankupun ikut naik turun pelan-pelan. Tante Murni hanya tertawa saja, sementara Mbak Suli memperhatikan sambil tertawa, rupanya mereka geli atas kekurangajaranku ini, sepertinya Tante Murni keenakan dengan tingkahku ini, tanganku tak hanya memeriksa di satu tempat tetapi terus bergeser, dan aku tak pernah mengangkat tanganku dari gundukan kenyal itu. Sampai tiba-tiba Tante Murni memegang tanganku dan menggosok-gosokannya di dadanya. Aku merasa senang sekali, apalagi Tante Murni juga tiba-tiba merangkul dan menciumiku dengan gemas, tapi ya cuma begitu saja. Karena selanjutnya Mbak Suli yang minta diperiksa, Mbak Suli malahan lebih gila lagi, dia sengaja membuka kancing blus-nya sehingga aku bisa melihat gundukan daging yang putih itu. Tanganku gemetar ketika meletakkan stetoskop plastikku di tepi gundukan dadanya, apalagi ketika dengan suara nyaring Mbak Suli berkata, "Mas.. (dia biasa memanggilku Mas seperti adik adikku, begitu juga Tante Murni), dingin stetoskopmu!". Tanpa mempedulikan ucapannya, stetoskopku terus bergeser sehingga tersingkaplah bajunya dan mataku terbelalak melihat puting susunya yang kecil dan berwarna coklat muda itu. Saat itulah Mbak Suli menepis tanganku sambil tertawa, "Sudah sudah, geli!". Mereka berdua langsung berdiri dan meninggalkanku sambil berbisik-bisik, aku merengek agar mereka tetap menemaniku bermain, tetapi mereka terus keluar sambil tertawa. Aku merasakan kalau penisku kaku sekali dan juga celanaku jadi basah, entah mengapa aku jadi penasaran sekali dengan semua ini, aku bertekad kalau besok main dokter-dokteran lagi, akan aku singkap baju Tante Murni atau Mbak Suli biar aku bisa melihat lebih jelas puting susu yang menonjol bulat itu. Malamnya sebelum tidur aku kembali membayangkan kejadian siang itu, kurasakan penis kecilku meregang sehingga kubuka celana pendekku dan kukeluarkan penisku yang sudah tegak ke atas itu. Kupegang dan kuremas pelan-pelan, sambil memejamkan mata kubayangkan kekenyalan dada Tante Murni, puting susu Mbak Suli, terasa nikmat sekali melamun sambil merasakan sesuatu yang gatal dan nikmat di sekitar penisku itu. "Hayo., lagi ngapain!, Aku jadi kaget dan terlonjak serta membuka mataku. Di depanku kulihat Tante Murni sambil tersenyum memandang bagian bawah tubuhku yang terbuka itu. Mukaku terasa panas, mungkin merah padam mukaku, sambil membetulkan celana yang hanya kupelorotkan sampai dengkul aku segera memeluk guling tanpa berkata apa apa lagi dan membelakangi tanteku. Sambil terus tertawa tanteku ikut naik ke ranjangku dan memelukku dari belakang dan menciumku sambil berbisik, "Nggak apa apa Mas.". Jantungku deg-deg, apalagi ketika dengan lembut tanteku membelai rambutku terus tubuhku sambil berbisi, "Ehh, jangan malu, kamu senang ya pegangin burung, sini tante pegangin". Mulanya aku ragu, takut kalau tanteku hanya memancing reaksiku saja, tetapi ketika rabaannya turun ke arah selangkanganku aku jadi berubah senang. Kuberanikan diri untuk menolehnya dan kudapati wajah tanteku yang tersenyum manis sekali membuat hatiku berbunga bunga. Burungku yang tadinya sudah mengecil itu mendadak meregang lagi dan mendesak celanaku. Tanteku kemudian menciumi wajahku dengan kasih sayang, tangannya mulai meraba lagi bagian sensitifku dari bagian luar celanaku, aku yakin tanteku bisa merasakan penisku yang meregang dan keras itu, elusan tanteku terasa kurang nikmat, aku berpikir seandainya tanteku memegang langsung burungku, tentu lebih nikmat. Belum habis aku berpikir, tiba-tiba saja Tante Murni memelorotkan celana pendekku sampai terlepas, sehingga burungku yang sudah tegang itu bebas mengacung diudara terbuka. Dengan kelima jarinya tanteku menggenggam burungku dan meremasnya pelan. Aku merasa gatal dan geli serta nikmat yang tak kumengerti tapi membuat aku merasa seperti melayang dan menggeliat serta merintih pelan. Dengan memandang tajam mataku, remasan jari lentik Tante Murni di burungku menjadi semakin cepat bahkan juga dikocoknya naik turun kadang-kadang juga dielusnya buah pelirku. Aku semakin meringis merasakan kenikmatan ini, secara naluriah aku berusaha merangkul tanteku agar rasa geli itu makin terasa nikmat. Aku juga berusaha menempelkan wajahku ke wajah Tante Murni yang kulihat juga merah padam dan bibirnya gemetar, nafas Tante Murni semakin memburu dan dia makin merapatkan tubuhnya ke tubuh kecilku, tanganku diraihnya lalu dituntun ke dadanya yang montok dan kenyal itu. Tanganku terasa menempel di puting susu Tante Murni yang terasa keras seperti kelereng itu, aku meremasnya dengan agak sulit, karena telapak tanganku yang kecil itu tak bisa meremas keseluruhan permukaan dada Tante Murni yang lebar dan keras itu Kuperhatikan tanteku saat itu mengenakan daster kaos yang tipis tanpa mengenakan apa apa lagi dibaliknya. Merasa kurang puas hanya meremas dari luar, akupun menyelusupkan tanganku ke lubang tangan daster Tante Murni sehingga tanganku secara langsung bersentuhan dengan dada yang telah lama aku kangeni itu, hangat dan licin sekali. Kalau tadinya tanteku yang asyik meremas-remas burungku, sekarang justru aku yang beringas meremas-remas payudara tanteku bahkan tanganku yang lain juga ikut ikutan meremas payudara Tante Murni yang satunya. Tante Murni hanya memejamkan matanya rapat rapat sambil menggigit bibirnya. Aku tak mempedulikan apapun sikap Tante Murni, bagiku kesempatan emas ini harus benar-benar dinikmati dan peduli dengan tanteku. Tanganku bukan hanya meremas, tetapi juga memelintir puting susu tanteku yang kecil dan keras itu, lucu sekali melihat kedua tanganku menelinap dan bergerak-gerak di dalam daster tanteku. Kurasakan tangan tanteku sudah tak mengocok penisku, tetapi hanya kadang kadang saja dia meremasnya dengan keras membuat aku kesakitan. Dari luar dadanya yang berdaster mulutku ikut ikutan menciumi dada tanteku itu, rasanya bila memungkinkan aku ingin memanfaatkan seluruh tubuhku untuk menikmati kekenyalan dada Tante Murni ini. Tak kusadari nafas tanteku makin lama makin memburu, rupanya dia juga sangat menikmati kekasaran tanganku ini. Tiba-tiba saja Tante Murni mengangkat dasternya sehingga dadanya tersibak, baru saat itu aku bisa melihat kemontokan payudara tanteku ini, tanganku hanya dapat menutupi sebagian ujung atas payudaranya, sedangkan bagian yang lain masih belum tersentuh oleh remasanku. Dada yang montok itu dipenuhi oleh barut-barut merah bekas remasanku. Setelah dadanya terbuka dengan gemetar Tante Murni berbisik, " Mas, isep pentilnya pelan-pelan ya". Tak perlu diperintah dua kali, aku segera melumat puting susu tanteku dan mengenyotnya sekuatku, Tante Murni mendesis desis dan menekan kepalaku kuat kuat kedadanya, aku memeluk pinggangnya dan kutindih badan Tante Murni dengan tubuhku yang telanjang bawah itu. Terasa burungku yang kaku itu menghunjam di tubuh mulus tanteku yang hanya dilapisi celana dalam itu. Tanteku makin kencang memeluk tubuhku, bahkan ia menyuruh aku untuk menjilati juga putingnya. Kulakukan semua itu dengan penuh semangat, entah apa pengaruh kepatuhanku ini pada Tante Murni, yang jelas aku sangat menikmatinya, penisku yang menggeser-geser diperut Tante Murni terasa mengeluarkan cairan yang membasahi perut Tante Murni. Saat itu Tante Murni sudah tak mempedulikan penisku lagi, dia asyik menikmati kepatuhanku itu. Mungkin karena sudah tak tahan dengan semua itu, tiba-tiba saja Tante Murni juga melepaskan celana dalamnya. Selama ini aku hanya bernafsu pada buah dadanya saja, aku tak pernah berpikiran lebih dari itu. Ketika dengan berbisik ia menyuruhku memindahkan ciumanku, aku agak bingung juga. " Mas, ayo sekarang ciumi selangkangan Mbak ya, nanti punya kamu juga Mbak ciumi". Aku menghentikan kesibukanku di dada Tante Murni dan memandang ke selangkangannya. Aku takjub sekali melihat selangkangan Tante Murni itu karena ada rambut keriting yang tumbuh di ujung selangkangannya yang cembung itu, ini adalah pemandangan yang sama sekali baru bagiku, selama ini aku hanya pernah melihat selangkangan adikku yang aku tahu tak ada burungnya seperti aku. Namun selangkangan wanita yang berbulu, ya baru kepunyaan Tante Murni ini! Oh, terus terang saja, meskipun aku secara naluri sudah bangkit birahi, tetapi tak pernah kubayangkan bahwa aku akan melangkah sejauh ini dalam bidang seksual apalagi di usiaku yang belum sampai sepuluh tahun itu. Aku agak ragu juga melepaskan mainan yang begitu nikmat di payudara Tante Murni, tetapi perintah Tante Murni membuatku merubah posisi badanku dan dengan ragu-ragu kudekatkan wajahku ke bukit cembung yang ada bulu keritingnya itu. Merasakan keraguanku, Tante Murni tanpa basa basi langsung menekan kepalaku sehingga bibir dan hidungku menempel di bulu-bulu keriting yang halus itu. Karena tadi aku disuruh menggigiti payudara, maka kali ini akupun juga mulai menggigiti bukit cembung itu. Namun kudengar Tante Murni berteriak lirih, "Jangan keras keras gigitnya Mas, sakit!". Ketidaktahuanku benar-benar konyol, aku kira bukit cembung itu sama seperti payudara, tetapi karena bidangnya kecil, tanganku tak mungkin untuk meremasnya, sebagai sasaran lain aku jadi meremas paha Tante Murni serta juga pantatnya. Ketika Tante Murni membisiki agar ciumanku lebih turun lagi ke depan, aku agak bingung juga. Nah ketika aku maju ke depan barulah aku melihat celah sempit yang berbentuk bibir dan saat itu sudah basah. Warnanya sungguh menarik merah muda dan bibirnya seperti berlipat lipat. Seperti biasa aku menciumi bagian ini dengan penuh semangat. "Jilat saja Mas, nikmat lho!", bisikan Tante Murni membuatku merubah lagi permainanku. Entah kenapa di tengah asyiknya aku menjilati celah basah yang asin dan agak amis itu, Tante Murni mengerang dan menjambak rambutku sambil menjepitnya dengan kedua pahanya. Aku tak bisa bernafas dan aku segera berontak melepaskan diri. Tante Murni melepaskan dasternya yang tadi masih bergulung di atas dadanya sehingga dia sekarang jadi telanjang bulat. Dengan suara serak disuruhnya aku berbaring telentang, dengan telanjang bulat Tante Murni memegang burungku yang masih tegang itu, karena waktu itu aku belum dikhitan, tanteku menceletkan kulup penisku yang terasa sangat geli bagiku kemudian dengan tiba-tiba Tante Murni mengangkangi burungku dia menurunkan pantatnya, dan dituntunnya burungku memasuki celah sempit yang tadi aku jilati itu. Dilakukannya semua ini dengan pelan-pelan sampai akhirnya aku merasakan kehangatan jepitan kemaluan tanteku yang ternyata telah sangat basah. Aku tak mengerti apa yang dilakukan tanteku ini, tetapi terasa geli, ngilu di sekitar kemaluanku, juga ada rasa perih. Tanteku hanya diam saja setelah menelan burungku, dia malah mendekatkan dadanya ke wajahku sehingga aku mulai lagi menyedot puting susunya itu. Tanteku kembali mendesis-desis, dan terasa dia memutar-mutar pantatnya membuat burungku seperti dikocok-kocok oleh tangan tanteku yang lembut itu, nikmat sekali. Tanteku terus saja menggoyangkan pantatnya ke kanan-kiri, putar sehingga ada rasa yang lebih nikmat di sekitar kemaluanku. Rasa geli yang ditimbulkan membuat aku makin ganas menciumi bahkan juga menggigit daging montok yang bergantung di depanku itu. Ketika Tante Murni mengangkat pantatnya, aku merasa kalau batang burungku yang sekarang penuh lendir dari dalam celah Tante Murni itu menjadi gatal dan geli, ternyata rasanya jauh lebih menyenangkan daripada diremas dengan tangan Tante Murni, apalagi dengan tanganku sendiri. Tidak lama aku merasakan ada lendir yang meleleh di pangkal burungku, yang berasal dari lubang Tante Murni itu. Ketika kutanyakan apakah Tante Murni pipis, dia tak menjawab, melainkan memejamkan matanya serta mendesis dengan keras sekali. Pantatnya ditekan keras-keras ke tubuhku sehingga terasa pangkal kemaluanku menyentuh bibir vaginanya yang hangat. Kurasakan tubuhnya menegang dan berdenyut-denyut pada bagian kemaluannya, membuat burung kecilku seperti diurut dan dipilin oleh tangan yang lembut. Oh.., sungguh kurasakan nikmat yang sungguh luar biasa. Bayangkan..., aku yang baru SD kelas 3 telah merasakan tubuh tanteku yang notabene beberapa tahun lebih tua, yang mungkin maniak seks (terakhir kutemukan koleksi gambar gambar porno di balik tumpukan pakaiannya. Jujur saja Mbak, akupun tak tahu apakah sebelum itu tanteku sudah pernah berhubungan seks, tetapi kukira dia sudah pernah melakukannya, mungkin dengan temannya ketika di K. Mbak pengalaman ini sangat membekas di hatiku, setelah kejadian itu setiap ada kesempatan aku selalu melakukan hal itu bersama tanteku, bahkan pada suatu saat Mbak Suli diajak melakukan bersama kami bertiga (nanti lain waktu aku cerita lagi tentang hal ini). Kalau dulu kami masih berpura-pura, maka sekarang kami sudah pintar saling merangsang, dan yang paling kunikmati adalah saat spermaku memancar keluar, itulah puncak dari segala kenikmatan, geli, dan nikmat bercampur menjadi satu. Kami sama sama menyukai permainan ini sehingga sering dalam satu hari kami melakukannya tiga empat kali, sering juga tanteku pindah ke kamarku malam-malam dan kami melakukan hubungan seks ini dengan pintu terkunci. Tante Murni juga senang mengulum burungku, bahkan seringkali juga aku muncrat di dalam mulutnya. Semua kegiatan ini kulakukan kira-kira sampai kurang lebih 2 tahun sampai akhirnya tanteku pulang ke K. dan selanjutnya menikah di sana. Mbak Yuri, disaat aku sudah berkeluarga keinginan untuk mengulang persetubuhan avonturir dengan tanteku sering muncul, yang aku bayangkan hanya betapa sekarang aku akan lebih pintar membuat tanteku merasa nikmat, dan akupun pasti juga akan lebih menghayati dalam merasakan kelembutan tanteku itu. Semua keinginanku itu baru dapat terulang 15 tahun kemudian, ketika adikku yang paling kecil menikah di K. Malam itu setelah acara resepsi pernikahan selesai kami kembali ke rumah kira-kira pukul 1 pagi, dan karena banyak saudara yang datang maka kami juga menyewa beberapa kamar hotel melati yang letaknya tidak jauh dari rumah (kira kira 200 meter), kebetulan waktu itu aku satu rombongan dengan Tante Murni bersama dua orang anaknya (10 thn dan 7 thn), suaminya tidak ikut, karena ada tugas kantornya yang tak bisa ditinggalkan. Tanteku tidur di ranjang bersama kedua anaknya, aku tidur di lantai dengan kasur extra. Mungkin karena terlalu lelah kedua anaknya langsung tertidur tak lama setelah lampu kamar dipadamkan. Walaupun lelah aku tak bisa memejamkan mata, karena mengingat-ingat kejadian beberapa belas tahun lalu bersama tante yang sekarang sedang terbaring di atas tempat tidur. Ternyata hal ini juga dialami oleh tante, aku merasakan ia gelisah bolak balik. "Nggak bisa tidur Mas?". "Iya nich, sumuk". Sambil melongok tante tersenyum kepada yang ada dibawahnya. Sambil turun dari ranjang dia bilang, "Eh boleh nggak aku tidur di sini?, sumuk di atas, di sinikan anyep". Aku menggeser ke tepi memberi tempat untuk tante. Jantung ini serasa berpacu cepat ketika tubuh tante yang hangat menempel ke sisi tubuhku. Aku merasa 'adikku' sudah mulai bereaksi walaupun belum tegak benar (aku waktu itu hanya mengenakan kaos oblong dan sarung saja, tidak mengenakan CD). Aku semakin tidak tahan ketika tanteku memiringkan tubuhnya ke arahku sehingga sekarang dadanya menempel pada lenganku. Semakin nggak karuan nich rasanya. ternyata tante tidak mengenakan BH, hanya daster terusan saja, yach payudaranya cukuplah, kira-kira 34B tapi terasa sudah sangat kencang di lenganku. Aku semakin berani, kuraih pinggang tante dan aku rapatkan pada tubuhku. Tiba-tiba, tidak tahu siapa yang mulai kami telah saling berpagutan. Lidah tanteku dengan lincah menyelinap ke dalam mulutku yang segera kubelit dengan lidahku sendiri. Mbak Yuri, selama itu aku hanya pernah berhubungan seks dengan isteriku sendiri, dan selama itu juga trauma hubungan seksku dengan Tante Murni membuat aku selalu beranggapan bahwa Tante Murni "lebih nikmat" dari isteriku. Bagiku inilah saatnya untuk membuktikan kebenaran memori masa lalu itu. Tangan Tante Murni mulai meraba dadaku terus ke bawah sampai di selangkanganku dan menemukan 'adikku' yang sudah mengacung keras. Perlahan tangan Tante Murni mulai membelai-belai, mengocok-ngocok. Aku tak mau ketinggalan dengan ganas merogoh ke arah selangkangannya sambil mulut ini tak henti hentinya bergantian menghisap puting yang telah menegang. Clitoris Tante Murni kubelai dengan sedikit kasar membuatnya mengelinjang tidak keruan. Ketika aku bermaksud akan menggunakan lidah untuk membuat sensasi yang lain, tanteku mencegahnya, "Jangan Mas, tante nggak tahan gelinya", katanya. Aku mengurungkan niatku dan dengan pandangan matanya aku mengerti bahwa tante sudah tidak tahan ingin disetubuhi maka aku mengambil posisi untuk menindihnya, perlahan aku gesekan dulu 'adikku' ke seputar belahan dan permukaan liang tanteku itu, ia terlihat mengelinjang dan berusaha meraih penisku, dibimbingnya menuju lembah kehangatannya. Begitu ujung adikku sudah terselip diantara kedua bibir vaginanya, dengan berbisik tante menyuruhku untuk menekan! Perlahan kuturunkan pantatku, oh.., ternyata kurang lebih sama dengan rasa istri aku tapi agak lebih hangat rasanya. Mulai aku naik turunkan dengan perlahan membuat sensasi yang semakin lama semakin kupercepat irama kocokanku, sayangnya tante Munrni sama sekali tidak memberi reaksi apa-apa, dia hanya diam saja, sambil tangannya terus mencakar-cakar punggungku. Rupanya tante sangat terpengaruh oleh suasana yang menegangkan ini, sehingga sulit untuk memberikan respon. Namun kira-kira pada menit ke 5 aku merasakan otot-otot vaginanya mulai berkontraksi menandakan sudah waktunya bagi tante. Aku mempercepat kocokan dan membenamkan sedalam dalamnya sampai kurasakan dasar kewanitaannya, Kudengar tante menjerit tertahan karena segera dia letakkan bantal ke wajahnya untuk meredam suara yang timbul. Bagian vitalku terasa ada yang mencengkram lembut tapi ketat sekali, otot-otot vagina tanteku serasa memijat-mijat. Mbak Yuri..., terus terang rasanya lebih nikmat dari yang selama ini aku pernah dapat dari isteriku, barang isteriku tidak bisa mencengkeram, meskipun sebenarnya lebih sempit dan kering dibanding kepunyaan tante yang terasa lebih longgar dan agak licin itu. Aku sendiri belum keluar saat itu, kulihat tanteku terkulai kelelahan, kubersihkan sisa-sisa air mani serta juga cairan dari dalam vaginanya dengan menggunakan handuk kecil yang ada di dekat situ. Setelah kurasakan kering, dengan perlahan kumasukkan lagi burungku yang masih tegang dan kugenjot lagi. Aku menggigit bibir tanteku ketika kurasakan gesekan penisku dengan dinding vagina tante yang kesat dan kering itu, rasanya luar biasa. Tante tiba tiba berbisik, "Mas, jangan digoyang dulu ya, biar tante yang goyangin". Aku menurut saja, dan mulailah tanteku meletakkan kedua kakinya di pantatku, lalu mulai bergoyang, pertama memutar ke kiri dan ke kanan, kadang-kadang disodoknya ke atas. Aku hanya memejamkan mata merasakan kenikmatan yang tak pernah aku dapat ini, "Enak mana punya tante sama Asri, Mas?". Aku tak menjawab pertanyaan tante ini, karena jujur saja Mbak Yuri, punya tanteku lebih nikmat dari vagina Asri isteriku. Tak tahan dengan putarannya, apalagi tanteku terus membisikkan kata-kata yang membuatku makin terangsang, akupun ikut-ikutan menggerakkan burungku maju mundur. Sementara buah dada tanteku sudah rata kuciumi dan kugigiti, tadinya aku takut untuk membuat cupangan didadanya, tetapi justru Tante Murni yang menyuruhku. Beberapa saat kemudian aku rasakan sesuatu seakan mendesak untuk dikeluarkan. Kutekan sedalam-dalamnya dan meledaklah semua kenikmatan di dasar kewanitaannya. Tanteku tersenyum dalam kegelapan melihat aku mencapai kepuasan itu. "Mas, ini baru komplit ya"!, bisiknya. Setelah merasakan tuntasnya semprotan spermaku, Tante Murni mendorong tubuhku ke samping, dan dengan lembut dikulumnya burungku, aku menolak karena terasa geli sekali membuat sakit di batang burungku, tetapi tante tak mempedulikanku, terus saja dia menjilati sehingga burungku hingga bersih. Sampai sekarang aku selalu merindukan persetubuhan dengan Tante Murni ini. Seringkali aku melamun dan menganalisis apa yang menyebabkan begitu nikmatnya rasa persetubuhan dengan dia. Jawabnya hanya satu, suasana yang penuh resiko,Cerita dewasa membuat rangsangan yang berbeda dan membuat aku menjadi penuh gairah.

 
Ini Cerita Dewasaku powered by blogger.com
Design by Free7 Blogger Templates Kisah Kriminal