PROLOGUE
Aku dilahirkan dalam keluarga pengusaha. Papa dan Mamaku adalah  pengusaha. Mereka membangun bisnis bersama dari nol. Usaha keluarga kami  cukup menghasilkan. Kami mampu membeli rumah di daerah Kelapa Gading  dan beberapa rumah peristirahatan di luar kota Jakarta. Keluarga kami  terdiri dari Papaku, Hermawan berusia empat puluh tahun, Mamaku, Lenny  berusia tiga puluh enam tahun dan aku, sekarang usiaku delapan belas  tahun. Namaku Kenny, tapi sering dipanggil Koko.
Kami keturunan Tionghoa. Papaku tampak seperti pengusaha biasa, dengan  rambut mulai membotak dan perut buncit. Mama, di lain pihak, adalah  perempuan yang senang merawat diri. Tubuh Mama tidak pernah gendut. Ia  tampak langsing dan memiliki postur yang tegap bagai peragawati.  Walaupun dadanya tidak terlalu membusung, namun tetap saja terlihat  indah dan mancung di balik pakaiannya. Kulit Mama yang putih dengan  rambut panjang sebahu dan wajah yang runcing dan cantik, seringkali  membuat teman-temanku membicarakan Mamaku sebagai obyek seks. Hal yang  sering membuatku bertengkar dengan teman-temanku.
Tetapi jujur saja, aku mengagumi kecantikan Mamaku. Pernah juga aku  masturbasi membayangkan tubuh Mamaku namun setelah itu aku merasa  bersalah. Alasan aku pernah membayangkan tubuh Mama adalah kami punya  kolam renang dan biasa berenang. Biasanya Mama memakai baju renang one  piece. Dan karena biasa aku jadi tidak terlalu memikirkannya, namun  suatu kali Mama memakai bikini kuning dan aku dapat melihat tubuh Mama  yang hampir telanjang. Payudara Mama memang tidak besar, namun gundukkan  teteknya cukup jelas terlihat dan bentuknya tegak bukan kendor, dengan  puting menyembul di kain penutup dadanya. Perut Mama begitu rata dengan  pinggang ramping, namun pantat sedikit besar. Tinggi badannya 160 cm,  lebih pendek dariku yang bertinggi 170 cm. Kulitnya begitu putih bagai  pualam. Tiba-tiba saja aku ngaceng dan akhirnya aku ke kamar mandi untuk  masturbasi.
BAB SATU
KE DUKUN KARENA PUTUS ASA
Kisahku dimulai tahun lalu. Saat itu aku berusia tujuh belas tahun. Aku  saat itu kelas 3 SMA. Berhubung aku sudah dewasa dan memiliki KTP, aku  dihadiahkan mobil sedan yang sering kupakai untuk sekolah maupun  jalan-jalan.
Pada saat itu, usaha Papa dan Mama mengalami kemunduran, kemunduran ini  mulai semenjak tiga tahun belakangan. Kami tertipu ratusan juta rupiah.  Selain itu, banyak juga rekan bisnis yang memilih untuk berbisnis dengan  saingan kami. Juga ada investasi yang tidak menguntungkan, maka makin  lama, keuangan kami mulai menipis. Bahkan dua rumah peristirahatan  kamipun dijual untuk menutupi hutang-hutang.
Segala hal telah dicoba, mulai dengan menawarkan discount ke rekan  bisnis ataupun customer, berhutang ke bank untuk ditanam sebagai modal  (yang membuat hutang semakin banyak) dan bahkan pergi ke orang pintar  untuk meminta bantuan. Namun semuanya tidak berhasil mengangkat  perekonomian keluarga kami.
Suatu hari, teman dekat Mamaku datang berkunjung. Mereka asyik  berbincang ngalor ngidul. Akhirnya sampai pada topic keuangan. Teman  Mamaku itu juga memiliki bisnis keluarga yang dibangun bersama suaminya.  Mama bertanya kepada temannya mengenai kiat mereka sehingga dalam jaman  susah begini usahanya makin maju.
Sungguh terperanjat Mama ketika tahu, bahwa temannya itu pergi ke dukun  di luar kota. Mulanya Mama tidak percaya, namun temannya tetap  bersikukuh bahwa semua karena dukun itu. Akhirnya setelah bicara panjang  lebar, Mama menjadi yakin dan ingin mencoba dukun itu. Anehnya, teman  Mama berkata,
“Tetapi, Ci. Ada syaratnya.”
“Syarat? Apa syaratnya?”
“Cici harus berangkat berdua ke dukun itu. Harus membawa teman lelaki, tetapi tidak boleh membawa suami.”
“Loh, kenapa?”
“Itu memang syaratnya. Pokoknya cici percaya saja. Saya sudah  membuktikan sendiri. Dan segala perkataan dukun itu telah terbukti.”
“Terus harus sama siapa?”
“Pokoknya harus lelaki dewasa yang bukan suami sendiri. Cici kan punya  sopir? Saya sarankan bawa sopir aja. Kan sekalian ada yang ngatar juga.  Nah, begitu sampai, Cici dan supir Cici harus menghadap dukun itu.”
Tak lama kemudian teman Mama pulang setelah memberitahukan alamat dukun  itu dengan peta buram untuk mencapai ke sana. Malamnya, Mama dan Papa  berembuk. Papa yang juga sudah tak berdaya menghadapi keadaan akhirnya  setuju.
“Tapi, Ma,” kata Papa,” Papa ga mau Mama dianter sopir ke tempat dukun itu di luar kota. Papa ga merasa nyaman.”
“Loh, Pak Mo itu kan sudah lama jadi supir kita? Hampir sepuluh tahun.”
“Papa tetap ga setuju.”
“Tapi syaratnya kan harus ada lelaki yang ngantar Mama.”
“Begini saja, deh. Si Koko itu kan sudah besar, lagian dia juga sudah  bisa bawa mobil. Mending kalian berdua saja yang pergi. Papa merasa  kalau Koko yang nganter, maka lebih aman dan nyaman. Baik bagi Mama  maupun bagi Papa.”
Akhirnya mereka menyetujui hal ini. Aku jadi sopirnya Mama. Pada mulanya  aku menolak, berhubung akhir minggu aku ada kencan dengan pacarku. Tapi  Papa malah marah dan mengatakan aku anak durhaka yang tak mau menolong  keluarga. Akhirnya aku terpaksa menurut juga dengan hati penuh rasa  sebal dan marah.
Malam Sabtu kami berangkat sore. Perjalanan ke tempat dukun itu memakan  waktu sekitar lima jam. Sekitar pukul sepuluh kami sampai di tempat itu.  Tampak banyak pengunjung. Ada sekitar dua puluhan pasangan menunggu.  Setelah kamipun ada sekitar lima atau enam pasangan yang datang.
Dari kesemua pasien dukun itu, tampak sepertinya adalah majikan dan  sopir. Namun ada juga yang bagaikan suami isteri yang sepantaran.  Mungkin juga supir tapi ganteng, entahlah. Mama dan aku berpandangan.  Jangan-jangan harus dengan sopir. Wah bisa berabe nih. Namun karena nasi  sudah menjadi bubur, maka kami tetap menunggu giliran kami dipanggil  dukun itu.
Akhirnya kami dipanggil masuk kamar dukun itu. Dukun itu tampak sedikit  terkejut. Kami bersila di depannya dengan tempat kemenyan yang berasap  di antara kami dan dukun itu. Setelah jeda yang agak lama ia berkata,
“Maaf, Mama. Mama membawa siapa?”
“Ini anak saya, Ki.”
Dukun itu mengangguk-angguk dan terdiam berfikir selama beberapa saat. Akhirnya ia berkata,
“Biasanya yang datang adalah pasien dengan sopirnya atau temannya. Tapi Mama bawa anak sendiri. Bagus, bagus.”
“Apanya yang bagus, dok?” tanyaku penasaran. Tapi dukun itu tidak  menjawab malah menerawang jauh seperti sedang memikirkan sesuatu yang  berat. Akhirnya ia berkata lagi,
“Ada keinginan apa, sehingga Mama datang ke sini?”
Mamaku menjawab,
“Begini, Ki. Kami sekeluarga memiliki usaha yang besar. Tetapi  akhir-akhir ini terus merugi. Kami sudah melakukan segalanya untuk  memperbaiki usaha kami, tapi selalu gagal. Nah, menurut teman saya, Aki  ini katanya pintar sekali dan manjur. Maka kami ke sini minta bantuan  Aki agar usaha kami sukses.”
Dukun itu manggut-manggut. Setelah terdiam (lagi) beberapa saat ia berkata,
“Bisa. Bisa. Tapi, syarat untuk mencapai keinginan ini berat sekali.  Kalian harus bersumpah kepada Aki untuk melakukan syaratnya. Bila syarat  ini tidak dilakukan, maka hasilnya adalah harta kalian akan habis  sekejap dan kalian akan jadi miskin.”
“Syarat apa itu, Ki? Kalau tidak berat maka kami pasti akan melakukannya,” kata Mamaku.
“Syarat ini jelas berat. Namun, Aki tidak boleh membicarakan syarat  sebelum kalian bersumpah dahulu. Ini adalah keharusan dari ilmu yang Aki  miliki.”
“Maksudnya, kami harus bersumpah tanpa tahu syaratnya apa?” Tanya Mama.
“Betul.”
“Gimana, ya Ki? Kami harus tahu dulu agar kami bisa menentukan bisa atau  tidaknya. Contoh, bila syaratnya membunuh orang, tentu kami tidak akan  melakukannya.”
“tidak perlu membunuh. Syarat ini tidak akan menyakiti orang lain malahan akan memberikan kebaikan pada diri sendiri.”
“Aki tidak akan bilang syaratnya sebelum kami bersumpah?”
Dukun itu mengangguk-angguk lagi.
Mama menatapku dan bertanya,
“Gimana?”
“Koko sih setuju aja bila tidak harus menyakiti orang lain. Kan semua demi keluarga.”
Akhirnya kami setuju. Dan ritual sumpah itu dilakukan. Kami bersumpah  sendiri-sendiri dengan sang dukun memegang jidat kami dan mengasapi  dengan kemenyan. Anehnya, aku hanya bersumpah akan melakukan satu  syarat, sementara Mama harus bersumpah melakukan dua syarat. Barulah  kemudian ia kembali duduk di tempat semula dan berkata,
“Perlu diingat bahwa kalian sudah bersumpah. Dan dalam sumpah itu,  kalian juga menerima bahwa apabila menolak melakukan syarat-syarat, maka  harta kalian akan hilang dari muka bumi.”
Kami berdua mengangguk.
“Sebenarnya syaratnya adalah kalian harus melakukan ritual dalam sebulan  tiga kali, untuk membuat jin-jin membantu kalian mengumpulkan uang.  Bila ritual ini tidak dijalankan, maka jin-jin itu akan menghabiskan  uang kalian, alias akan merugikan kalian sendiri. Ritual itu harus  dilakukan kalian berdua sebagai pasangan yang datang kemari minta  bantuan.”
Sang dukun berdehem dan kemudian melanjutkan pembicaraan,
“Ritual ini adalah ritual seks.”
“Apaaaa?”
Kami berdua kaget setengah mati. Ritual seks? Mama dan anak?”
“Tapi, Ki. Kami Mama dan anak!” kata Mamaku.
“Justru disitulah kuncinya. Selama ini, Aki menganjurkan ritual dengan  lelaki yang bukan suami. Demikian tuntutan ilmu itu. Berselingkuh dengan  lelaki lain membuat jin-jin itu akan datang menonton dan bekerja kepada  pasangan tidak sah itu. Sedangkan bila Mama dengan anak melakukan  ritual, dapat dipastikan jin-jin yang datang akan lebih banyak. Karena  selain berselingkuh itu adalah sesuatu yang disukai jin-jin itu, maka  berselingkuh dengan anak sendiri adalah hal yang paling disukai mereka.  Dipastikan akan lebih banyak Jin yang datang.”
“Tapi…… tapi………..”
Sang Dukun memotong,
“Yang perlu diingat sumpah si lelaki hanya satu syarat, tetapi sumpah si  perempuan ada 2 syarat. Yang satu adalah melakukan ritual dengan  pasangan yang di bawa ke sini, yang satu adalah untuk menghentikan  hubungan seksual dengan suami sendiri. Ini adalah kesenangan Jin yang  lain, melihat bahwa si suami tidak mendapatkan tubuh isterinya,  sementara isterinya memberikan diri kepada orang lain.”
Mama tambah membelalakan matanya. Seks dengan anak sudah parah, kini  tidak boleh berhubungan seks dengan suaminya. Rupanya dukun ini adalah  dukun ilmu hitam. Ada rasa penyesalan yang terlihat di wajah Mama. Aku  pun kaget jadinya.
Dukun ini berwajah angker dan berwibawa. Mama tidak berani menolak  melainkan hanya mengangguk saja untuk memperlihatkan persetujuan.  Akhirnya Mama membayar mahar sekitar sepuluh juta rupiah lalu kami pergi  dari situ.
Sepanjang jalan Mama ngomel-ngomel. Untung saja Pak Mo, supir kami tidak  ikut. Pak Mo itu sudah tua dan tampangnya juga jelek. Mama mana nafsu  dengan lelaki itu. Aku sepanjang jalan terdiam karena ketika mendengar  syarat itu aku terkejut seperti Mama, namun aku tidak semarah Mama,  melainkan aku menjadi membayangkan tubuh Mama saat memakai bikini dan  kontolku langsung bangun. Sungguh tak percaya aku mendengarnya. Aku  malahan Bahagia. Moga-moga saja Mama mau melakukannya ketika sampai  rumah.
Namun, dalam perjalanan kami itu, Mama menekankan bahwa kami tidak akan  berhubungan seks. Dukun itu memang gila. Masa harus begituan dengan anak  sendiri? Aku menjadi kecewa dan sedih, namun aku berusaha tidak  menunjukkannya.
Kami sampai di Jakarta keesokan paginya. Aku langsung tidur karena letih  dan begitu juga Mama. Sampai beberapa minggu hal ini tidak pernah kami  bicarakan.
 
BAB DUA
KARENA TERPAKSA
Tiga minggu kemudian, saat itu malam hari. Mama mengetuk pintu kamarku  dan masuk ke kamarku. Mama memakai daster yang panjang ke lutut namun  bagian atasnya merupakan gaun berleher rendah dengan tali daster yang  tipis memeluk bahunya. Sayangnya Mama pakai BH, dapat kulihat tali BHnya  yang ada di bawah tali dasternya dan sedikit cup BH yang menyembul  karena leher gaun yang cukup rendah. Aku sedang nonton TV sambil tiduran  dengan hanya memakai celana boxer, karena memang seperti itu  kebiasaanku.
“Ko, kamu inget dukun yang pernah kita datangi bersama-sama waktu itu?”
“Oh, yang gila itu?” kataku sambil terus menonton TV untuk menunjukkan  aku tidak terlalu memikirkan hal itu, padahal selama ini aku selalu  masturbasi membayangkan Mama semenjak pulang dari dukun itu.
“Begini, Ko. kamu inget ga, apa kata dukun itu bila kita tidak melakukan ritual?”
Aku belagak mendengus tak percaya, padahal aku ingat sekali semua  perkataan dukun itu. Dukun itu bilang, kalau kami berdua tidak juga  berhubungan seks, maka keluarga kami akan bangkrut. Aku diam-diam  berharap sekali bahwa usaha keluarga kami merugi agar aku bisa tidur  dengan Mama.
“Dukun itu benar, Jun. tiga minggu ini, usaha kita rugi terus. hampir 1 M  melayang selama tiga minggu ini. Dan bila ini terus terjadi, kita  terpaksa harus menjual hampir seluruh harta kita.”
“Apa?” aku berkata dengan memasang muka sedih, kecewa, kaget dan  lain-lain. Namun hatiku berbunga-bunga. Pucuk dicinta ulam tiba, kata  orang tua. Dalam hati aku begitu bahagianya hingga aku susah payah  menahan senyum di wajahku. Rasanya ingin berteriak. Apakah ini berarti  Mamaku mengajakku ML?
Mama mendehem sekali. Tampak ia gugup.
“Nah, Mama dan Papa tak pernah menyimpan rahasia. Dulu sewaktu pulang,  Papamu telah Mama beritahu tentang dukun ini. Maka, sekarangpun Papamu  tahu bahwa kita merugi karena ulah sumpah kita sendiri.”
“Terus?” dalam hati aku berteriak kegirangan. Tampaknya, harapanku akan segera terwujud.
“Mama dan Papa sepakat untuk mengikuti ritual ini selama sebulan ini.  Terus kita lihat apakah ada perubahan? Bila tidak ada, maka kami berdua  mohon agar kamu melupakan semua ini dan memaafkan kami berdua.”
“Bila ada perubahan dan usaha kita untung?”
Mama hanya menggeleng,
“Kita lihat saja nanti.”
Kemudian Mama menghampiriku. Aku deg-degan sekali. Mama menarik boxerku  sehingga lepas. Kaget juga ia ketika melihat kontolku yang besar sudah  tegak berdiri akibat pembicaraan ini. Terlihat di raut mukanya bahwa ia  kaget.
“Mama agak bingung bagaimana seharusnya kita melakukannya. Tapi Mama  berpendapat, kita tidak boleh melakukan hubungan seksual dengan  percintaan, karena kita Mama dan anak.”
“Maksud Mama?”
“Kita tidak perlu ciuman, buka seluruh pakaian dan lain-lain seperti  sepasang kekasih. Mama tetap akan pakai daster. Kamu tidak boleh  memegang Mama. Biar Mama di atas saja. Kamu diam saja di bawah.”
Maka aku berbaring diam. Mamaku menekan kontolku sampai menempel di  perutku dengan tangan kirinya, lalu ia menduduki kontolku. Ternyata di  balik daster Mama, tidak ada celana dalam sehingga batang kontolku  merasakan bibir memek Mama menekan di batang kontolku.
“Kemaluan perempuan harus basah dulu. Jadi, mama akan gesek-gesek  sebentar sampai kemaluan Mama basah, lalu kita akan melanjutkan ke  ritual.”
Lalu Mama menopang tubuhnya dengan memegang dadaku, kemudian ia mulai  menggesekkan memeknya di batang kontolku. Aku dapat merasakan bibir  memeknya membuka dan kontolku kini dijepit bibir itu, sementara bagian  bawah batang kontolku menekan bagian dalam memek Mama, tepatnya dinding  di mana labium minoranya terletak.
Lama kelamaan keluar cairan pelumas. Aku dapat merasakan memek Mama  perlahan mulai lembap dan licin lalu basah karena lendir yang keluar  dari memeknya. Selama proses ini Mama memejamkan matanya. Akhirnya  setelah beberapa menit, selangkangan Mama dan batang kontolku sudah  licin karena lendir Mama.
Pengalaman ini terus kuingat sepanjang hidupku. Walaupun Mama tidak  membuka pakaiannya, namun aku merasakan sensualitas yang sangat tinggi  menguasai tubuhku. Saat vagina Mama sudah basah dan membasahi batang  kontolku, aku dapat mencium bau badan Mamaku yang perlahan memasuki  hidungku. Selain itu, tubuh Mama hari itu wangi karena tampaknya baru  saja mandi. Jadi, aku dapat mencium wangi sabun dan juga wangi kemaluan  Mamaku tercampur di udara.
Setelah yakin bahwa memeknya telah licin dan siap untuk dimasuki  penisku, Mama berlutut sebentar, tangannya memegang kontolku dan  diacungkan ke atas, lalu ia memposisikan kontolku di depan lubang  memeknya. Setelah posisinya pas, maka ia duduk perlahan di kontolku.
Nikmatnya merasakan kontolku perlahan menembus memek Mama. Pertama-tama  lingkar luar lubang vagina Mama dilewati oleh kepala kontolku dengan  susah payah. Untuk beberapa saat ujung penisku tidak berhasil masuk  lubang kecil itu, lalu plop! Tiba-tiba kepala kontolku sudah masuk ke  dalam liang senggama Mama. Lubang memek Mama sempit sekali, kepala  kontolku bagai sedang dijepit tabung silinder yang sempit. Mama mendesah  bagai sedang makan cabe. Lalu perlahan menurunkan tubuhnya lagi sampai  tiga perempat kontolku menggeleser lebih jauh dalam lubang kencingnya  itu. Namun, tiba-tba saja gerakan Mama berhenti karena kontolku menancap  di lingkaran lubang masuk ke rahim milik Mama.
“Punya kamu besar dan panjang. Belum masuk semua udah ada di ujung rahim  Mama,” kata Mama dengan nafas tersengal. Sementara itu, memek Mama  berdenyut-denyut, dan menjepit kontolku begitu kuatnya. Aku merasa linu  di lututku dan aku mengerang nikmat sekali walaupun kontolku berasa  sedikit sakit karena sempitnya memek Mamaku.
Desahan Mama makin jelas, lalu tiba-tiba Mama menghempaskan tubuhnya ke  bawah sehingga kini kontolku ambles ke dalam liang persenggamaan Mamaku.  Aku dapat merasakan kepala kontolku melewati lubang masuk rahim Mama  dan kini kepala kontolku dan sedikit bagian batang kontolku sudah ada di  dalam rahim Mama.
Mama melenguh kecil,
“Uuuuuuuh………………. Belum pernah ada yang masuk sejauh ini………… tahan sebentar, ya………”
Mata Mama terpejam erat. Wajahnya meringis. Nafas Mama memburu.  Sementara itu, Aku menjadi serba salah. Ingin rasanya kupeluk Mama lalu  kuentot dengan buas tubuhnya, namun aku takut dimarahi. Kepalaku pusing  menahan birahi ini. Dinding vagina Mama yang halus dan basah itu begitu  kuat menjepit kontolku lagi lubang itu seakan mengenyot batangku karena  membuka dan menutup seiring irama nafas Mama. Beberapa saat kemudian  barulah Mama mulai menaik turunkan pantatnya. Mamaku mulai mengentoti  aku dengan perlahan-lahan.
Kedua tanganku meremas seprai, sementara mataku berusaha melihat  selangkangan kami berdua, namun daster Mama menghalangi. Kupandangi  wajah Mama yang cantik itu. Dahi Mama mengerut seakan menahan sakit dan  matanya terpejam rapat. Nafasnya yang mulai memburu mengeluarkan suara  desahan nafas yang ditahan. Semakin lama nafas Mama semakin cepat dan  hembusannya makin terasa di wajahku. Nafas Mama begitu segar dalam  indera penciumanku.
Memek Mama masih mengocoki burungku. Selangkanganku kini sudah basah  oleh lendir vagina Mamaku. Bau tubuh Mama yang menguar dari dalam  kemaluannya menjadi makin kuat, mengalahkan wangi sabun yang merebak  dari tubuhnya. Bau tubuh Mama yang sedang birahi, Bau yang Belum pernah  kucium sebelum malam ini, karena selama ini Mama selalu memakai parfum  mahal, sehingga aku tidak pernah tahu bau tubuh Mama yang sebenarnya.
Aku merasakan sesuatu yang belum pernah kurasakan. Kontolku yang tadinya  perjaka kini sudah mengalami hubungan seks dengan perempuan. Memek  Mamaku menyedot-nyedot kontolku, mengirimkan sensasi sensual yang  menjalar dari burungku hingga ke seluruh ujung tubuhku. Aku seakan  berada di suatu tempat fantasi yang indah, bukan lagi di bumi. Suatu  perasaan yang begitu nikmatnya sehingga barulah aku setuju dengan  orang-orang bahwa ngentot itu adalah pekerjaan yang paling enak  dilakukan.
Makin lama pantat Mama makin cepat digoyang. Selangkangan Mama menumbuki  selangkanganku dengan bunyi yang terdengar makin keras. Mulut Mama  mulai membuka dan desahan mulutnya mulai berubah menjadi erangan.
“aaaaaaahhhhhhhhhhhh………….. aaaaaaaaarhhhhh…………. Aaaaaaaaaaaahhh……..”
Tiba-tiba Mama merebahkan diri di tubuhku dengan mata masih terpejam.  Kedua tangannya memeluk pundakku dari luar kedua tanganku, sehingga  menjepit kedua tanganku di samping tubuhku dengan telapak tangan  mengarah kedepan sehingga ia memegang pundakku dari belakang. Dapat  kurasakan kedua payudara Mama menekan dadaku dari balik daster dan  BHnya. Aku tidak tahu kekenyalan yang kurasakan apakah karena busa BH  ataukah karena tetek itu sendiri. Maklum, inilah pertama kalinya aku  ngentot sehingga masih buta segala sesuatunya.
Bau tubuh Mama yang begitu erotis dan sensual membuatku gila, Aku ingin  sekali merengkuh tubuh Mama dan balas mengentotinya dengan liar. Aku  pikir karena Mama sudah memelukku, maka akupun tak apa memeluknya. Oleh  Karena itu, ku peluk Mama dengan telapak tanganku memegang pantatnya.
Ketika aku mulai meremasi pantat Mama, Mama kurasakan kaget karena  menarik nafas tiba-tiba. Kupikir ia akan marah, namun ternyata ia  melanjutkan erangannya.
“Yeeeeaaaaaaaaaaah…… aaaaaaaaaaaaaahhhhh………. Ahhhhhhhhhhhh………..”
Pipi kami berdua kini menempel. Pelukan Mama makin erat saja, dan  selangkangan kami kini sudah basah kuyup oleh cairan vagina Mama. Suara  selangkangan kami yang beradu begitu cepatnya dank eras memenuhi kamar  tidurku.
“plokplokplokplokplok……..”
Ditingkahi erangan Mama yang terus menerus mengatakan ‘yeah’ dan ‘ah’  diulang-ulang. Aku juga menjadi ikut terbawa suasana. Aku memberanikan  diri mengerang juga.
“aaaaahhhhhh….. ahhhhhhhhhhhhhhh…… maaaa…………. Aaaaaaaaaaaahhhhhh……… Maaaa……”
Sengaja kupanggil Mama disela-sela eranganku karena hal ini membuat aku  makin bernafsu. Dengan memanggil Mama, maka tersirat bahwa aku menyadari  bahwa aku sedang bersetubuh dengan Mamaku dan aku menyukai bersenggama  dengan Mamaku. Entah apakah Mama menyadarinya…
Namun reaksi Mama hanya terus mengerang, namun pipinya kini  diusap-usapkan ke pipiku. Sementara pelukan Mama kurasa kini sudah erat  sekali. Pantat Mamapun kini digerakkan naik turun begitu cepat dan  keras, untungnya spring bed ku mahal sehingga mengikuti gerakan tubuh  kami sehingga aku tidak merasa sakit.
Tiba-tiba Mama menekan pantatnya dalam-dalam sambil memeluk erat sekali.  Pipinya pun ditekan keras-keras juga di pipiku. Dan kini Mama tidak  mengerang, melainkan berteriak keras-keras,
“Aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhh………………..”
Kurasakan selangkangannya dan terutama dinding memeknya bergetar  bagaikan tubuh orang yang kedinginan sambil menjepit kontolku erat-erat.  Kejadian berikutnya berlangsung begitu cepat. Aku tak kuasa menahan  birahi yang sedari tadi coba kutahan-tahan. Rasanya begitu nikmat  dijepit memeknya yang hangat dan licin itu. Entah bagaimana, naluriku  yang mengambil alih, aku lepas kedua tangan dari pantat Mama, lalu  kupeluk tubuhnya erat-erat, kemudian aku putar badan, bagaikan pegulat  professional sehingga kini aku yang ada di atas tubuh Mama. Mama masih  orgasme namun membalas dengan merangkulku dengan satu tangan mendekap  belakang kepalaku sementara satu tangan memeluk bahuku, dan kedua  kakinya kini merangkul bagian bawah tubuhku dengan kedua tumit kaki  ditekan ke pantatku.
Setelah Mama kutindih, dengan secepat mungkin dan sekuat mungkin aku  kocok lubang meki Mama. Kusedot leher Mama dengan mulutku pula. Mama  masih mengerang dengan keras dan memelukku erat-erat. Kulit leher Mama  begitu halus di mulutku. Kucupang leher itu dengan mengenyotinya  keras-keras. Sementara Memek Mama yang sempit itu kuhujami berkali-kali  sekuatnya. Akhirnya aku sampai juga. Kutumpahkan maniku di dalam rahim  Mama.
Kami terdiam beberapa lama. Lalu tanpa bicara, Mama mendorong tubuhku  sehingga tak lagi menindihnya, lalu ia pergi ngeloyor keluar. Di antara  perasaan kecewaku, ada perasaan Bahagia dan puas juga. Akhirnya,  pikirku. Lalu aku tertidur.
BAB TIGA
SEKS TANPA CINTA
Keesokan harinya, sarapan pagi dengan kedua orangtuaku menjadi canggung.  Kami bertiga tidak banyak bercakap-cakap seperti biasanya. Mama dan  Papa hanya berbicara seperlunya saja. Aku sendiri malah hanya terdiam  saja sambil mengunyah. Kami bertiga tahu apa yang terjadi tadi malam,  sehingga masing-masing terbelenggu dengan fakta bahwa Mama dan anak tadi  malam baru saja melakukan perhubungan yang tabu.
Papa pergi bekerja, sementara Mama menyMamakkan diri di dapur untuk cuci  piring dan lainnya. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sehingga  memutuskan untuk sekolah tanpa berbicara apa-apa lagi. Hubungan keluarga  kami sekarang sudah berbeda dan tidak dapat dirubah lagi. Entah aku ini  senang atau tidak, namun kini, tiap kali aku lihat Mama maka aku pasti  ngaceng.
Ketika hari makin cepat berlalu, aku jadi semakin kecewa. Karena Mamaku  tidak pernah lagi datang ke kamarku untuk begituan. Apakah dukun itu  gagal? Pikirku. Apakah Papa masih merugi walaupun aku dan Mama telah  melakukan ritual? Aku menjadi sangat sedih ketika kulihat pada bulan  ini, tinggal tersisa dua hari lagi. Malam ini akan terlihat apakah Mama  akan meneruskan ritual itu, karena sesuai pesanan pak dukun, kami harus  melakukannya tiga kali dalam sebulan.
Hari telah malam dan menunjukkan pukul sepuluh. Aku duduk di kamar  dengan hanya memakai celana boxer saja. Jantungku berdetak kacau  menunggu Mama. Di satu pihak aku berharap sangat Mama akan datang, di  lain pihak aku ketakutan bila Mama tidak datang hari ini.
Tiba-tiba saja pintu perlahan terbuka, dan Mama masuk ke dalam kamar  dengan memakai daster yang sama. Aku merasa lega sekali. Perasaanku  berbunga-bunga dan perlahan burungku mulai mengeras. Aku menanti-nanti  dengan jantung yang berdebar-debar ketika Mama naik ke tempat tidur  pelan-pelan tanpa mengeluarkan suara, matanya tak pernah menatap mataku,  lalu ia memelorotkan celanaku sampai lepas dan menduduki kontolku  seperti sebelumnya. Hanya saja, saat ini aku sedang duduk di tempat  tidur dan bukan tiduran seperti sebelumnya.
Kini posisinya Mama menduduki kedua pahaku dan kemaluannya menempel di  batang kontolku yang kini mengacung ke atas terjepit antara memek Mama  dan perutku sendiri, lalu Mama memeluk kepalaku sehingga jatuh di  pundaknya. Namun aku dapat melihat bahwa kini teteknya tidak ditutupi BH  sehingga aku menjadi girang tak terkira. Apalagi saat dadaku merasakan  tetek Mama yang hanya berlapiskan daster untuk pertama kalinya. Tetek  Mama begitu empuk dan kenyal dengan puting yang menonjol bagaikan  pensil.
Mama tidak bau sabun. Tampaknya ia tidak mandi sebelum ke sini seperti  sebelumnya, tapi aku tidak kecewa. Malah aku senang jadinya. Aroma memek  Mama yang pernah kucium sedikit tercium dari ketiak Mama. Mama mulai  menggesekkan kemaluannya di batang kontolku. Namun, kali ini gesekkannya  lebih cepat dan nafas Mama pun kali ini memburu lebih cepat  dibandingkan sebelumnya dan lagi pelukan Mama begitu eratnya. Akupun  memeluk badan Mama dan Mama tampaknya tidak marah.
Apakah Mama sudah horny duluan? Pikirku dalam hati. Ada kemungkinan  begitu, karena aku ingat bahwa dukun bilang Mama hanya boleh bersenggama  denganku, sementara sudah duapuluh hari yang lalu kami berdua melakukan  hubungan seksual. Kemungkinan selama ini Mama seringkali berhubungan  seks dengan Papa. Aku pun kalau menjadi Papa akan selalu ingin  berhubungan seks dengan isteri secantik Mama.
Tak lama memek Mama sudah basah sekali. Kemudian Mama melepaskan  pelukannya, lalu sedikit menaikan pantat, memegang kontolku dan akhirnya  memasukkan memeknya ke kontolku yang sudah tegang dari tadi hingga  kepala kontolku memasuki liang senggamanya. Mama lalu menaruh kedua  tangannya di pundakku lalu perlahan-lahan merendahkan tubuhnya sehingga  perlahan memeknya membungkus kontolku.
Sepanjang perjalanan masuknya kontolku, Mama memejamkan matanya dan melenguh,
“oooooohhhhhh…………. Yeaaaaaahhhhhhhhhh……..”
“Maaaamaaaaaaahhhhhhh…..” kataku tak mau kalah,” yeeeaaaaaaah…… Maaaaa……….”
Ketika kontolku sampai lagi di ujung rahimnya, Mama melingkarkan  tangannya di leherku dan dengan satu tangan mendekap kepalaku. Lalu  tiba-tiba pantatnya dihenyakkan ke bawah sehingga kontolku menghujam  masuk rahimnya secara cepat.
Reaksiku adalah memeluk Mama erat-erat karena kaget dan sedikit sakit.  Rangkulan Mamapun juga makin erat. Mama mengerang-ngerang dan aku  mendesah-desah merasakan sensasi kontolku yang dMamangkus dinding memek  Mama sedang dipijat-pijat dinding memek itu.
Lalu Mama mulai menggoyang pantatnya. Aku merasakan nikmat sekali.  Apalagi kini kami dalam posisi duduk dan berpelukan. Rasanya kami adalah  dua pasang kekasih. Kuingat Mama tidak mau berciuman denganku, namun  aku tak tahan dengan keintiman tanpa cinta ini. Aku ingin sekali  menciumi tubuh Mamaku. Akhirnya aku masa bodo dan mulai mengenyot pundak  Mama yang telanjang.
Mama mulai mendesis-desis seperti kepedesan. Aku kini menjilati pundak  Mama dan mengarah ke lehernya. Kukecupi dan kujilati leher Mama yang  halus. Wajahku terbenam di lehernya, rambut Mama menutupi kepalaku.  Wangi shampoo Mama dan bau tubuh Mama bercampur di hidungku. Ini adalah  bau surgawi, pikirku dalam hati. Mulutku tidak pernah tinggal diam.  Leher Mama sudah habis aku ciumi, jilati dan kenyoti. Mama makin keras  mendesahnya. Semakin lama Mama mempercepat goyangannya pula.
Kedua tanganku kugerakkan ke bawah sehingga meremas kedua pantat Mama  yang bahenol. Otot pantat Mama sungguh kenyal dan tidak lembek. Ini  mungkin karena Mama rajin ke gym untuk berolahraga. Sementara itu, kedua  pantat Mama yang masih ditutupi daster telah kuremas-remas sambil  kutarik-tarik seirama dengan goyangan pantat Mama.
Suatu saat ketika aku meremas-remas pantat Mama, tak sengaja kain daster  Mama sudah tertarik ke atas. Aku baru menyadari ketika ujung jari  tangan kiriku menyentuh kulit Mama. Aku serentak mendapatkan ilham. Aku  mulai meremasi pantat Mama sambil berusaha menyingkap daster Mama ke  atas lagi. Usahaku perlahan berhasil. Pada akhirnya kedua tanganku  berhasil menggenggam kedua pantat Mama tanpa dihalangi kain daster itu.
Mama masih sMamak menggoyangkan pantat dan mengerang-erang kenikmatan.  Aku mengambil kesempatan dengan menyusupkan tangan kananku ke atas  sehingga kini tangan kananku sudah berada dalam daster dan memegang  punggung Mamaku secara langsung.
Tiba-tiba Mama memelukku begitu eratnya aku sampai aku merasa sedikit  sesak. Selangkangan Mama tiba-tiba berhenti bergerak. Mama menekan  kontolku keras sekali sambil berseru,
“Yeeeeaaaahhhhhh…… Mama sampaaaaiiiiiiii……………”
Mamaku orgasme duluan. Akhirnya Mama melepaskan pelukannya beberapa saat  kemudian. Aku kecewa begitu Mamaku menarik kedua tanganku sampai lepas  dari tubuhnya. Ia menatapku lalu berkata,
“Ko, kamu itu bandel ya. Kamu kok cium-cium leher Mama kayak gitu. Kan  Mama sudah bilang, kita ini bukan kekasih. Kita ini Mama dan anak.  Jangan berperilaku ga sopan gitu donk.”
Aku hanya menunduk saja karena kecewa. Tapi setidaknya tanganku yang  menggerepe dia tidak diprotes. Artinya aku boleh lagi nanti. Mama  meninggalkan pangkuanku, untuk sementara aku kecewa sekali karena belum  sampai orgasme, namun Mama tidak keluar kamar melainkan ia merangkak di  tempat tidur bagai anjing, hanya saja sedikit nungging karena kepalanya  ia taruh di bantal. Mama lalu menoleh ke arahku yang berada di  belakangnya dan berkata,
“Kamu masukkin dari belakang saja ya. Biar kamu ga cium-cium Mama lagi.”
Tanpa disuruh kedua kalinya, Aku segera memposisikan diri di belakang  Mama, berhubung aku lebih tinggi dari Mama, maka aku hanya sedikit  menekuk lutut agar kontolku sejajar dengan memeknya. Aku menyingkap  dasternya yang saat itu menutup pantatnya. Karena Mama tidak bilang  apa-apa, aku beranikan diri menyingkap daster itu hingga tersingkap  hingga setengah punggungnya. Aku belum berani terlalu jauh takut  dimarahi.
Aku tekan kontolku di depan lubang memek Mama dengan dipandu tangan  kananku, tangan kiriku menyibak pantatnya agar terlihat lubang itu.  Setelah pas posisinya, aku dorong pantatku perlahan demi menikmati  sensasi gesekan kontolku yang memasuki liang vagina Mamaku, suatu  sensasi gerakan menggeser di mana gesekkan antara dinding vagina Mama  dan batang kontolku menyebabkan nafsu birahiku yang sudah tinggi menjadi  semakin tinggi lagi.
Gerakanku terhenti ketika kontolku sudah di ujung lubang dalam vagina  Mama dan mencapai awal rahimnya. Kini kedua tanganku memegang kedua  pinggul Mama. Sambil menghentakkan pantatku ke depan, kedua tanganku  menarik pinggulnya untuk menambah tenaga tumbukkan. Dengan suara plok  tanda selangkanganku menampar pantat Mama, kepala kontolku kini sudah  memasuki rahim Mama.
“Ooooooooh……………” teriak Mama perlahan,” dalam banget rasanya…………….”
Dalam posisi seperti ini, aku rasakan seluruh kepala kontolku masuk ke  rahim Mama, sementara sebelumnya hanya tiga perempat saja yang masuk.  Posisi ini ternyata memberikan jarak penetrasi yang lebih jauh.
Aku terpaku pada pemandangan indah di bawahku. Mamaku yang sedang  setengah telanjang dengan daster terbuka setengah punggung dan bagian  bawah yang telanjang, dalam posisi doggy style dengan kontolku ambles  memasuki memeknya. Aku tarik kedua pantatnya menggunakan kedua tanganku  agar pemandangan ini lebih jelas. Kulihat anus Mama begitu rapat tanda  Mama sedang mengencangkan otot vaginanya yang membuat kontolku merasa  nikmat karena diremas otot vaginanya itu.
Perlahan kutarik kontolku hingga hanya setengah yang keluar dari memek  Mama, lalu kudorong lagi sehingga seluruh kontolku terbenam di sana.  Kulakukan berulang-ulang masih dengan gerakan pelan, karena pemandangan  kontolku keluar masuk lubang kehormatan Mamaku itu begitu indah di  mataku. Begitu sucinya selangkangan Mama. Begitu sucinya kemaluan Mama.  Kemaluan yang hanya pernah dijelajah oleh ayahku dan kini aku yang  menjelajahi tiap jengkalnya. Bahkan Papaku itu belum pernah menjelajah  sampai ke dalam rahim Mama. Aku menjelajahi alat reproduksi Mama lebih  jauh daripada siapapun di dunia ini! Saat itulah aku berketetapan dalam  hati, bahwa Mama harus menjadi milikku dan bukan milik orang lain.  Perempuan keturunan Tionghoa ini harus menjadi milikku. Seluruh jengkal  tubuh perempuan ini harus jadi milikku. Aku harus menjelajahi tiap senti  tubuh seksi ini. Tubuh seorang bidadari yang turun dari surga.
Entah beberapa menit aku asyik menarik dan mendorong kontolku untuk  menggeleser dalam lubang kenikmatan Mamaku, aku baru sadar ketika Mamaku  mulai balas mendorong dan menarik pantatnya. Selain itu, suara Mama  mulai terdengar lagi,
“Yeaaah…… yeaaaaaaaaaaaaah……. Lebih cepat….. lebih cepat…….. yeaaaahhhhh..”
Maka aku mulai mempercepat gerakanku. Di samping tempat tidurku ada  lemari dengan kaca besar di salah satu pintunya. Aku melihat bayangan  kami berdua di cermin itu. Cermin yang menunjukkan seorang remaja sedang  mengentot perempuan dewasa dalam posisi doggy style. Kepala perempuan  itu bergerak-gerak dan di wajahnya tampak kenikmatan dalam bersenggama.  Aku lihat dasternya yang terbuka sampai setengah tubuh Mama. Mungkin  kalau aku dorong sedikit-sedikit, aku dapat melihat tetek Mama dari  cermin.
Aku segera bertindak. Kedua tanganku yang sedang memegang pantatnya  mulai kugerakan untuk meremas-remas pantat itu. Mama mulai memperkeras  suaranya, kurasa Mama tidak sengaja melainkan kenikmatan ini sudah  menguasai pikirannya.
“Yeeeeahhhhhhhhhh!! Cepaaat……….!! Teruuuuus……… Yeeeeaaaaaaaaaaahhhh…….”
Kedua tanganku kini mulai mengusap-usap pantatnya diselingi oleh  remasan. Makin lama kedua telapakku bergerak ke atas. Kini punggung  bawahnya aku belai. Sebenarnya belai tidak tepat, melainkan aku  mengusap-usap punggungnya. Akhirnya usapanku makin memanjang, dari bawah  punggung ke bagian tengah punggung Mama tepat di kain dasternya yang  terlipat di sana.
Punggung Mama begitu licin karena Mama sudah keringatan. Kulit putihnya  mengkilat dijilat oleh cahaya lampu kamar. Begitu erotis, pikirku.  Usapanku itu terus ku lakukan hingga jari tanganku mulai mendorongi  daster Mama sedikit demi sedikit. Namun agak susah mendorongnya karena  daster itu terlipat. Aku mendapat ilham lagi lalu aku mengusap ke atas  lagi namun kali ini bukan mendorong daster melainkan tanganku menyusup.  Setelah setengah telapakku menyusup di balik daster di bagian tengah  punggung di antara belikatnya, aku segera mengusap balik ke bawah dan  menunggu reaksi Mama. Mama tetap hanya mengerang-ngerang.
“Yeaaaaah……… teruuuuuusssss!!!!”
Aku susupkan lagi tanganku di bawah dasternya, namun kali ini ketika  jariku hendak masuk, aku menggerakkan kedua telunjukku ke atas dan aku  mengkaitkan kain daster itu di kedua telunjukku, menyebabkan bagian  bawah daster mama terjepit antara telunjuk dan jari tengahku, lalu  kuteruskan mengusap ke atas dengan kedua tanganku, sehingga kini kain  daster Mama ikut bergerak ke atas. Untung saja posisi Mama sedikit  nungging, sehingga daster itu kini berjumbel di dada bagian atasnya dan  tidak kembali jatuh ke bawah.
Dari cermin kulihat toket Mama yang bulat dan mancung menjuntai. Yang  menakjubkan adalah toket itu tampak lebih besar daripada yang tersirat  ketika Mama memakai baju. Aku ingin sekali meraba dada itu namun takut  dimarahi. Makanya aku kini kembali mengusap-usap punggung Mama. Tak  terasa karena aku semakin bernafsu, aku kini mengentoti Mama dengan  kuat. Selangkanganku menumbuki pantat Mama dengan mengeluarkan suara  PLOK! PLOK! PLOK! Yang keras terdengar.
“YEAAAH……!” tahu-tahu kini suara Mama keras sekali. Mama sudah berteriak  dan suaranya memenuhi ruangan kamarku,”TERUUUUSS……. KOCOK TERUUUUS……..  KOCOK MEMEK MAMAAAA……. MAMA SAMPAIIIII……..”
Aku kaget. Kemarin Mama tidak seliar ini. Entah apa yang ada  dipikirannya. Aku menjadi gelap mata. Kuraih kedua payudaranya dari  belakang. Kurasakan bulatan payudara Mama melebihi kapasitas  genggamanku. Ternyata cukup lebar lingkar payudara Mama. Aku remasi  payudara Mama yang lembut dan kenyal itu. Dan aku tiba-tiba saja tak  dapat menahan lagi dan memuntahkan peju di dalam rahim Mama.
Setelah beberapa saat aku merebahkan diri di samping Mama. Entah  bagaimana aku merasa sangat puas dan tenteram sehingga tak lama kemudian  aku tertidur. 
BAB EMPAT
PACAR MENJADI SOLUSI
Di sekolah aku tidak bisa konsen. Aku terus terbayang keindahan tubuh  Mamaku dan nikmatnya mengentoti tubuh mulus itu. Kulit Mama begitu halus  dan lembut. Ototnya begitu kenyal tanda berolahraga. Aroma tubuhnya  begitu harum terasa menusuk hidung. Namun aku belum puas. Aku ingin  menciumi tiap jengkal tubuh Mama. Ingin kurasakan seluruh kulitnya di  lidahku. Ingin aku mengecap tubuhnya yang seksi itu.
Pikiranku mencoba mencari cara untuk mendapatkan Mama. Bagaimana caranya  agar ia mau dicumbu olehku. Sepanjang jam pelajaran otakku  berputar-putar untuk mendapatkan jalan keluar masalah ini. Bahkan, cewek  gebetanku selama ini yang bernama Siska tidak aku pedulikan. Siska  berusaha mengajakku ngobrol waktu bel istirahat. Namun aku hanya  menjawab sekedarnya dan lalu tampaknya ia mengerti aku sedang tidak mood  sehingga akhirnya ia menyerah dan berlalu.
Aku dikagetkan ketika sedang berjalan ke arah mobilku oleh Siska. Ia memojokkanku dan berkata,
“Ken. Elo kok jadi pendiam akhir-akhir ini. Siska lihat kamu sekarang suka menyendiri dan tidak mau bergaul?”
Aku yang sedang pusing memikirkan cara menaklukkan Mama, menjadi sedikit  geram. Siska adalah cewek Menado yang tinggi semampai dan berbadan  aduhai. Dia adalah model paruh waktu yang terkadang muncul di majalah  remaja perempuan. Walaupun bukan untuk cover majalah, namun dia  terkadang suka difoto untuk produk-produk baju remaja. Cukup lama aku  mengejar cewek ini. Namun dia suka jual mahal. Kami hanya beberapa kali  menonton film di bioskop dan makan di beberapa restoran terkenal. Akupun  hanya mendapatkan cium pipi dan pegang-pegang tangan. Selebihnya Siska  menolakku. Pernah aku mencoba menggerepe toketnya, Siska malah marah dan  menamparku. Kami tidak bertegur sapa selama sebulan. Namun akhirnya aku  minta maaf dan kami berteman lagi. Setelah itu kami biasanya sms-an  seperti orang yang pacaran namun tidak lebih dari itu. Jadi bisa  dibilang TTM.
Melihat Siska menghadangku begitu aku berkata ketus,
“Lo mau ngapain sih?”
Siska tampak terpukul oleh perkataanku dan di matanya kulihat ada kilatan marah mengancam. Katanya,
“Elo udah punya cewek baru ya? Ngaku deh!”
“Cewek baru? Emangnya gue selama ini punya cewek, apa?”
“Oh begitu? Jadi hubungan kita selama ini elo anggap apa?”
“Tau deh. Yang jelas bukan pacaran. Elo gue cium bibir aja nggak mau.”
“oke. Gue ngerti. Jadi sekarang elo udah punya cewek yang mau elo cium-cium gitu?”
“Apaan sih? Gue belum punya pacar sampai sekarang. Dari dulu juga enggak  punya. Elo jangan belagak cemburu gitu deh. Pacar juga bukan. Udah deh,  gue mau pulang.”
Aku bergegas meninggalkan Siska. Namun, tiba-tiba Siska memegang tanganku.
“Elo marah ya?” tanyanya kepadaku.
Aku tidak tahu harus berkata apa. Yang jelas aku sedang pusing mikirin  Mamaku dan kini Siska yang cantik itu sedang menggelayuti tangan  kananku, dadanya ditekan sehingga aku merasakan payudara kirinya  menempel di lenganku itu.
“Sis. Gue udah cape. Tolong deh, jangan bikin gue frustasi begini. Kita  temenan aja. Bener-bener temenan. Bukan flirting-flirting kayak gini.  Gue udah ga tahan.”
“Emang elo ga tahan mau ngapain?” tiba-tiba saja suara Siska terdengar  manja sekali. Kulihat wajah cantiknya, matanya yang belo menatapku  begitu sayu, hidung mancungnya dikerutkan sementara mulutnya yang manis  dimajukan, tampak menggoda sekali. Tiba-tiba saja aku merasakan kontolku  ngaceng. Aku yang sedang frustasi karena Mama, menjadi gelap mata dan  berkata,
“Gue mau perkosa aja, gimana?”
Siska terkejut mendengar kata-kata vulgarku. Pegangannya mengendur. Aku  pikir sekarang doi sudah takut kepadaku. Aku sedikit lega lalu ku tarik  lenganku dari pegangannya dan kemudian berjalan ke mobil tanpa berkata  apa-apa.
“Ken….” Siska memanggilku. Dengan malas aku menoleh. Aku mendapatkan matanya berkaca-kaca.
“Lo kenapa Sis?”
“Kok elo jahat gini sih? Ngaku aja deh kalo kamu udah dapet cewek baru….”
Melihat Siska ternyata ada hati kepadaku, aku merasa sayang kalo  kesempatan ini berlalu begitu saja. Maka kataku sambil mendekatinya,
“Sis. Gue belum punya pacar. Titik. Gue dari dulu ngejar-ngejar elo, tapi ga ada hasil sampai sekarang.”
“Kan Elo yang ga pernah nembak gue, Ken?”
“Soalnya gue ga ngerasa elo sayang sama gue. Buktinya dicium aja enggak  mau. Gue pegang-pegang juga ga mau. Gue ga merasa elo cinta kepada gue  sebesar cinta gue ke elo, Sis…”
Mulut Siska perlahan menunjukkan senyum kecil.
“Jadi elo cinta sama gue, gitu?”
Aku merasa kalau sudah basah ya nyebur aja sekalian. Maka aku menggombal dan bilang,
“Banget.”
Perlahan Siska berkata,
“Aku juga cinta sama kamu….”
“Siska,” kataku pelan,” Kita ini hidup di jaman modern. Sekarang cinta  bukan sekedar kata-kata. Kalo elo emang sayang sama gue, elo harus  membuktikannya.”
Ada semburat rasa takut kulihat di matanya. Siska mengerti bahwa aku ingin make love dengan dia. Maka aku menyambung,
“Dan kalau ada keraguan di pihak elo, sebaiknya kita sampai di sini saja.”
Siska tampak shock mendengar perkataanku dan hanya termangu dengan rasa  takut di matanya. Aku yang melihat bahwa hasil dari percakapanku ini  setidaknya berguna bagiku. Bila Siska tidak mau, aku jadi bebas  memikirkan hubunganku dengan Mama, namun bila Siska mau aku akan  mendapatkan tubuh cewek remaja ini. Siapa tahu dia masih perawan. Aku  menjadi tertawa dalam hati.
Beberapa saat tak ada tanggapan darinya, aku segera berjalan  meninggalkan Siska. Setidaknya tidak ada lagi yang mengganggu, pikirku.  Aku bebas mencari cara untuk mendapatkan Mama. Namun, betapa kagetnya  ketika aku mematikan alarm dan membuka pintu mobil, Siska tampak  berjalan ke arah pintu yang satu lagi dan lalu membuka pintu itu dan  duduk di sampingku. Wajahnya menunduk namun tak berkata apa-apa.
“Bokap sama Nyokap Lo di rumah?” tanyaku. Siska menggeleng. “Kak Sandra?”
Siska menggeleng lagi. Maka aku menjalankan mobilku menuju rumahnya.  Sepanjang jalan tangan kiriku meraba-raba rok seragam sekolah Siska.  Berhubung mobilku matic, maka tangan kiriku bebas berkelana. Kali ini  Siska tidak menolak, bahkan ketika tanganku dengan bernafsu menarik rok  itu ke atas dan menyusup ke dalam. Paha Siska yang putih dan halus  kuraba-raba. Siska seperti belagak tidak tahu dan hanya menatap jalanan  yang kami lalui.
Ketika tangan kiriku mulai naik, kulihat dada Siska mulai naik turun  lebih cepat. Entah karena horny atau sedang ketakutan aku tidak tahu.  Namun tidak ada penolakan dari Siska. Siska tetap diam saja sambil  melihat jalanan. Aku lalu mengobokkan tanganku ke selangkangannya.  Celana dalam Siska halus sekali. Aku membelai-belai memeknya yang ada di  balik CDnya itu. Siska mulai mendesah-desah. Aku ingin sekali  menggagahinya saat itu juga, namun dengan sekuat tenaga kutahan birahiku  itu.
Akhirnya kami sampai di rumah Siska. Celana dalamnya sudah basah oleh  cairan kewanitaannya. Bau kelamin Siska mulai tercium di kabin mobil.  Bau tubuh Siska berbeda dengan Mama, namun keduanya bagiku sungguh harum  dan memabukkan. Kepalaku sudah pusing tujuh keliling dan waktu bergerak  cepat sekali.
Kami tahu-tahu sudah ada di kamarnya. Pembantu-pembantu Siska sedang  asyik mengurus rumah. Siska adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakak  perempuan yang sulung sudah kuliah semester empat dan jarang di rumah  karena aktif di kampusnya. Papa Mama Siska adalah tipikal orang kaya  yang jarang di rumah pula. Sehingga menjadikan rumah Siska tempat yang  tepat untuk memadu kasih. Apalagi hari itu Papa dan Mamanya sedang ke  Singapura.
Siska berdiri menghadapku dengan seragam sekolahnya. Tinggi badannya 168  cm. sedikit lebih pendek dariku. Tubuhnya proporsional. Dadanya tidak  besar, bahkan terlihat lebih kecil dari Mamaku. Namun tetap saja cukup  mancung di balik bajunya. Entah karena BH atau tidak, aku akan segera  mengetahuinya.
Aku merengkuhnya dalam pelukanku. Kucium bibirnya. Kurasakan ia  memberikan perlawanan dengan bibirnya walaupun dalam pengamatanku  perlawanannya itu tidak begitu hot. Entah karena Siska malu atau memang  tidak begitu berpengalaman. Perlahan tangannya mulai merangkulku.  Kumainkan lidahku perlahan untuk menyapu bibirnya. Tak lama lidah Siska  ikut bermain pula. Kami asyik bertukaran ludah selama beberapa saat.
Aku melepaskan rangkulanku dan menarik tangannya sehingga  rangkulannyapun terlepas juga. Dengan perlahan aku membuka kancing  seragam sekolahnya. Siska memejamkan matanya. Perlahan-lahan kemejanya  terlepas. Aku dapat melihat BH putihnya. Lembah antara kedua dadanya  terlihat menyembul di balik kemeja yang kancingnya telah terlepas.  Kulitnya begitu putih. Aku melepaskan kemeja sekolahnya dan melemparnya  ke lantai. Kini Siska hanya memakai BH putih yang menutupi tubuh  atasnya. Kedua payudaranya begitu bulat dan menonjol tampak naik turun  seiring nafasnya.
Aku kemudian merangkul tubuhnya untuk melepaskan pengait roknya yang  berada di belakang. Kubuka resletingnya, lalu dengan tarikan perlahan  akhirnya rok seragam abu-abu itu jatuh ke lantai. Kini gadis tercantik  di sekolahku berdiri hanya menggunakan BH dan CD putih.
Perlahan aku membuka BHnya. Kulempar BH itu setelah pengaitnya terlepas.  Aku menahan nafas melihat kedua payudara putihnya yang bulat tegak  dengan puting yang masih rata dengan areolanya menghiasi kedua gunung  kembarnya dengan sempurna. Letak pentilnya hampir tempat di  tengah-tengah. Berhubung payudaranya tidak besar maka tidak terlihat  turun seperti halnya perempuan yang memiliki toket gede. Payudara ini  tampak begitu tegak menantang. Payudara yang belum pernah diremas oleh  lelaki.
Aku mencium tetek Siska yang sebelah kiri dengan perlahan, tepat di  bulatan bagian atasnya. Siska mendesah perlahan. Kulitnya begitu halus  dan kenyal. Bau parfum Davidoff begitu manis tercium dari kulitnya. Aku  menciumi sekujur toket Siska yang bulat itu dengan gerakan searah jarum  jam, menghindari pentilnya yang merah muda. Siska memeluk kepalaku. Lalu  setelah puas menciumi sekujur toket kirinya, aku mulai menjilati  gundukan kenikmatan itu.
“mmmmmhhhhhh……..” Siska menggumam-gumam keeenakan saat lidahku mulai  menjilati bukitnya itu. Lidahku bagaikan menari di atas kain sutera yang  begitu halus dan harum. Mulutku tak sabar mulai menyedoti gundukan itu.  Kusedot dan kuhisapi payudara kiri Siska hingga tak lama bekas  cupanganku tercetak di sana-sini.
Sementara, tanganku mulai menarik tali celana dalamnya ke bawah. Dengan  bantuan kaki kananku, aku menginjak celana dalam Siska saat CD itu sudah  di lututnya. Kemudian aku melepaskan rangkulanku dan mundur selangkah  untuk melihat pemandangan indah di hadapanku.
Siska telanjang bulat di depanku dengan wajah yang malu-malu  ditundukkan. Kulihat jembut Siska tidak selebat jembut Mama. Namun  tampak jembut itu dicukur rapi segitiga. Bibir luar vaginanya atau  labium majoranya tampak terlihat rapat tertutup di bawah jembutnya yang  keriting itu.
Birahiku sudah tinggi sekali. Aku segera melepaskan bajuku secara  tergesa-gesa. Pakaianku kulempar dengan cepat sehingga berjatuhan di  lantai di sana-sini. Aku gendong Siska sambil kuserang bibirnya, lalu  aku setengah terjun ke tempat tidurnya.
Aku sudah mabuk oleh birahi, sehingga nafsuku menjadi liar. Kujilati  seluruh wajah Siska mulai dari kepala sampai dagu. Bahkan lubang hidung  Siska beberapa saat ku rogoh dengan lidahku. Aku ingin merasakan seluruh  jengkal wajah cantik gadis ini. Aku sungguh merasa beruntung, karena  gadis model ini mau disetubuhiku.
Mulutku mulai bergerak menjelajahi lehernya. Tak lama leher Siska sudah  bau mulutku dan dipenuhi ludahku. Cupanganku mendarat di berbagai tempat  di lehernya dan meninggalkan bekas di sana-sini. Tubuh ini adalah  milikku dan cupanganku adalah tanda bahwa lahan ini sudah dimiliki.  Bukan lahan pribumi tentunya, karena aku keturunan Tionghoa. Hahahah.
Lalu mulutku mulai menggarap dadanya. Lembah antara kedua bukit  kembarnya begitu seksi karena terlihat begitu dalam disebabkan  payudaranya yang begitu mancung dan agak berjauhan. Ada tahi lalat kecil  di lembah payudaranya. Tak lama lembah itu penuh dengan liur dan bekas  cupangan. Siska mulai mengerang kecil sambil menyebutkan namaku.
“aaaahhhh….. Keeeen…………. Aaaaaaahhhhhh”
Kemudian mulutku mulai mengembara di payudara yang sebelah kanan.  Berhubung toket kirinya sudah penuh cupanganku. Kujilati gundukannya  terlebih dahulu, karena inilah kesukaanku. Aku suka menjilati gundukan  terlebih dahulu sebelum akhirnya bercokol di pentil perempuan.  Kukenyot-kenyot tetek kanan Siska dengan penuh nafsu sementara Siska  memeluk erat kepalaku sambil meremas-remas rambutku. Setelah cukup  mencupangi dada kanannya itu, aku mulai menyedoti pentil Siska. Yang  menggemaskan adalah karena pentil itu masih kecil sehingga kini walaupun  sudah kusedot-sedot, pentil itu hanya sedikit saja menonjol.
Cukup lama aku mengenyoti payudara Siska yang imut itu. Akhirnya aku  mulai menjilati perut gadis itu. Aku mengenyoti pusarnya yang tampak  menggairahkan. Pusarnya bagaikan celah yang sempurna. Kusodoki celah itu  dengan lidahku, kukenyoti celah itu, sementara bau tubuh Siska mulai  memenuhi ruangan. Kugerakkan mulutku ke bawah lagi, dan lidahku mengenai  bulu kemaluannya. Kusedoti jembut Siska yang jarang dan keriting itu  sementara Siska mulai bertambah keras erangannya. Atau bisa saja  dibilang bahwa sekarang Siska mulai melenguh. Memek Siska kini  mengeluarkan bau badannya dengan hebat sekali hingga hidungku seakan  dipenuhi bau tubuhnya itu.
Aku beringsut duduk dan membuka pahanya lebar-lebar. Bibir luar memeknya  masih rapat sekali. Dengan kedua jempolku kubuka bibir luar itu dan  melihat kemaluan Siska yang merah muda dan basah mengkilat. aku  menerjunkan lidahku ke dalam vagina Siska yang mengeluarkan bau  menggiurkan. Siska melenguh keras,
“Uuuuuuuhhhh……. Enak Saaaayyyyyy…………..”
Baru kali ini kudengar kata-kata ‘say’ keluar dari bibir Siska. Aku kini  paham bahwa gadis ini sudah jadi milikku sepenuhnya hari ini. Apalagi  bila aku telah menyetubuhi Siska, tentu akulah yang akan menjadi  satu-satunya lelaki di dalam hidupnya.
Kunikmati air kemaluan Siska. Lubang memeknya begitu lembek, hangat dan  basah. Mulutku kini sudah basah oleh cairan vagina Siska. Bau tubuh  Siska begitu kerasnya sehingga walaupun sudah bercampur dengan air  liurku, bau mulutku tidak tercium sama-sekali di kemaluannya. Hanya bau  tubuh Siska yang dapat tercium di hidungku. Inilah mengapa aku suka  sekali menjilati kemaluan perempuan. Aku tidak harus terganggu dengan  bau mulutku sendiri. Maka cukup lama aku menjilati dan menyedoti memek  Siska hingga Siska mulai berteriak kecil dan pinggulnya mulai bergerak  untuk menekan memeknya ke mulutku.
Aku pikir sudah saatnya menuntaskan rasa hausku akan tubuh Siska. Maka  aku segera mengarahkan kontolku ke lubang memeknya dengan tangan  kananku, sementara tangan kiriku menopang badanku yang telah kugerakkan  sehingga berada di atas tubuh Siska. Aku sodok pantatku sehingga  tahu-tahu kepala kontolku melesak ke dalam.
Memek Siska sangat sempit. Dinding vaginanya menjepit kepala kontolku  dengan begitu kuatnya sehingga ada rasa linu yang kurasakan. Namun  dipihak lain, kemaluan Siska demikian hangatnya dan lembab sehingga  menimbulkan sensasi yang begitu nikmat. Siska menjerit kecil lalu  merangkulku erat-erat.
“Sakiiiit saaaay……………”
Aku menindih Siska dengan kedua tangan di samping sehingga sedikit  membagi beban agar Siska tidak menopang tubuhku seratus persen. Kucium  bibirnya dengan rakus. Siska meremas-remas rambutku sambil membalas  ciumanku juga dengan penuh nafus. Kusodok lagi kontolku, namun kontolku  tertahan oleh selaput daranya. Siska melepaskan ciumannya dan berteriak  kecil lagi,
“Sakkiiiiiittttt…………..”
Dengan suara perlahan aku bujuk dia,
“Sayangku……. Nanti aku sodok kuat-kuat supaya keperawanan kamu jebol.  Pasti akan sakit. Tapi aku janji nanti akan jadi enak. Oke?” karena  sudah tumbuh cintaku pada Siska yang selama ini terpendam, aku mulai  mengganti elo gue menjadi aku kamu.
Dengan dahi berkerut menahan sakit dan mulut bawah yang digigit Siska  mengangguk. Pelukannya begitu erat kurasakan. Aku segera menyusupkan  tanganku di kedua pantatnya, lalu dengan sekuat tenaga aku menghantamkan  pantatku ke depan sehingga robeklah selaput daranya dan seluruh  kontolku amblas masuk ke liang senggama Siska.
Siska berteriak sambil memelukku dengan kedua tangan dan kakinya.  Kakinya merangkul paha belakangku erat-erat. Kurasakan memek sempit  Siska menggenggam kontolku erat sekali. Kontolku senat-senut jadinya.
“Kalau udah reda sakitnya, kamu goyang pantatmu maju mundur, ya Say?”
Siska hanya mengangguk sambil tetap meringis dan memejamkan matanya. Aku  memeluknya dan mencium bibirnya. Siska membalas pagutanku dan untuk  beberapa lama kami berciuman dengan perlahan. Makin lama, ciuman Siska  makin hot. Lidahnya mulai menyapu-nyapu dengan cepat. Dan nafasnya  mendengus-dengus di hidungku. Akhirnya kurasakan pantat Siska mulai  bergoyang. Pertama kalinya perlahan, dan makin lama makin terasa sodokan  pantatnya. Memek Siska pun mulai mengeluarkan pelumas lagi sehingga  kontolku mulai licin terkena cairan kemaluannya.
Maka aku mulai membalas goyangan pantatnya dengan tusukan pantatku  sendiri. Karena Siska baru pertama kali ini ngentot, maka mula-mula  susah juga untuk menyeragamkan gerakan kami berdua, namun lama kelamaan  kami berdua mulai menemukan irama ngentot yang tepat. Kontolku mengocoki  memeknya yang sempit dan hangat itu berkali-kali. Selangkangan kami  terus beradu mengeluarkan bunyi tamparan yang semakin lama semakin keras  terdengar. Siska mulai terbiasa ngentot, bahkan kini mulutnya tak mau  tinggal diam dan mengimbangi jilatan dan hisapanku. Bahkan kala aku  mengenyoti leher dan pundaknya, Siska menciumi dan menjilat pipi dan  jidatku. Siska mulai melepaskan nafsu binatang yang dimiliki manusia  tanpa malu-malu lagi.
“Enak yang?” tanyaku.
“he-eh…” jawabnya.
“Memek kamu rapet banget…….”
“Ih ngomong jorok…… burung kamu aja yang gede, yang.”
“Burung apaan? Kontol……. Bilang aja kontol……..”
“Ihhh… jorok!”
“Aku marah nih….. aku pulang nih……….”
“Ah…… kamu jahat………….”
“Bilang dong kontol………..”
“Kontoooolll…………..”
“Gitu baru pacarku……”
Lalu aku kembali mencium bibirnya sembari mengentoti tubuh Siska yang sintal dan hangat itu.
Kedua tubuh kami sudah mengeluarkan keringat walaupun di kamar yang ber  AC. Keringat kami bersatu padu, sementara di selangkangan kami, kedua  keringat kami telah bercampur dengan cairan memek Siska dan darah dari  selaput daranya.
Lama-kelamaan kami mulai mencapai puncak kenikmatan. Selangkangan kami  mulai berbenturan dengan keras karena gerakan pantat kami yang makin  cepat dan kuat.
“Yaaaaaang……………………………. Kenny sayaaaaaaaaaaaaaaaaaangggggg…………. Aku mau pipiiiiiiiiiiissssssss…………”
“Bukan pipis, neng…… itu mau sampeeeeeeeeeeeee………………… aku jugaaaaaaaaaaa……….”
Tiba-tiba Siska mencengkram tubuhku kuat-kuat dan kurasakan kemaluannya  yang sempit itu bagaikan bergetar bagaikan orang yang sedang kedinginan.  Dinding memek Siska bagaikan bernafas cepat yang menyedot-nyedot  kontolku. Jebol sudah birahiku, aku akhirnya ejakulasi berkali-kali di  dalam kemaluan pacarku yang cantik itu.
Untuk beberapa saat kami bertindihan lemas setelah masing-masing  mencapai klimaksnya. Aku segera berbaring di sebelah tubuh telanjang  Siska agar tidak menindihnya terlalu lama. Beberapa saat kami terdiam  hingga akhirnya Siska berkata,
“Kalau aku hamil, gimana?”
Aku hanya tersenyum dan berkata,
“Ya kita nikah saja. Gitu aja kok repot…..”
Siska menyergapku tiba-tiba dan memelukku.
“Oh Suamikuuuuuuuuuuuu…………..”
Kami asyik berpelukan dan bercanda sehingga tidak terasa sudah jam empat  sore ketika Sandra menelpon Siska. Ternyata Sandra ada kegiatan kampus  sehingga baru pulang besok. Kebetulan sekali, pikirku. Maka kami  merayakan keberuntungan kami dengan melakukan hubungan seks lagi. Hari  itu tiga kali kami berhubungan badan. Kami hanya break sebentar waktu  maghrib untuk makan lalu kami kembali bergumulan di ranjang Siska. Tidak  hanya seks, tapi kami juga bercanda dan membicarakan banyak hal  layaknya orang pacaran.
Ketika itu sudah pukul delapan malam kala kami baru saja selesai  berhubungan seks kali ketiganya saat tiba-tiba HPku bordering. Siska  yang cepat-cepat mengambil HPku sambil berkata curiga,
“siapa sih yang telpon malem-malem?”
Namun saat Siska melihat nama yang muncul di layar HP, ia segera memberikannya kepadaku lalu berkata,
“Mamamu……. Aku mandi dulu ya, Say…….” Lalu Siska bergegas ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.
“Halo,” Kataku.
“Koko….. kamu di mana?”
“Di rumah teman…..”
“Kok belum pulang sih?”
“Tanggung nih, Ma…….”
“Kamu di rumah siapa?”
Aku menimbang-nimbang apakah akan jujur atau tidak. Namun ide brillian tiba-tiba saja muncul di kepalaku. Lalu aku menjawab,
“Di rumah Siska……”
“Siska? Siapa itu? Pacar kamu?”
“Iya, Ma. Emang kenapa?”
“Kok wakuncar bukan di week end? Ini kan hari sekolah…. Emangnya orangtua Siska ga marah?”
“Enggak lah, Ma. Orangtuanya kan di singapura…”
“Di sana ada siapa? Ada Kakaknya?”
“Ya enggak lah. Yang ada Cuma Siska, Koko sama pembantu-pembantunya Siska…”
“Apa? Kamu lagi ngapain?”
“Koko lagi tiduran”
“Tiduran?”
“Iya, di kamarnya Siska.”
“Apaaaa????”
“Udah lah, Ma. Koko kan bukan anak kecil lagi. Udah dewasa. Biasa aja kali, Ma.”
“Koko…… kamu berhubungan seks sama dia?”
“Iya, dong. Ma. Kan Siska pacar Koko.”
“Kamu itu! Kamu masih kecil! Gimana kalo dia hamil?”
“Masih kecil? Koko udah dewasa Ma. Koko udah pernah gituan sama Mama, kan?”
Mama terdiam. Mungkin sedang bingung harus ngomong apaan. Akhirnya Mama berkata,
“Pokoknya kamu sekarang harus pulang.”
“ga mau ah…. Koko mau nginep di sini aja.”
“Apaaa? Kamu ga mau pulang?”
“enggak.”
“Koko! Kamu harus bantu di rumah! Kamu mau jadi orang miskin?”
“Bantu apa, Ma?”
“Jangan belagak bodoh, Ko! Kita harus melakukan ritual kalau ga mau sengsara!”
“Maksud Mama, Koko harus ngentot sama Mama, kan?”
“Anak kurang ajar! Ini Mama kamu, masak ngomong begitu?”
“Ritualnya kan ngentot, Ma. Emangnya ngapain?”
“Kamu jadi bandel begini Ko!”
“Pokoknya Koko ga mau ngentot sama Mama! Ga mau!!!”
Mama terdiam. Ada jeda beberapa saat sebelum Mama berteriak lagi,
“bagus! Kamu anak durhaka! Kamu senang ya kalau kita jadi melarat?!”
Aku belagak terdiam sebentar lalu menarik nafas.
“Sebenarnya Koko ga mau kita melarat, Ma,” kataku pelan,” tapi untuk ngentot sama Mama, koko rasanya ga enak saja”
“Maksud kamu?”
“Abis, setiap kali kita ngentot masa pakai baju, terus ga boleh cium lah ga boleh beginilah begitulah, Koko ga merasa nyaman.”
“Habis mau kamu apa?”
“Koko kalau ngentot sama Siska ngerasa asyik sekali. Karena bisa ciuman  dan pegang-pegang sebebasnya. Tapi kalau sama Mama kayaknya gimana gitu.  Ga ada kebebasan….”
Mama terdiam agak lama. Lalu Mama berkata perlahan,
“Ya udah, kamu pulang sekarang. Terserah deh kamu mau ngapain…..”
Lalu mama menutup telpon. Aku bersorak kegirangan. Akhirnya aku  buru-buru berpakaian. Aku pamit pada Siska yang sedang mandi. Siska  pikir bahwa Mamaku concern dan ingin anak kesayangannya pulang sehingga  akhirnya membiarkan aku pulang. Aku segera bergegas pulang ke rumah  dengan memacu mobilku secepatnya.
BAB LIMA
MIMPI JADI KENYATAAN
Aku sampai di rumah pukul setengah sepuluh. Kamar tamu sudah gelap. Aku  bergegas ke kamarku. Kulihat kamar Papa dan Mama masih menyala lampunya.  Aku buka pintu kamarku dan kaget melihat Mamaku sedang tidur tanpa  selimut di tempat tidurku dengan memakai gaun tidur mahal berenda yang  mini dan sedikit transparan. Mama mematikan AC sehingga tidak kedinginan  dan dapat tidur nyaman tanpa kedinginan. Bahkan, aku rasa udara di  kamar cukup panas karena aku mulai sedikit berkeringat.
Gaun tidur Mama tampaknya sebatas setengah paha, namun karena posisi  tidurnya miring maka bagian hemnya tertarik sampai di bawah pinggul.  Sedikit pantatnya menyembul menunjukkan ia tidak memakai apa-apa. Dari  pintu masuk aku hanya bisa melihat bagian belakang tubuh Mama. Aku  segera menutup pintu lalu membuka seluruh bajuku.
Setelah telanjang, aku beringsut menghampiri Mama di tempat tidur.
“Baru datang?” Tanya Mama perlahan. Ternyata beliau belum tidur.
Aku tidak menjawab melainkan memeluk Mama dari belakang. Walaupun belum  berhubungan seks, namun badan Mama sudah mengeluarkan bau tubuh tanpa  ada campuran sabun maupun parfum. Kontolku ku tekan di belahan  pantatnya. Mama menengok ke belakang.
“Kamu mau cium Mama?” tanyanya sambil mengangkat tangannya dan berbalik  hingga kini tidur telentang menghadapku yang sedang tidur miring. Posisi  kepalaku tepat di hadapan ketek Mama. Kini aku dapat melihat ketek Mama  ditumbuhi bulu-bulu halus keriting, sesuatu yang tidak pernah kusadari  sebelumnya karena hubungan kami berdua selama ini hanya seks tanpa  eksplorasi. Dari ketiak itu tersebar aroma tubuh Mama. Apalagi ketiak  itu kini lumayan basah, karena Mama yang biasanya di ruangan AC kini  tidur di kamarku yang panas. Kulihat sekujur tubuh Mama juga sudah  berkeringat sehingga membuat kulitnya mengkilat bak batu intan yang  indah.
Aku mendekatkan hidungku ke ketek Mama.
“Terserah kamu mau ngapain. Tapi Mama kasih tahu ya, Mama hari ini belum mandi. Gosok gigi Cuma tadi pagi aja.”
Rupanya Mama berusaha membuatku mengurungkan niatku untuk mencumbu Mama  dengan cara ini. Namun anehnya, aku menjadi kepincut bau tubuh Mama yang  belum mandi ini. Aku tidak menjawab Mama melainkan segera menubruk Mama  dari samping dan membenamkan wajahku ke ketek Mama yang berbulu itu.
Aroma tubuh Mama yang tajam memasuki hidungku hingga memenuhi benakku.  Keteknya yang lembat membasahi ujung hidungku. Bulu ketek halusnya  menggelitik indera penciumanku ini. Mama tampak kaget dan menarik nafas.  Aku segera menjilati ketek Mama yang keringetan itu. Sementara,  tanganku mulai menyusup dari bawah gaunnya dan merayap ke atas. Tangan  kananku itu menemukan payudara kanan Mama setelah menyusup dan membuat  gaun itu terangkat sampai ke tengah tubuhnya. Mama juga membantu dengan  sedikit mengangkat tubuh sehingga gaun tidurnya secara mudah tertarik ke  atas.
Setelah asyik menjilati ketek kanan Mama, aku segera duduk dan menarik  gaun tidur Mama ke atas sampai terbuka. Mama duduk agar memudahkanku  melucuti gaun tidurnya. Kini kami berdua telanjang bulat dan saling  duduk berhadapan. Tubuh Mama yang berkeringat dan mengeluarkan aroma  perempuan yang tajam membuatku tak dapat menahan diri. Aku tomplok Mama  dengan buas sehingga kini aku menindihnya lalu aku sergap bibirnya.
Awalnya aku menyerang bibir Mama dengan bibirku tanpa ada perlawanan.  Aku terus menjilat, mengecup dan menyedoti bibir Mama dengan rakus  sementara kedua tanganku memeluk tubuhnya yang telanjang dan basah itu.  Kedua kaki Mama yang tadinya rapat aku buat mengangkang dengan kedua  kakiku sehingga kini kedua kakiku di dalam kedua kaki Mama yang  mengangkang.
Tangan kananku kutarik dan kini aku mengelusi paha kiri Mama dengan  tangan itu. Mama belum membalas ciumanku, maka aku menyedoti bibirnya  agar bibir itu membuka. Suatu kali aku berhasil mengenyoti bibir atas  Mama sehingga kedua bibirnya terbuka, aku segera memutar kepalaku lalu  mulai menjilati dalam mulut Mama yang sedikit terbuka. Sementara tangan  kananku mulai mengelusi pantat Mama yang sedikit kutarik ke atas.
Dengan tangan kiri yang memeluk Mama aku ubah posisi kami sehingga  sedikit menyamping dengan kaki kananku di antara kedua kaki Mama.  Kutarik pantat Mama dan aku tekuk lutut kananku sehingga pahaku menempel  di selangkangan Mama dengan kaki kiri Mama di atas pahaku sehingga  akhirnya Mama posisinya miring menghadapku.
Mama belum membalas ciumanku. Aku tetap menjelajahi mulutnya kini dengan  lidahku. Kujilati bibirnya yang diam itu sementara aku meremasi pantat  kiri Mama dengan tangan kananku sembari pahaku ku gesek-gesek di bibir  memek Mama. Lama kelamaan Memek Mama basah. Tangan kiriku tetap memeluk  badan Mama, sementara kedua tangan Mama hanya memegangi lenganku  perlahan.
Kemudian aku mulai mendorong pantat Mama ke bawah sambil terus meremas  pantat itu sehingga gesekan memek Mama dan pahaku bertambah keras. Memek  Mama makin basah dan akhirnya Mama membuka mulutnya untuk mendesah  sementara pegangan tangannya menguat di lenganku.
“Aaaahhhhh…..” mulut Mama membuka dan dengan sigap aku menjulurkan  lidahku memasuki mulut Mama yang terbuka. Serta merta lidahku menempel  di lidah Mama. Aku jilati lidah Mama sambil sesekali mengecupi bibirnya  yang sensual. Mama memejamkan matanya. Aku lalu menciumi leher Mama.  Mama tetap hanya mendesah. Kucupangi lehernya dan kujilati juga. Lalu  aku kembali mengarahkan mulutku ke bibir Mama. Ternyata kedua bibir Mama  tidak tertutup melainkan terbuka walau tidak terlalu lebar. Aku  menjilati mulutnya dan mengenai giginya. Ketika lidahku masuk di  giginya, Mama mendesah lagi yang menyebabkan mulutnya terbuka lagi  sehingga kini lidahku menjilati lidah Mama lagi.
Kemudian aku mengecupi pipi Mama sambil menjilati sekali-kali.  Kuselomoti juga seluruh wajah Mama yang cantik khas oriental itu lalu  kembali aku menjilati bibirnya. Mama mendesah lagi dan membuka mulutnya.  Aku kembali dapat menjilati lidahnya.
Kemudian aku menarik kepalaku lalu sedikit mendorong tubuh Mama dengan  kedua tanganku sehingga kini aku dapat melihat kedua tetek Mama yang  berukuran sedang namun dengan bulatan yang lebih besar dibanding  miliknya Siska. Dengan cepat aku mulai menciumi dada kiri Mama. Seperti  biasa, aku menyelomoti seluruh gundukannya dulu sebelum beralih ke  pentilnya yang sudah mengeras dan mancung. Pentil dan areola Mama lebih  besar dibanding Siska. Aku berikan cupangan disekeliling toket kiri itu,  terkadang aku lama juga mengenyoti satu tempat sebelum pindah ke tempat  berikutnya. Toket Mama lebih lembut dibanding Siska yang memiliki toket  dengan otot yang lebih keras. Namun toket Mama menawarkan sensasi bola  yang memantul, atau bisa dibilang sofa yang empuk namun memantul  sehingga memiliki cita rasa yang berbeda dengan payudara Siska.
Setelah payudara itu penuh dengan liur dan cupanganku, aku mulai  mengenyot-ngenyot pentil Mama yang besar itu. Kunikmati rasa menjepit  pentil di antara langit-langit mulut dan lidahku. Lidahku membelai-belai  pentil itu kadang dengan gerakan memutar kadang dengan gerakan  menjilat. Saat ini Mama mulai mendekap kepalaku dengan kedua tangannya  sambil mendesah.
Aku ingin mengetes Mama, maka aku kini kembali menjilati bibir Mama.  Mama membuka mulutnya dan aku mulai menjilati lidahnya lagi.
“Julurin lidah Mama…… kurang nih……..” kataku diselingi desahan penuh nafsu.
Mama tetap memejamkan mata namun perlahan lidahnya keluar. Aku mulai  mengenyoti dan menjilati lidah Mama. Kupegang kepala Mama sehingga agak  tegak, lalu aku mulai meludah tepat ke lidah Mama yang terjulur.
Mama membuka matanya dan melihat ketika aku meludah kedua kalinya ke lidahnya.
“Telan ludah Koko, Mah………”
Mama menatapku dengan tatapan aneh lalu menutup mulutnya. Terlihat  sejenak Mama mengulum-ngulum lalu menelan ludahku. Aku menjilati bibir  Mama lagi dan Mama otomatis membuka mulutnya dan menjulurkan lidahnya.  Sementara, memek Mama sudah basah kuyup jadinya.
Aku menghentikan aksiku untuk sejenak. Kuposisikan Mama tidur dan aku  menaruh kontolku di depan lubang memeknya. Kemudian aku memasuki Mamaku.  Mama mengerang-erang. Ketika aku peluk tubuh Mama, Mama balas  mendekapku. Aku mulai mengocok kemaluan Mama dengan kontolku. Mama terus  mengerang-erang kenikmatan.
Aku mencium bibir Mama dan kali ini Mama membalas! Dengan gembiranya aku  menciumi bibir Mama dengan penuh nafsu dan Mama pun mengimbangi dengan  ciuman yang ganas pula. Akhirnya pertahanan Mamapun jebol!
Kamar tidurku kini dipenuhi suara selangkangan beradu ditingkahi dengan  suara kecipak kecipuk ciuman dan juga terkadang erangan dan desahan. Bau  tubuh kami berpadu menjadi satu mengisi segenap penjuru kamar. Keringat  pada tubuh kami sudah tidak jelas lagi dari pihak yang mana karena  sudah menyatu seperti halnya tubuh kami yang sudah bersatu di alat  kelamin kami.
Dengan jeritan kecil Mama mencapai orgasme yang disambut dengan muntahan  spermaku yang memenuhi rahimnya. Kami berciuman lama setelahnya.
EPILOGUE
Si dukun berkata bahwa kami harus melakukan ritual tiga kali dalam  sebulan, namun pada kenyataannya, kami melakukannya hampir tiap hari  dengan pengecualian malam minggu aku harus memuaskan pacarku, Siska.
Mama hamil anak kami tiga bulan kemudian, sementara Siska untungnya  tidak hamil ketika kami melakukannya pertama kali tanpa kondom. Untuk  selanjutnya dengan Siska, aku selalu memakai kondom.
Usaha Papaku semakin maju. Papa mengambil isteri kedua dan tinggal di  rumah yang berbeda dengan kami. Kehidupanku, singkatnya sangat Bahagia.  Hanya saja, aku masih bingung untuk ke depannya. Pada akhirnya aku pasti  akan menikahi Siska dan tinggal dengannya. Bagaimanakah caranya agar  hubunganku dengan Mama dapat berlanjut seterusnya? Mama adalah cinta  pertamaku, tentunya. Aku masih belum kepikiran bagaimana seharusnya  nanti ketika aku sudah berumah tangga. Tapi biarlah aku nikmati saja  dahulu kehidupanku dengan dua kekasih dalam hidupku…..
TAMAT 
Senin, 01 Oktober 2012
Akibat Ke Dukun
19.53 By ceritabokep
0 komentar:
Posting Komentar